Sunday, 21 November 2010

Refleksi Idul Adha

Setiap kali kita merayakan Idul Adha, kita kembali diajak untuk flash back kepada kisah perjalanan hidup seorang kekasih Allah, nabiyullah Ibrahim Alaihissalam. Momentum sejarah yang melatarbelakangi hari raya Idul Adha merupakan episode dari perjalanan kehidupan sang kekasih Allah itu. Pada saat itu beliau bermimpi mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih putranya, Ismail Alaihissalam. Putra yang sangat disayanginya dan menjadi harapannya yang diperoleh setelah penantian panjang. Begitu berat rasanya bagi nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah ini namun keimanan dan kecintaannya kepada Allah mampu mengalahkan perasaan cintanya terhadap anaknya. Nabi Ibrahim pun dengan ikhlas berusaha melaksanakan perintah tersebut terlebih lagi Ismail pun menyambut hangat dengan kesabaran dan kerelaannya turut melaksanakan perintah itu. Hingga akhirnya kemudian Allah mengirimkan domba untuk menggantikan posisi Ismail.

Momen indah yang diabadikan lewat hari raya Idul Adha ini memiliki hikmah yang mendalam mengenai makna cinta sejati bagi manusia. Cinta dan kehidupan adalah dua hal yang tak terpisahkan karena cinta merupakan anugerah kehidupan dari sang pemilik cinta, Ar-Rahman. Cinta berkembang seiring berjalannya kehidupan dan menjadi motivasi bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Itulah sunnatullah dan fitrah yang ditetapkan bagi manusia. Setiap manusia memiliki kencintaan terhadap dunia, berupa harta, wanita, anak-anak dan berbagai atribut keduniaan lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran :14).

Telah kita ketahui bahwa kehidupan di dunia hanya sementara bahkan digambarkan di dalam Al Qur'an sebagai permainan belaka. Lihatlah ungkapan Imam Hasal Al Bashri tentang dunia : “Dunia seakan menjelma menjadi permaisuri impian. Tatapan mata tertuju kepadanya, jiwa gandrung terhadapnya, hati takluk dan bertekuk lutut dihadapannya. Padahal, dunia akan menikam dan membunuh siapapun yang mempersuntingnya.”


Maka cinta sejati tentunya bukanlah terletak pada kecintaan kepada dunia yang sifatnya semu dan sementara melainkan terletak pada kecintaan kepada Allah, sang pemilik cinta. Dari-Nya cinta berawal, terus tercurah dan tak ternilai jumlahnya. Cinta yang tak pernah berujung hingga pada kebahagiaan yang abadi di akhirat. Sebagaimana kenikmatan tertinggi di syurga kelak di kala peduduknya diperkenankan bertemu dan menatap Allah secara langsung.

Cinta pada dunia sejatinya merupakan sarana untuk menggapai cinta Allah, cinta yang sejati. Menggapai cinta Allah bukanlah mengabaikan kecintaan kepada dunia karena itu adalah fitrah manusia. Maka nabi dan rasul pun seperti manusia lainnya, menikahi wanita,memiliki keturunan, dan mencari nafkah keluarga bagi mereka. Akan tetapi kecintaan kepada dunia bukanlah segala-galanya bagi mereka karena cinta yang sejati adalah cinta kepada Rabbnya. Mereka jadikan kecintaan kepada dunia sebagai sarana untuk menghambakan diri secara total kepada Allah yang merupakan bukti kesungguhan mereka dalam menggapai cinta Allah.

Sejarah telah mencatat kisah para pendamba cinta sejati dari Allah. Sepanjang hidup, mereka senantiasa menghambakan diri kepada Allah yang merupakan wujud cinta mereka kepada Allah, Telah tercatat pula kisah para pecinta dunia termasuk para penentang nabi dan rasul yang kecintaannya kepada dunia sangat berlebihan bahkan menuhankan dunia. Maka kita pun sama-sama menyaksikan bagaimana kehidupan mereka berujung. Para pecinta dunia tak mendapat sesuatu apa pun bahkan berujung kesengsaraan sementara orang-orang yang senantiasa mendambakan cinta dari Allah akan mendapatkan cinta sejati yang berujung pada kebahagiaan abadi.


Readmore »»

Sunday, 14 November 2010

Belajar dari Burung

Baru menyadari memang di setiap kejadian itu ada pelajaran yang bisa diambil. Kali ini saya kembali mendapat pelajaran, yaitu pelajaran dari kehidupan burung. Semua pasti tahu kalau burung adalah salah satu jenis hewan yang unik karena mempunyai sayap yang membuatnya dapat terbang di udara. Memang sih ada beberapa hewan lain yang juga bisa terbang, seperti beberapa jenis serangga, tetapi kalau kita menyebut hewan yang bisa terbang di udara maka yang muncul di benak kita pasti adalah burung.

Ada apa sebenarnya dengan burung? Pelajaran apa yang bisa diambil darinya? Burung yang terbang menjelajahi angkasa ibarat manusia yang menjalani kehidupan. Pagi hari sang burung mulai keluar dari sarangnya dalam keadaan perut yang kosong. Kemudian burung itu terbang dengan kedua sayapnya menjelajahi angkasa sepangjang hari . Ketika malam tiba, ia pun kembali ke sarangnya dalam keadaan kenyang dan segera beristirahat.

Begitulah kehidupan manusia di dunia ini. Kita terlahir di dunia ini untuk menjalani kehidupan. Masing-masing dari kita telah ditentukan rezekinya dan kita harus berusaha untuk mendapatkannya. Layaknya burung yang terbang dari sarangnya menjelajahi angkasa untuk mengisi perutnya yang lapar. Akan tetapi ada saatnya burung kembali ke sarangnya. Begitu pula dengan kehidupan manusia di dunia ini yang hanya sementara. Ketika tiba masanya, kita akan dikembalikan kepada asal kita yaitu kepada Allah yang menciptakan dan memiliki manusia.

Kehidupan di dunia ini ibarat sebuah perjalanan menuju ke kampung halaman yaitu negeri akhirat. Sepanjang perjalanan ini kita perlu mengumpulkan bekal untuk kehidupan di akhirat kelak sehingga ketika tiba waktunya untuk kembali, kita telah mempunyai bekal yang cukup untuk menjalani kehidupan di negeri akhirat. Bekal itu adalah iman dan amal shaleh yang berbuah ketaqwaan.

Burung dikaruniai sepasang sayap oleh Allah yang dengannya burung dapat terbang menjelajahi angkasa. Tentu kita mengetahui, jika satu bagian saja dari pasangan sayap burung bermasalah, misalnya terluka atau patah, maka burung tak akan mampu terbang dengan baik. Terlebih lagi jika kedua sayap burung itu bermasalah. Tahukah kita, ternyata manusia pun dikaruniakan oleh Allah semacam sepasang sayap dalam menjalani kehidupan ini. Sepasang sayap itu adalah sabar dan syukur. Dengan kedua hal itu, manusia akan dapat menjalani kehidupan dengan baik yang dapat memberikan kebahagiaan dalam hidup. Tanpa keduanya bahkan salah satunya maka kebahagiaan dalam hidup itu mustahil untuk diraih.

Suatu hal yang menarik pula dari kehidupan burung adalah kicauannya. Kicauan ini juga merupakan ciri khas dari burung. Kita semua sepakat, kicauan burung itu indah dan menyenangkan untuk didengar. Terlebih lagi setiap jenis burung, masing-masing mempunyai suara kicauan yang berbeda satu sama lain, bagai warna-warni alam yang menghiasi hidup yang indah ini. Burung itu tidak hanya terbang menjelajahi angkasa tapi sesekali bertengger dan berkicau, menjadi bagian dari indahnya alam. Manusia pun dikaruniai oleh Allah berbagai potensi. Potensi yang bermacam-macam itu yang membuat setiap manusia itu unik. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi yang lainnya. Dengan demikian sejatinya hidup bukanlah sekedar rutinitas untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri melainkan sebuah sarana untuk saling berbagi. Itulah yang membuat kehidupan menjadi indah dan membahagiakan.

Readmore »»

Tuesday, 9 November 2010

Keteladanan Nabi Yusuf di Zaman Modern

Pertanyaan ini sering membuncah di hati ketika kita mendengar dan membaca kisah Nabi Yusuf alaihi salam.

Ada kah anak muda zaman sekarang yang bisa mencontoh perilaku dan tabiat lurus Nabi Yusuf ketika diajak melayani hawa nafsu istri majikannya yang ditumpangi hidup (Zulaikha) dan bisa menolak dengan tegas berdasar alasan rasional, yaitu karena Allah ? Kisah ini ada di Qur'an surat Yusuf ayat 23 sampai 24 :

Dan wanita (Zulaikha) yang yusuf tinggal di rumahnya menggoda yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS Yusuf (12) : 23)

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan yusuf, dan yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya . Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS Yusuf (12) : 24)

Menghindari Zina Karena Perbuatan Hina Dan Buruk

Nah kategori buruk disini ternyata buat sebagian manusia masih banyak yang rancu. Jika yang seharusnya dijadikan pedoman adalah Qur'an dan As-sunnah, maka kita tahu bahwa kita dilarang mendekati zina. Namun bagaimana jika yang dijadikan acuan dan pegangan adalah nilai sosial pribadi atau masyarakat yang heterogen dipakai ? Maka jangan heran, zaman sekarang , berjalan berdua-duaan antara anak laki dan perempuan di mall/bioskop/pusat jajan sudah biasa, karena nilai masyarakat heterogen menganggapnya selama suka sama suka, no problem.

Apa bisa kita seperti Nabi Yusuf ? jawabnya : BISA. Insya Allah, bisa. selama diri menghendaki kebaikan. Inilah 10 tips kebaikan untuk menghindari diri dari zina :

[1] Tidak berdua-duaan (nyepi) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahrom, baik di rumah, di mobil, di mana saja. Mengikuti Sabda Rasulullah, "Tidaklah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah setan.

[2] Bagi para wanita muslimah, hindarilah Tabarruj (berhias diri) dan Sufur (tidak menutup aurat) ketika keluar rumah, karena itu-menyebabkan fitnah dan menarik perhatian. Rasulullah bersabda, "Ada dua golongan penghuni neraka dan disebutkan salah satu diantaranya- wanita yang berpakaian tapi telanjang dan berjalan miring berlenggak-lenggok. Dan pakaian yang paling dianjurkan adalah abaya yang sederhana (pakaian berwarna hitam yang menutupi seluruh tubuh), menutup kedua tangan dan kaki, serta tidak menggunakan wangi-wangian. Hendaklah mencontoh Ummahatul Mu'minun dan Shahabiyat, bila keluar rumah mereka itu bagaikan burung gagak yang memakai pakaian hitam, tidak sesuatupun dari tubuh mereka yang terlihat.

[3] Hindari membaca majalah-majalah yang merusak dan menonton film-film-yang terdapat adegan porno, karena itu akan membangkitkan nafsu seks dan Anda akan meremehkan perbuatan keji dengan menamakannya sebagai cinta dan persahabatan, dan menampakkan perbuatan zina dengan menamakan hubungan kasih sayang yang matang antara seorang laki-laki dan wanita. Janganlah merusak rumahmu, hatimu dan akalmrnu dengan hubungan-hubungan yang diharamkan.

[4] Allah berfirman, "Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan." (Lukman:6). Maka hindarilah (minimal kurangi) mendengarkan lagu-lagu dan musik, hiasilah pendemgaranmu dengan lantunan ayat-ayat suci Alquran, rutinlah membaca dzikir dan istighfar, perbanyaklah dzikrul maut (mengingat mati) dan Muhasabatun Nafs (evaluasi diri).

[5] Takutlah kepada Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi. Ini adalah rasa takut yang paling tinggi yang menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat. Anggaplah bahwa ketika anda tergelincir pada perbuatan zina, maka bagamana jika seandainya hal itu diketahui oleh bapakmu, ibumu, saudara-saudaramu, kerabatmu atau suamimu/istrirmu? Dalam pandangan dan buah bibir mereka ketika Anda meninggal, mereka akan menganggap Anda sebagai seorang pezina, na'udzu billahi min dzalik.

[6] Mencari teman yang shaleh atau sholehah yang selalu siap menolong dan membantu Anda, karena manusia itu lemah sementara setan siap menerkam di mana saja dan kapan saja. Hindarilah teman jelek, karena ia akan datang kepada Anda bagaikan seorang pencuri yang masuk secara sembunyi-sembunyi mencuri kesempatan hingga ia menggelincirkanmu pada sesuatu yang diharamkan.

[7] Perbanyak berdoa, karena Nabi umat ini termasuk orang yang senantiasa membaca doa dan banyak istighfar.

[8] Tidak membiarkan waktu senggang berlalu kecuali dengan membaca Alquran. Berusaha menghafal apa yang mudah dari Alquran. Kalau Anda memiliki semangat yang tinggi, bergabunglah dengan kelompok Tahfidzul Quran. Karena jika diri Anda tidak disibukkan dengan ketaatan dan ibadah, maka Anda akan disibukkan oleh kebathilan.

[9] Ingatlah bahwa Anda akan meninggalkan dunia ini dengan lembaran-lembaran yang Anda tulis sepanjang hari-hari kehidupan Anda. Bila lernbaran-lembaran itu penuh dengan ketaatan dan ibadah, maka bergernbiralah. Dan bila sebaliknya, segeralah bertaubat sebelum meninggal. Karena hari kiamat itu adalah hari penyesalan. Allah berfirman, "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan." (Maiyam: 39). Yaitu hari dibukanya segala hal yang tersembunyi) dan lembaran-lembaran yang beterbangan. Hari dimana seorang ibu yang menyusui melupakan anaknya yang sedang ia susui.

[10] Hati-hati menggunakan telepon, jangan sampai menjerumuskan banyak manusia, laki-laki maupun wanita, dalam perbuatan zina. Maka janganlah Anda menjadi salah satu dari mereka yang menjadi korban. Dan ketahuilah bahwa Allah akan memberikan anda jalan keluar, dan keselamatan dari padanya

Mau berakhlak seperti Nabi Yusuf di Zaman Modern ? Pasti MAU...dan pastinya HARUS BISA ...
Readmore »»

Jantung dalam Al Qur'an dan Hadits

Oleh
DR. Rinto Anugraha, Dosen UGM Yogyakarta

Baru-baru ini, sebuah jurnal kedokteran ilmiah kedokteran Internasional di bidang jantung, International Journal of Cardiology, mempublikasikan sebuah paper yang berjudul "The heart and cardiovascular system in the Qur'an and Hadeeth" (Jantung dan sistem jantung dalam Al Qur'an dan Hadits). Ini termasuk sebuah paper yang langka.

Paper itu ditulis oleh Marios Loukas, Yousuf Saad, Shane Tubbs dan Mohamadali Shoja. Penulis pertama, Marios Loukas adalah seorang Profesor di St. George University dengan bidang riset seputar jantung, teknik dan anatomi pembedahan, arteriogenesis hingga pendidikan medis.

http://www.sgu.edu/research/research-investigators-loukas.html

Pencarian dengan menggunakan portal ISIWeb Knowledge menyebutkan sekitar 280 paper ilmiah yang pernah ditulis oleh Marios Loukas di bidang jantung. Ini menunjukkan kredibilitas beliau sebagai pakar yang berkompeten untuk berbicara soal jantung, termasuk tulisannya yang membicarakan jantung di dalam Al Quran dan Hadits.

International Journal of Cardiology itu sendiri termasuk jurnal ternama di bidang jantung. Nilai Impact factor jurnal tersebut sekitar 3. Paper yang diterbitkan itu dapat dilihat di
http://www.internationaljournalofcardiology.com/article/S0167-5273(09)00566-X/abstract

Bagi pembaca yang tertarik dengan paper tersebut, silakan mendownload file pdfnya di
http://www.4shared.com/document/tsQIFQ4J/heart-cardiovascular-quran-had.html

Mungkin penting untuk diketahui disini, bahwa kata "heart" dalam dunia kedokteran berarti jantung, bukan hati. Adapun "hati" dalam kedokteran adalah liver. Karena itu kata "qalb" dalam bahasa Arab, diterjemahkan oleh penulis paper tersebut menjadi "heart", yang dalam bahasa Indonesia berarti jantung.

Ada sejumlah hal menarik dari paper tersebut.

Paper tersebut dikirim dan sampai (received) ke jurnal tersebut pada tanggal 7 Mei 2009. Ternyata, hanya dalam 5 hari kemudian tanggal 12 Mei 2009, paper tersebut langsung disetujui (accepted) oleh editor jurnal tersebut. Sepanjang pengetahuan saya, proses ini sangat-sangat cepat. Rata-rata sebuah paper membutuhkan waktu satu hingga beberapa bulan untuk dapat disetujui oleh editor jurnal. Bahkan ada yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Lamanya proses itu salah satunya karena adanya diskusi panjang dengan reviewer atau pihak ketiga yang memberikan penilaian layak tidaknya sebuah paper untuk dapat diterbitkan di sebuah jurnal ilmiah. Dugaan saya, proses yang hanya lima hari sejak proses received hingga accepted ini disebabkan karena editor langsung setuju dengan isi paper tersebut sehingga tidak diperlukan lagi proses pengecekan oleh pihak ketiga.

Paper itu sendiri terbit secara online pada 25 Agustus 2009. Kemudian dicetak dalam edisi kertas baru-baru saja, pada 1 April 2010.

Dalam pengantarnya, penulis menjelaskan kemajuan ilmu kedokteran saat ini nampaknya melupakan kontribusi dari sejumlah teks-teks agama, salah satunya adalah Quran dan Hadits. Padahal beliau menyebut deskripsi yang akurat tentang struktur anatomi, prosedur bedah, karakteristik fisiologi dan pengobatan medis, "Found within the Qur'an and Hadeeth are accurate descriptions of anatomical structures, surgical procedures, physiological characteristics, and medical remedies." Paper itu ditulis sebagai review atau rangkuman untuk menyajikan secara akurat kontribusi Al Quran dan Hadits dengan fokus khusus pada sistem jantung "to accurately present the anatomical and medical contributions of the Qur'an and Hadeeth, with specific focus on the cardiovascular system."

Setelah menyebutkan sejarah singkat Al Quran dan Hadits, Marios Loukas menjelaskan perbedaan kontras dalam Islam dan Kristen mengenai hubungan antara agama dan sains. Dalam sejarah Kristen di abad pertengahan dan masa Renaissance, pengaruh gereja Kristen melumpuhkan (stifle) perkembangan sains, bahkan jika pengamatan sains tersebut sebenarnya didukung oleh perhitungan dan pemikiran rasional. Sementara, sains di era kejayaan Islam berkembang luas disebabkan ajaran Islam mendorong (encourage) dan mendukung riset sains. Selain itu, dalam Islam pencarian ilmu pengetahuan merupakan bagian dari ibadah kepada Tuhan (an act of worship to God).

Paper itu menjelaskan tentang pandangan umum tentang pengobatan dalam Al Qur'an dan Hadits. Diantaranya, Allah SWT yang menciptakan penyakit, dan setiap penyakit itu selalu ada obat dan metode penyembuhannya. Sebuah penyakit yang sembuh terjadi karena adanya ijin dari Allah SWT (permission of God). Ada dua macam perlakuan (treatment) untuk proses penyembuhan suatu penyakit, yaitu secara spiritual dan fisik. Sebab, Al Quran menyebut penyakit tidak hanya berupa penyakit fisik, namun juga penyakit yang "tersembunyi" seperti keragu-raguan (doubt), kotoran keimanan (impurity), kemunafikan (hypocrisy) dan tidak beriman (disbelief) dan dusta (falsehood).

Selain penyakit batin tersebut, Al Quran dan Hadits juga mendiskusikan beberapa penyakit fisik seperti sakit perut (abdominal pain), mencret (diarrhea), demam (fever), penyakit kusta (leprosy), and penyakit mental. Diantara obat yang manjur adalah madu karena mengandung gula, vitamin dan anti mikroba. Selanjutnya Al Quran berbicara tentang makanan apa saja yang haram dikonsumsi, seperti bangkai, darah, daging babi serta yang disembelih tidak atas nama Allah.

Mengenai sistem jantung, darah dan sirkulasinya, penulis menyebut tentang sebuah ayat Al Quran yang menyatakan bahwa "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" (Qaaf 16). Ini menunjukkan relasi antara Allah SWT dengan hamba-Nya, sekaligus mengisyaratkan pentingnya pembuluh darah di leher dan hubungannya dengan jantung.

Panjang lebar, penulis paper tersebut juga mengupas jantung, penyakit yang berkaitan dengan jantung, serta kontribusi Al Qur'an dan Hadits bagi dunia medik. Seperti, pembuluh darah aorta, diskusi seputar darah pada penyembelihan binatang. Al Quran juga menyebut ada tiga kelompok manusia berdasarkan keadaan "heart", yaitu orang yang beriman (believers) yang memiliki heart yang hidup, orang kafir (rejecters of faith) yang memiliki heart yang mati, dan orang munafik (the hypocrites) yang ada penyakit dalam heart. Karena itu Marios Loukas menyatakan bahwa heart memiliki dua tipe, yaitu spiritual heart dan physical heart. Tiga kategori itu termasuk ke dalam spiritual heart. Ia juga menyebutkan bahwa ulama (scholars) membagi dua jenis penyakit dalam spiritual heart, yaitu syubuhat dan syahwat.

Bagin yang juga menarik, ketika secara tidak langsung gaya hidup manusia yang dikehendaki oleh Allah SWT, membuat kemungkinan terkena penyakit jantung menjadi lebih kecil, seperti melakukan aktivitas spiritual, makan secukupnya, bekerja secara fisik, tidak marah dan iri hati, menjauhi keserakahan, serta menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang dilarang. Termasuk dibahas pula gerakan-gerakan shalat (berdiri, sujud duduk) yang berhubungan dengan kesehatan, sampai-sampai gerakan orang shalat yang malas seperti yang dilakukan oleh orang munafik dikecam dalam Al Quran. Hingga dibahas pula, larangan Islam untuk mengkonsumsi alkohol untuk khamar yang bisa ditinjau dari segi kesehatan. Sebab, alkohol berpengaruh pada seluruh organ tubuh, seperti liver, lambung, usus, pankreas, jantung dan otak dan dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti liver cirrhosis, pancreatic insufficiency, cancer, hypertension dan heart disease.

Di bagian kesimpulan, penulis menyatakan bahwa Al Qur'an dan ucapan Nabi Muhammad merupakan teks agama, spiritual dan sekaligus saintifik, serta memberikan pengaruh (influence) bagi ilmu medik dan anatomi. Setelah panjang lebar menjelaskan, penulis menyatakan bahwa jantung (heart) sesungguhnya berisi unsur hati, kecerdasaan dan emosi, sebagaimana juga unsur fisik tubuh yang dapat mengalami sakit, seperti pembekuan darah dll. Penulis juga menyatakan bahwa saintis Eropa di abad pertengahan gagal dalam mengambil manfaat dari Islam, disebabkan oleh beberapa kemungkinan diantaranya proses penterjemahan yang buruk.

Menurut hemat saya, Al Quran memang bukan kitab sains, namun petunjuk hidup bagi manusia. Bagi orang yang beriman, Al Quran juga tidak butuh bukti untuk kebenaran isinya. Namun demikian, adanya sejumlah isyarat-isyarat ilmiah yang belakangan terbukti sesuai dengan perkembangan sains modern semakin menunjukkan bahwa Al Quran bukanlah sebuah kitab yang biasa, tetapi sebuah mukjizat dari Allah SWT. Inilah domain yang dimasuki oleh Marios Loukas dan partnernya. Orang seperti Marios Loukas dengan kepakarannya di bidang jantung sangat tepat untuk membahas masalah ini. Tentu, usaha ini patut mendapat apresiasi dari kita, kaum muslimin. Salah satunya, beberapa saintis Turki menulis paper di jurnal tersebut yang berjudul "Islamic legacy of cardiology: Inspirations from the holy sources", sebagai kelanjutan dari paper Marios Loukas tersebut.

http://www.internationaljournalofcardiology.com/article/S0167-5273(09)01393-X/abstract

Disamping itu pula, sudah menjadi sunnatullah jika gembong anti Islam selalu menampakkan kebenciannya terhadap setiap upaya untuk memajukan Islam. Kalangan anti Islam dari kelompok faithfreedom.org misalnya, mereka sangat tidak suka ketika jurnal Cardiology itu menerbitkan paper tersebut. Bahkan salah satunya seperti Syed Kamran Mirza sampai menulis surat kepada jurnal tersebut agar menarik paper tersebut. Tentu saja permintaan itu ditolak.

Semoga informasi ini bisa menjadi tambahan inspirasi untuk kaum muslimin, untuk selalu menjadi yang terbaik di bidang masing-masing, menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, dan juga menjadi tambahan keimanan bagi kita, kaum muslimin.

Readmore »»

Sunday, 7 November 2010

Mendulang Pahala di Bulan Dzulhijjah

Sesungguhnya termasuk sebagian karunia Allah dan anugerah-Nya adalah Dia menjadikan untuk hamba-hamba-Nya yang shalih waktu-waktu tertentu dimana hamba-hamba tersebut dapat memperbanyak amal shalihnya. Diantara waktu-waktu tertentu itu adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah. Berkenaan dengan firman Allah Ta’ala:

”Demi Fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr:1-2)

Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam ayat ini Allah Ta’ala telah bersumpah dengan “sepuluh hari” pertama dari bulan Dzulhijjah ini. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir ath Thabari dan Ibnu Katsir rahimakumullah dalam kitab tafsir mereka.

Hari-hari sepuluh pertama bulan Dzulhijjah ini memiliki beberapa keutamaan dan keberkahan, dan penjelasannya sebagai berikut:

PERTAMA : beramal shalih pada sepuluh hari ini memiliki keutamaan yang lebih dibanding dengan hari-hari lainnya.

Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa beliau bersabda:

“Tidaklah ada amal yang lebih utama daripada amal-amal yang dikerjakan pada sepuluh hari Dzulhijjah ini.” Lalu para sahabat bertanya, “Tidak juga Jihad?” Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab,”Tidak juga Jihad, kecuali seseorang yang keluar (untuk berjihad) sambil mempertaruhkan diri (jiwa) dan hartanya,lalu kembali tanpa membawa sesuatupun.” (HR. Bukhari).

Dari Said bin Jubair rahimahullah, dan dia yang meriwayatkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma yang lalu, “Jika kamu masuk ke dalam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka bersungguh-sungguhlah sampai hampir saja ia tidak mampu menguasainya (melaksanakannya).” (HR. Ad Darimi, hadits hasan)

Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fathul Baari: “Sebab yang jelas tentang keistimewaan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji. Dan itu tidak ada di hari-hari selainnya.”

KEDUA : keutamaan yang lebih khusus pada hari kesembilan sebagai hari ‘Arafah.

Pada hari ini para jama’ah Haji melaksanakan wukuf di ‘Arafah, dan wukuf ini merupakan rukun utama dari ibadah Haji. Karenanya hari ini menjadi hari yang memiliki keitamaan yang agung dan keberkahan yang melimpah. Diantara keutamaannya, bahwa sesungguhnya Allah menggugurkan dosa-dosa (dosa kecil) selama dua tahun bagi orang yang berpuasa pada hari ‘Arafah.

Dari Abu Qatadah al Anshari radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah ditanya tentang puasa pada hari ‘Arafah, maka beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “(Puasa pada hari itu) mengugurkan dosa-dosa setahun yang lalu dan dosa-dosa setahun berikutnya.” (HR.Muslim)

Di sunnahkan pula untuk berpuasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak ber Haji (yang berada di luar ‘Arafah). Sebagaimana petunjuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, adalah beliau berbuka (tidak berpuasa) ketika berada di ‘Arafah pada hari ‘Arafah (sedang ber haji). (lihat shaih Bukhari kitab al Hajj dan shahih Muslim kitab ash Shiyaam)

Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, “Berbukanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pada hari ‘Arafah itu mengandung beberapa hikmah, diantaranya memperkuat do’a di ‘Arafah, bahwa berbuka dai puasa yang wajib saja disaat perjalanan safar lebih utama , maka apa lagi dengan puasa yang hanya hukumnya sunnah…” Ibnul Qoyyim melanjutkan, “Guru kami, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengambil jalan yang berbeda dengan orang lain, yaitu bahwa hari ‘Arafah merupakan hari raya bagi mereka yang sedang berwukuf di ‘Arafah dikarenakan pertemuan mereka disana, seperti pertemuan mereka di hari raya (yaumul ‘Ied), dan pertemuan ini hanya khusus bagi mereka yang berada di ‘Arafah saja, tidak bagi yang selain mereka…” (Zaadul Ma’aad)

Dan di antara keberkahan hari ‘Arafah berikutnya, pada hari itu banyak orang yang dibebaskan oleh Allah Ta’ala, dia mendekat ke langit dunia dan membangga-banggakan para jama’ah Haji di hadapan para Malaikat. Dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari adzab neraka daripada hari ‘Arafah. Sesungguhnya Dia (pada hari itu) mendekat, kemudian menbangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) dihadapan para Malaikat.” Lalu Dia bertanya,”Apa yang diinginkan oleh para jama’ah Haji itu?” (HR. Muslim)

Dan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Pada hari ‘Arafah sesungguhnya Allah turun ke langit dunia, lalu membangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) di hadapan para Malaikat, maka Allah berfirman,’Perhatikan hamba-hamba-Ku, mereka datang kepada-Ku dalam keadaan kusut berdebu dan tersengat teriknya matahari, datang dari segala penjuru yang jauh. Aku bersaksi kepada kalian (para Malaikat) bahwa Aku telah mengampuni mereka.’” (HR.Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al Laalikai, dan Imam al Baghawi, hadits shahih)

KETIGA : keutamaan hari ke sepuluh bulan Dzulhijjah, yaitu ‘Iedul Adh-ha yang disebut juga yaumul Nahr.

Dalil yang menunjukkan keutamaan dan keagungan hari ‘Iedul Adh-ha adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Qurth radhiallahu anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau bersabda:

“Hari teragung di sisi Allah adalah hari ‘Iedul Adh-ha (yaumul Nahr) kemudian sehari setelahnya…” (HR. Abu Dawud)

Dan hari yang agung ini dinamakan juga sebagai hari Haji Akbar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:

pic2.jpg

“Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari haji akbar.” (QS. At Taubah:3)

Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga menyebut hari agung ini dengan sebutan yang sama. Karena sebagian besar amalan-amalan manasik Haji dilakukan pada hari ini, seperti menyembelih kurban, memotong rambut, melontar jumrah dan Thawaf mengelilingi Ka’bah. (Zaadul Ma’aad). Pada hari yang penuh berkah ini, kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Ied dan mendengarkan khutbah hingga para wanita pun disyari’atkan agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana dalam ash Shahihain, bahwa Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al Harits berkata:

“Kami para wanita diperintahkan untuk keluar pada hari ‘Ied hingga hingga kami mengeluarkan gadis dalam pingitan. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haidh, berada di belakang orang-orang. Mereka bertakbir dengan takbirnya dan mereka berdo’a dengan do’anya. Mengharapkan keberkahan dan kesucian dari hari yang agung ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al Hafidz Ibnu Hajar berkomentar tentang maksud dari kehadiran para wanita tersebut di hari agung ini, sehingga para wanita berhalangan tidak luput dari perintah keluar untuk menghadirinya: “Maksud dari kehadiran mereka adalah menampakkan syi’ar Islam dengan memaksimalkan berkumpulnya kaum muslimin agar barakah hari yang mulia ini dapat meliputi mereka semua.” (Fathul Baari)

Pada hari ini dan setelahnya, yaitu pada hari-hari tasyriq, kaum muslimin bertaqarrub kepada Allah Ta’ala melalui penyembelihan hewan kurban. Dan menyembelih hewan kurban merupakan sebuah syi’ar yang agung dari syi’ar Islam.

Namun apakah sepuluh hari Dzulhijjah ini lebih mulia dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjawab persoalan ini dg jawaban yg tuntas, dimana beliau menyatakan, “Sepuluh hari Dzulhijjah lebih utama daripada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Dan sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam bulan Dzulhijjah.” (Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah)

Muridnya Ibnul Qoyyim rahimahullah juga menyatakan,” Ini menunjukkan bahwa sepuluh malan terakhir dari bulan Ramadhan menjadi lebih utama karena adanya laitatul Qadr, dan lailatul Qadr ini merupakan bagian dari waktu-waktu malamnya. sedangkan sepuluh hari Dzulhijjah mejadi lebih utama karena hari-harinya (siangnya), karena didalamnya terdapat yaumun Nahr (hari berkurban), hari ‘Arafah dan hari Tarwiyah (hari ke delapan Dzulhijjah). (Zadul Maa’ad)

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARI’ATKAN

1. Shalat

Disunnahkan untuk bersegera dalam melaksanakan hal-hal yang wajib dan memperbanyak amalan-amalan sunnah, karena itu adalah sebaik-baik cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Telah diriwayatkan dari Tsauban radhiallahu anhu, ia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Hendaklah kamu memperbanyak sujud untuk Allah. Karenaa kamu tidak bersujud kepada Allah sebanyak satu kali sujud kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan Allah akan menghapuskan darimu satu kesalahan.” (HR. Muslim)

Ketetapan ini berlaku umum, untuk segala waktu.

2. Melaksanakan Haji dan ‘Umrah

Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, salah satunya adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:

“Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yg dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah surga.” (HR. Muslim)

3. Berpuasa Pada Hari-Hari Tersebut, Terutama Pada Hari ‘Arafah

Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yg paling utama dan yg dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadits qudsi, artinya:

“Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.”

Diriwayatkan dai Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Berpuasa pada hari ‘Arafah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya.” (HR. Muslim)

Dari Hinaidah bin Khalid radhiallahu anhu, dari istrinya dari sebagian istri-istri Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dia berkata:

“Adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berpuasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah, sepuluh Muharram dan tiga hari setiap bulan.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i)

Imam Nawawi berkata tentang puasa sepuluh hari bulan Dzulhijjah: “Sangat di sunnahkan.”

4. Takbir, Tahlil dan Tahmid Serta Dzikir

Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

pic3.jpg

“…dan agar mereka menyebutkan nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (QS. Al Hajj:28)

Para ahli tafsir menafsiri bahwa yang dimaksud dengan “hari-hari yang telah ditentukan” adalah sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma yang artinya, “maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir, dan tahmid.”(HR. Ahmad)

Imam Bukhari rahimahullah berkata:” Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiallahu anhum keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh (sepuluh hari pertama) dalam bulan Dzulhijjah seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbir keduanya.”

Dia juga berkata,” Umar bertakbir dikubahnya sampai orang-orang masjid mendengarnya, maka mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang ada di pasar-pasar sampai gemuruh takbir itu menguasai pendengaranku.”

Ibnu ‘Umar bertakbir di Mina pada hari-hari itu, bertakbir juga setelah melakukan shalat, saat berada di atas ranjangnya, di perkemahannya, di majelisnya, dan diwaktu berjalan di jalan-jalan sepanjang hari-hari itu. Disunnahkan pula untuk bertakbir dengan suara yang keras berdasarkan perbuatan Umar, anak lelakinya dan Abu Hurairah.

Bentuk Takbir

Telah diriwayatkan tentang bentuk-bentuk takbir yang diriwayatkan oleh para sahabat dan tabi’in diantaranya:

a. Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiraa

b. Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil hamdu.

c. Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, wa lillaahil hamdu.

Tidak boleh mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majelis dan mengucapkannya dengan satu suara. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para salaf. Menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Hal tersebut berlaku pada semua dzikir dan berdo’a, kecuali jika ia tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

5. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat dan Dosa, Sehingga Akan Mendapatkan Ampunan dan Rahmat Allah Ta’ala.

Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba Allah Ta’ala dan ketaatan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah Ta’ala kepadanya. disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakal seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

6. Banyak Beramal Shalih

Memperbanyak amalan-amalan shalih berupa ibadah sunnah seperti: shalat, sedekah, jihad, membaca Al Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Amalan yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah utama. Sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang utama, kecuali jihadnya orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban dan Hari-Hari Tasyriq

Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam yakni ketika Allah menebus putranya dengan sembelihan yang agung dan juga sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Tentang keutamaan hari raya kurban , telah di jelaskan diatas dalam pasal ketiga (keutamaan yaumul Nahr) keutamaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah.

8. Melaksanakan Shalat Idul Adh-ha dan Mendengarkan Khutbahnya.

Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyari’atkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti: nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukkan dan sejenisnya. Dimana hal tersebut akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukannya selama sepuluh hari. Tentang keutamaan hari ini , telah dijelaskan sebagiannya diatas.

Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

KEUTAMAAN HARI-HARI TASYRIQ

Hari Tasyriq adalah tiga hari (tgl 11,12,13 dzulhijjah) setelah yaumun Nahr, dinamakan hari tasyriq karena pada hari itu orang-orang mengeringkan atau mendendengkan dan menyebarkan daging kurban. (Syarhun Nawawi li Shaihi Muslim).

Allah Ta’ala berfirman:

pic4.jpg

“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al Baqarah :203)

Berkata Ibnu Abbas radhiallahu anhuma: “’dalam beberapa hari yang berbilang’ adalah hari-hari tasyriq.”

Dalam Shahih Muslim dari hadits Nabisyah al Hadzali radhiallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.” Dan dalam suatu riwayat dengan tambahan: “Dzikir kepada Allah.” (HR. Muslim)

Dan terdapat pula di dalam as Sunnan dari ‘Uqbah bin Amir radhiallahu anhu bahwa dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Hari ‘Arafah, hari raya kurban dan hari-hari tasyriq merupakan hari raya kita pemeluk Islam, dan dia merupakan hari-hari makan dan minum.” (HR. Abu Dawud)

Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan,” Dalam sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa hari-hari tersebut merupakan ‘hari-hari makan dan minum serta dzikir kepada Allah’, sebagai sebuah isyarat bahwa makan dan minum pada hari-hari raya tersebut merupakan mekanisme yang membantu untuk meningkatkan dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Sebagai bagian dari kesempurnaan mensyukuti nikmat Allah, yaitu menjadikan hari-hari makan dan minum sebagai alat yang menolongnya untuk berbuat ta’at kepada-Nya…”(Latha iful Ma’aarif, Ibnu Rajab)

Pada hari-hari ini disyari’atkan untuk bertakbir sebagaimana dilakukan oleh para Sahabat radhiallahu anhum dan generasi Salaf yang datang setelah masa mereka (para Sahabat). Takbir ini juga merupakan salah satu bentuk dari berbagai dzikir kepada Allah. Adapun waktu bertakbir, para ulama memiliki beberapa pendapat. Dan pendapat yang paling shahih dan masyhur bahwa takbir dimulai dari pagi hari ‘Arafah sampai akhir hari Tasyriq. (Tafsir Ibnu Katsir dan Fathul Baari).

Dalil-dalil yang mengidentifikasikan kemuliaan hari-hari tasyriq ini adalah jatuhnya masa pelaksanaan beberapa amalan manasik Haji pada hari-hari tasyriq tersebut, seperti hari (mabit) di Mina, hari-hari melontar jumrah, hari-hari menyembelih hewan kurban dan lain sebagainya. Dan di antara hari-hari tasyriq sendiri, maka hari yang paling utama pada periode tersebut adalah hari pertamanya, sebagaimana dalam hadits berikut:

“Hari teragung di sisi Allah adalah hari ‘Iedul Adh-ha (yaumun Nahr) kemudian sehari setelahnya (yaumul qarri)…” (HR. Abu Dawud)

Dinamakan yaumul qarri karena pada hari itu mereka berada di Mina dan berdiam diri disana.

Maraji:

Kitab At Tabarruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu (edisi terjemahan, Amalan dan Waktu yg Diberkahi), penulis dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al Juda’i.

Kitab Ibadah Kurban Keutamaan dan Koreksi atas Berbagai Kesalahannya, penulis Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al jibrin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Rasyid bin Abdullah al Ghufaili.

Kitab Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah, Hukum Qurban, Syari’at Aqiqah dan Fiqh Dua Hari Raya, penulis Ustadz Abdullah Shalih Al Hadrami (materi kajian majelis taklim dan dakwah Husnul Khatimah, Malang)

Sumber : Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah (www.abuzubair.wordpress.com)

Readmore »»

Saturday, 6 November 2010

Hati Yang Terbaik

Oleh :
Muhammad Nur Ichwan Muslim

Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,

يا كميل بن زياد القلوب أوعية فخيرها أوعاها للعلم احفظ ما أقول لك الناس ثلاثة فعالم رباني ومتعلم على سبيل نجاة وهمج رعاع اتباع كل ناعق يميلون مع كل ريح لم يستضيئوا بنور العلم ولم يلجئوا إلى ركن وثيق

“Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya 1/70-80).

Hati yang Terbaik

Wasiat khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu ini, adalah suatu wasiat yang terkenal di kalangan para ulama yang menjelaskan kategori manusia.

Setelah beliau menjelaskan bahwa hati manusia itu adalah bagaikan wadah, maka hati yang terbaik adalah hati yang dipenuhi dengan ilmu. Hati yang dipenuhi oleh pemahaman terhadap Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena mereka yang memahami Al Qur-an dan sunnah rasul-Nya adalah orang-orang yang dikehendaki oleh Allah ta’ala untuk memperoleh kebaikan sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari nomor 71 dan Muslim nomor 1037).

Pada sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, rasulullah menyebutkan lafadz خيرا yang berarti kebaikan dalam bentuk nakirah (indefinitif) yang didahului oleh kalimat bersyarat sehingga menunjukkan makna yang umum dan luas. Seakan-akan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mengatakan, jika Allah menghendaki seluruh kebaikan diberikan kepada seorang, maka Allah hanya akan memberikannya kepada para hamba-Nya yang Dia pahamkan terhadap agama-Nya. Karena seluruh kebaikan hanya Allah berikan bagi orang-orang yang mau mempelajari dan mengkaji agama Allah ta’ala.

Dari hadits di atas juga, kita dapat memahami bahwasanya mereka yang enggan mempelajari agama Allah ta’a a, maka pada hakikatnya mereka tidak memperoleh kebaikan.

Oleh karenanya, imam Ibnu Hajr Al Asqalani Asy Syafi’i tatkala menjelaskan hadits di atas, beliau mengatakan,

مَفْهُوم الْحَدِيث أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّه فِي الدِّين – أَيْ : يَتَعَلَّم قَوَاعِد الْإِسْلَام وَمَا يَتَّصِل بِهَا مِنْ الْفُرُوع – فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْر

“Konteks hadits di atas menunjukkan bahwa seorang yang tidak memahami agama, dalam artian tidak mempelajari berbagai prinsip fundamental dalam agama Islam dan berbagai permasalahan cabang yang terkait dengannya, maka sungguh ia diharamkan untuk memperoleh kebaikan” (Fathul Baari 1/165).

Sang Alim Rabbani

Kemudian khalifah ’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu menerangkan bahwasanya manusia terbagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama adalah عالم رباني seorang yang berilmu, mengajarkan, mendakwahkan dan menyebarkan ilmunya. Karena seorang alim rabbani adalah sebagaimana yang diterangkan oleh imam Mujahid rahimahullah ta’ala,

الرباني الذي يربي الناس بصغار العلم قبل كباره

”Ar Rabbani adalah seorang yang mengajari manusia hal-hal yang mendasar sebelum mengajari mereka dengan berbagai hal yang rumit.” (Tafsir Al Qurthubi 4/119).

Maka, seorang rabbani adalah seorang yang mengajarkan ilmunya. Maka dialah seorang yang selayaknya kita ikuti. Dialah seorang yang berilmu dengan ilmu yang benar yaitu yang berupa Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh imam Asy Syafi’i rahimahullah

كُلُّ الْعُلُوْمِ سِوَى الْقُرْآنِ مُشْغِلَةٌ إِلاَّ الْحَدِيْثَ وَ عِلْمَ الْفِقْهِ قِي الدِّيْنِ

اَلْعِلْمُ مَا كَانَ فِيْهِ قَالَ حَدَّثَنَا وَ مَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَسُ الشَّيَاطِيْنَ

Setiap ilmu selain Al Qur-an akan menyibukkan, kecuali ilmu hadits dan fiqih

Ilmu adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat ungkapan ‘Haddatsana’ (yaitu ilmu yang berdasar kepada wahyu)

Adapun ilmu selainnya, hal itu hanyalah bisikan syaithan semata (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).

Namun yang patut dicamkan oleh mereka yang berilmu adalah ilmu yang mereka ketahui dan ajarkan kepada manusia selamanya tidak akan bermanfaat hingga mereka mengamalkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مثل العالم الذي يعلم الناس الخير و ينسى نفسه كمثل السراج يضيء للناس و يحرق نفسه

“Permisalan seorang alim yang mengajari kebaikan kepada manusia namun melupakan dirinya (karena tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lilin yang menerangi manusia namun justru membakar dirinya sendiri.” (Al Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu nomor 10770 dengan sanad yang shahih).

Penuntut Ilmu di Atas Jalan Keselamatan

Jika kita bukan termasuk kategori yang pertama, maka hendaknya kita menjadi orang yang termasuk dalam kategori kedua, kategori yang beliau katakan sebagai متعلم على سبيل نجاة yaitu seorang yang mau belajar dan orang inilah orang yang berada di atas jalan keselamatan.

Maka benarlah apa yang beliau katakan, karena sesungguhnya seorang yang terus mau belajar adalah orang yang sedang meniti jalan menuju surga sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة

“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim nomor 2699).

Maka seorang yang selalu belajar dan belajar, maka dialah على سبيل نجاة orang yang berada di atas jalan keselamatan.

Hamajun Ra-a’ (Gembel yang Tidak Berguna)

Adapun orang yang selain kedua golongan ini. Maka hal ini adalah sesuatu yang memalukan dan sangat berbahaya.

Kata beliau mereka ini adalah orang-orang yang gembel dan tidak begitu berguna. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki sifat mengikuti setiap orang yang berkomentar dan mengikuti kemana arah angin bertiup.

Artinya, siapa saja yang memberikan komentar kepadanya, maka dia akan mengikutinya tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. Orang ini tidak memiliki pendirian, ketegasan sikap karena ia tidak memiliki ilmu. Maka dia adalah seorang yang bingung.

Maka beliau katakan bahwa orang ini layaknya seperti pohon yang mengikuti kemana arah angin bertiup. Itulah orang-orang yang tidak menjalani kehidupannya dengan cahaya ilmu, dengan cahaya firman Allah dan sabda rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang ini adalah orang yang tidak berada dalam posisi yang kokoh dan kuat sehingga ia adalah seorang yang cepat berubah dan tidak memiliki pendirian. Orang yang mengikuti apa saja yang dikatakan oleh orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Maka boleh jadi dan bisa jadi dia celaka dikarenakan hal tersebut.

Persis seperti kejadian yang terjadi di masa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada seorang yang terlempar dari untanya, maka kepalanya pun terluka. Namun pada malam hari, dia bermimpi sehingga dia memasuki pagi hari dalam kondisi junub. Akan tetapi ia tidak tahu bagaimana bersikap dikarenakan minimnya ilmu yang dia miliki. Akhirnya dia pun bertanya kepada orang yang berada di sampng kanan dan di samping kirinya. Apakah ia harus mandi untuk bersuci atau dia diperbolehkan bertayammum karena kepalanya terluka.

Ternyata dia bertanya kepada orang yang salah, sehingga dia memperoleh jawaban yang salah. Pihak yang ditanyai menyarankan bahwa dia tetap harus mandi karena tidak ada rukhshah (dispensasi) bagi dirinya. Akhirnya orang ini pun mandi, dan ia pun meninggal. Karena ketidaktahuannya tentang suatu hal yang mendasar bagi seorang muslim, yaitu bagaimana cara seorang muslim harus bersuci, kapan dia harus mandi dan bertayammum, akhirnya … keadaan naas pun menimpanya.

Demikian pula, seorang yang tidak menuntut ilmu agama pada hakekatnya dia bagaikan jasad yang tidak bernyawa. Hal ini dikarenakan ilmu agama adalah nutrisi bagi hati yang menentukan keberlangsungan hidup hati seorang. Seorang yang tidak memahami agamanya, dia layaknya sebuah mayat meski jasadnya hidup. Tidak heran jika al Imam asy Syafi’i rahimahullah sampai mengatakan,

مَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً تَجَرَّعَ ذُلُّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ

وَ مَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ

Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar

Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya

Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda

Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).

Urgensi Menuntut Ilmu Agama

Wasiat Amir al-Mukminin, Ali radhiallahu anhu di atas pada dasarnya menghasung kita sebagai umat Islam untuk mempelajari agama ini dengan benar, karena diri kita sangatlah butuh akan ilmu agama ini.

Al Imam Ahmad rahimahullah mengatakan,

الناس محتاجون إلى العلم قبل الخيز و الماء لأن العلم محتاجون إليه الإنسان في كل ساعة و الخبز و الماء في اليوم مرة أو مرتين

“Manusia sangat membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan terhadap roti dan air, karena ilmu dibutuhkan manusia di setiap saat. Sedangkan roti dan air hanya dibutuhkan manusia sekali atau dua kali” (Al Adab asy Syar’iyyah 2/44-45).

Faktor yang membuat kita memahami urgensi menuntut ilmu syar’i di saat ini adalah jika kita mengamati realita keagamaan di sekitar kita. Jika kita mau mengamati, betapa banyak pada zaman sekarang orang-orang yang berbicara tentang agama Allah ini tanpa dilandasi dengan ilmu.

Mantan artis yang baru saja berkubang dengan kemaksiatan, kemudian merubah penampilan sehinga nampak shalih dijadikan ikon keshalihan dan dijadikan tempat bertanya mengenai permasalahan agama. Seorang yang tidak pernah mengenyam pendidikan agama secara formal, tidak memiliki background pendidikan agama, tidak tahu bahasa Arab, tidak menghafal al Qur-an begitupula tidak tahu-menahu mengenai hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimintai pendapatnya dalam permasalahan agama.

Sungguh benar apa yang disabdakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, beliau telah mensinyalir hal ini akan terjadi dalam sebuah haditsnya,

سيأتي على الناس سنوات خداعات يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة . قيل وما الرويبضة ؟ قال : الرجل التافه ؛ يتكلم في أمر العامة

“Akan datang tahun-tahun yang dipenuhi penipuan. Pada saat itu, seorang pendusta justru dibenarkan dan seorang yang jujur malah didustakan. Seorang pengkhianat malah dipercaya dan seorang yang amanah malah dikhianati. Pada saat itu, ar-ruwaibidhah akan angkat bicara. Para sahabat bertanya, “Apa ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Ar-rumwaibidhah adalah seorang yang (pada hakekatnya) dungu, namun berani bicara mengenai urusan umat.” (Ash-Shahihah nomor 1887).

Begitupula jika kita menyimak firman Allah yang mencela kebodohan seorang terhadap agama-Nya, maka kita akan memahami bahwa setiap muslim dituntut untuk mengetahui perkara agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٦)يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (٧)

“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (Ar Ruum: 6-7).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,

أي: أكثر الناس ليس لهم علم إلا بالدنيا وأكسابها وشؤونها وما فيها، فهم حذاق أذكياء في تحصيلها ووجوه مكاسبها، وهم غافلون عما ينفعهم في الدار الآخرة، كأن أحدهم مُغَفّل لا ذهن له ولا فكرة

“Maksudnya kebanyakan manusia tidak memiliki pengetahuan melainkan tentang dunia dan pergulatan serta kesibukannya, juga segala apa yang di dalamnya. Mereka cukup cerdas untuk mencapai dan menggeluti berbagai kesibukan dunia, tetapi mereka lalai terhadap urusan akhirat dan berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka di alam akhirat, seakan-akan seorang dari mereka lalai, tidak berakal dan tidak pula memikirkan (perkara akhiratnya)”

Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,

>والله لَبَلَغَ من أحدهم بدنياه أنه يقلب الدرهم على ظفره، فيخبرك بوزنه، وما يحسن أن يصلي

“Demi Allah, seorang dari mereka akan berhasil menggapai dunia, dimana ia bisa membalikkan dirham di atas kukunya, lalu dia mampu memberitahukan anda tentang beratnya. Namun dia tidak becus dalam mengerjakan shalat”

Dampak dari kebodohan terhadap agama Allah adalah berkurangnya keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang muslim yang ‘alim terhadap perkara agama akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang keridlaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap dirinya, dan begitupula ia akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang kemurkaan Allah sehingga ia dapat menjauhinya.

Berbeda halnya dengan seorang muslim yang tidak tahu perkara agama, karena ketidaktahuan dirinya dan sedikitnya ilmu agama yang ia miliki terkadang ia menerjang kemaksiatan, mendahulukan perkara-perkara yang tidak penting, atau rela menjual agamanya demi mendapatkan dunia. Dia tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah, sehingga terkadang orang yang jahil terhadap agama, akan menyembah Allah sekenanya saja, ia tidak terlalu mempedulikan apakah ibadah yang ia lakukan telah diterima oleh Allah.

Terkadang, dia beranggapan bahwa ibadahnya telah diterima, sehingga dirinya sangat minim untuk menginstropeksi berbagai amalan yang ia lakukan dan mengukurnya dengan barometer syari’at, dengan barometer yang ditetapkan oleh Allah ta’ala. Hal ini dikarenakan barometer yang ada pada dirinya telah terbalik.

Berdasarkan hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu agama merupakan sumber dari setiap kebaikan, sedangkan kebodohan terhadap agama ini merupakan sumber dari setiap keburukan.

Jika kita menyimak ayat-ayat Al Qur-an, maka kita pun akan menemukan bahwa berbagai bentuk kesyirikan –yang notabene adalah dosa terbesar- dan kemaksiatan bersumber dari ketidaktahuan seorang terhadap perkara agamanya. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,

وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (١٣٨)

“Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Rabb)” (Al A’raaf: 138).

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (٥٤)أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (٥٥)

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?” “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)” (An Naml 54-55).

Coba anda perhatikan kedua ayat di atas, bukankah permintaan Bani Israil kepada nabi Musa ‘alaihis salam agar dibuatkan sesembahan (berhala) dan tindakan homoseks kaum nabi Luth berangkat dari ketidaktahuan mereka terhadap agama? Oleh karenanya, nabi Musa dan Luth menyatakan bahwa mereka adalah kaum yang jahil!

Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk menuntut ilmu agama. Siapa pun dia, apa pun profesinya wajib menuntut ilmu agama untuk menghadapi dan melepaskan diri dari berbagai fitnah yang akan dia temui di dunia.

Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan umat beliau yang berjalan di atas sunnah beliau.


Sumber : www.muslim.or.id
Readmore »»

Demi Masa

Detik-Detik Berharga

Pesan Pejuang Kehidupan

Assalamualaikum. Ahlan Wa Sahlan di Blog Catatan Pejuang Kehidupan. Silahkan Beri Kesan & Pesan. Terima Kasih Atas Kunjungannya

Buku Tamu

Blog Statistic

Follower Blog

Pengunjung Blog