tag:blogger.com,1999:blog-28262584169925659022024-03-13T10:34:28.825-07:00Catatan Pejuang KehidupanThalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.comBlogger30125tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-37416390874865900012011-06-04T17:11:00.000-07:002011-06-10T06:48:23.529-07:00Bercermin DiriSahabatku...<br />
<br />
Dalam keseharian kehidupan ini, kita seringkali melakukan aktivitas bercermin. Tidak pernah bosan barang sekalipun padahal wajah yang kita tatap, itu-itu juga, aneh bukan?! Bahkan hampir pada setiap kesempatan yang memungkinkan, kita selalu menyempatkan diri untuk bercermin. Mengapa demikian? Sebabnya, kurang lebih karena kita ingin selalu berpenampilan baik, bahkan sempurna. Kita sangat tidak ingin berpenampilan mengecewakan, apalagi kusut dan acak-acakan tak karuan.<br />
<br />
Hanya saja, jangan sampai terlena dan tertipu oleh topeng sendiri, sehingga kita tidak mengenal diri yang sebenarnya, terkecoh oleh penampilan luar. Oleh karena itu marilah kita jadikan saat bercermin tidak hanya topeng yang kita amat-amati, tapi yang terpenting adalah bagaimana isi dari topeng yang kita pakai ini. Yaitu diri kita sendiri.<br />
<br />
Sahabatku...<br />
<br />
Mulailah amati wajah kita seraya bertanya, “Apakah wajah ini yang kelak akan bercahaya bersinar indah di surga sana ataukah wajah ini yang akan hangus legam terbakar dalam bara jahannam?”<br />
<br />
Lalu tatap mata kita, seraya bertanya, “Apakah mata ini yang kelak dapat menatap penuh kelezatan dan kerinduan, menatap Allah yang Mahaagung, menatap keindahan surga, menatap Rasulullah, menatap para Nabi, menatap kekasih-kekasih Allah kelak? Ataukah mata ini yang akan terbeliak, melotot, menganga, terburai, meleleh ditusuk baja membara? Akankah mata terlibat maksiat ini akan menyelamatkan? Wahai mata apa gerangan yang kau tatap selama ini?”<br />
<br />
Lalu tataplah mulut ini, “Apakah mulut ini yang di akhir hayat nanti dapat menyebut kalimat thayibah, ‘laaillaahaillallaah’, ataukah akan menjadi mulut berbusa yang akan menjulur dan di akhirat akan memakan buah zakum yang getir menghanguskan dan menghancurkan setiap usus serta menjadi peminum lahar dan nanah? Saking terlalu banyaknya dusta, ghibah, dan fitnah serta orang yang terluka dengan mulut kita ini!”<br />
<br />
“Wahai mulut apa gerangan yang kau ucapkan? Betapa banyak dusta yang engkau ucapkan. Betapa banyak hati-hati yang remuk dengan pisau kata-katamu yang mengiris tajam? Betapa banyak kata-kata yang manis semanis madu palsu yang engkau ucapkan untuk menipu beberapa orang? Betapa jarangnya engkau jujur? Betapa jarangnya engkau menyebut nama Allah dengan tulus? Betapa jarangnya engkau syahdu memohon agar Allah mengampunimu?”<br />
<div class="fullpost">Sahabatku...<br />
<br />
Tataplah diri kita dan tanyalah, “Hai kamu ini anak shaleh atau anak durjana? Apa saja yang telah kamu peras dari orang tuamu selama ini? Dan apa yang telah engkau berikan? Selain menyakiti, membebani, dan menyusahkannya?! Tidak tahukah engkau betapa sesungguhnya engkau adalah makhluk tiada tahu balas budi!”<br />
<br />
“Wahai tubuh, apakah engkau yang kelak akan penuh cahaya, bersinar, bersukacita, bercengkrama di surga sana? Atau tubuh yang akan tercabik-cabik hancur mendidih di dalam lahar membara jahannam tanpa ampun dengan derita tiada akhir?”<br />
<br />
“Wahai tubuh, berapa banyak maksiat yang engkau lakukan? Berapa banyak orang-orang yang engkau zhalimi dengan tubuhmu? Berapa banyak hamba-hamba Allah yang lemah yang engkau tindas dengan kekuatanmu? Berapa banyak perindu pertolonganmu yang engkau acuhkan tanpa peduli padahal engkau mampu? Berapa pula hak-hak yang engkau rampas?”<br />
<br />
“Wahai tubuh, seperti apa gerangan isi hatimu? Apakah tubuhmu sebagus kata-katamu atau malah sekelam daki-daki yang melekat di tubuhmu? Apakah hatimu segagah ototmu atau selemah daun-daun yang mudah rontok? Apakah hatimu seindah penampilanmu atau malah sebusuk kotoran-kotoranmu?”<br />
<br />
Sahabatku...<br />
<br />
Ingatlah amal-amal kita, “Hai tubuh apakah kau ini makhluk mulia atau menjijikkan, berapa banyak aib-aib nista yang engkau sembunyikan dibalik penampilanmu ini? Apakah engkau ini dermawan atau si pelit yang menyebalkan? Berapa banyak uang yang engkau nafkahkan dan bandingkan dengan yang engkau gunakan untuk selera rendah hawa nafsumu”<br />
<br />
“Apakah engkau ini shaleh atau shalehah seperti yang engkau tampakkan? Khusyu-kah shalatmu, zikirmu, do’amu, …ikhlaskah engkau lakukan semua itu? Jujurlah hai tubuh yang malang! Ataukah menjadi makhluk riya tukang pamer!”<br />
<br />
Sungguh betapa beda antara yang nampak di cermin dengan apa yang tersembunyi. Betapa aku telah tertipu oleh topeng? Betapa yang kulihat selama ini hanyalah topeng, hanyalah seonggok sampah busuk yang terbungkus topeng-topeng duniawi!<br />
<br />
Sahabat-sahabat sekalian,<br />
<br />
Sesunguhnya saat bercermin adalah saat yang tepat agar kita dapat mengenal dan menangisi diri ini.***<br />
</div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-44179524773678771612011-05-31T19:21:00.000-07:002011-06-10T06:51:10.072-07:00Fitnah Itu Bernama "Cinta Terlarang"Bismillaah<br />
<br />
<br />
<br />
***********<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku,,,<br />
<br />
Fitnah itu bernama cinta<br />
<br />
Bukan bermaksud menyalahkan perasaan, tapi hanya menyalahkan cara yang salah<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku...<br />
<br />
Lihatlah siapa yang kamu banggakan ?<br />
<br />
Laki - laki asing yang kamu sebut calon suamimu ?<br />
<br />
Dia baik, dia kaya, dia mapan, dia shalih<br />
<br />
Lalu kamu ceritakan apa yang membuatmu bangga akannya<br />
<br />
<br />
<br />
Sadarlah ...<br />
<br />
Apa nya yang membuatmu bangga?<br />
<br />
Kamu hanya membanggakan sesuatu yang bukan milikmu<br />
<br />
Yang sama sekali kamu sendiri tak bisa jamin bahwa dialah jodoh yang diberikanNya<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku<br />
<br />
Lihatlah islam memuliakanmu<br />
<br />
Perintah nadzor (melihat calon istri) pun selayaknya dilakukan di depan mahrom mu<br />
<br />
Kenapa ?<br />
<br />
Supaya kamu tidak dipermainkan oleh laki-laki asing yang iseng<br />
<br />
Supaya kamu tau bahwa laki-laki yang mengunjungimu benar-benar serius<br />
<br />
Bukan, bukan dengan cara backstreet<br />
<br />
Bukan dengan bertemu di belakang berduaan saja<br />
<br />
Percayalah, kalo ini terjadi, kamu akan dengan mudah (sekedar) dilihat lalu dicampakan<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku<br />
<br />
Kamu tertawa dan bahagia dengan sms "cinta" darinya?<br />
<br />
Untuk apa ?<br />
<br />
Sama sekali itu bukan hal yang patut diacungi jempol<br />
<br />
Apa karena kamu kira dia calon suamimu ?<br />
<br />
Sekali kali kamu tak pernah tau apakah benar dia yang akan mendampingimu kelak<br />
<br />
Untuk apa mengotori hatimu untuk hal yang fatamorgana?<br />
<br />
Tak ada yang patut dibanggakan dari kalimat "perhatian" laki-laki asing !<br />
<br />
Selayaknya kamu bersedih, malu dan menangis<br />
<br />
Karena bisa jadi kamu terfitnah,<br />
<br />
Atau malah kamu yang membuat fitnah<br />
<div class="fullpost">Saudariku,,,<br />
<br />
Kamu bilang kamu tak akan terfitnah?<br />
<br />
Kamu bilang kamu bisa menjaga hati sampai menikah kelak?<br />
<br />
Sudah, cukup !<br />
<br />
Jangan bohongi hatimu sendiri<br />
<br />
Siapa? siapa yang bisa menjamin ?<br />
<br />
Jangan sampai menunggumu patah hati<br />
<br />
Lalu kamu baru sadar dari kesalahan<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku,,,<br />
<br />
Kamu takut kalau kamu nggak nanggepin obrolan iseng dia, maka kamu dicampakan?<br />
<br />
Kamu takut kalau kamu nggak nanggepin sms "aneh" dia, maka dia meninggalkanmu?<br />
<br />
Tidak kah kamu lebih takut akan murkaNya?<br />
<br />
Melakukan hal hal yang dilarangNya dengan suka cita dan sepenuh hati?<br />
<br />
Ingatlah duhai saudariku fillah<br />
<br />
Laki-laki yang baik adalah untuk wanita yang baik<br />
<br />
Itu janji Allah,<br />
<br />
dan Dia tidak akan pernah ingkar janji, jika kamu bertawakkal<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku,,,<br />
<br />
Lihatlah bagaimana kamu memanggilnya mesra demikian juga sebaliknya<br />
<br />
Ummi , abi<br />
<br />
Ade , mas<br />
<br />
"ummi lagi apa? , udah solat belum?"<br />
<br />
"ade udah makan belum? ade ayo tarawih bareng"<br />
<br />
<br />
<br />
Sakit, sakit hatiku mendengarnya<br />
<br />
Betapa aku sangat mencintaimu ukhty<br />
<br />
Ini yang ingin aku sampaikan agar kamu tidak terlena<br />
<br />
<br />
<br />
Saudariku...<br />
<br />
Bahkan 1 detik menjelang akad nikah, dia bukan siapa-siapamu<br />
<br />
Dia hanya laki-laki asing yang tidak selayaknya menerima "puja dan puji" darimu<br />
<br />
<br />
<br />
Aku dan kamu serta semua orang<br />
<br />
Tak ada yang sanggup bersumpah bahwa dialah yang PASTI akan jadi suamimu<br />
<br />
Tak ada yang bisa menebak rahasiaNya<br />
<br />
Tak akan ada ...<br />
<br />
i still believed that 'Allaah" in Heaven prepare someone for me to be my "SoulMate" .<br />
<br />
i'm sure that i will find you in a rigth time and in a right<br />
place...maybe its you..then i should say witHout if," you are the one"<br />
<br />
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت أستغفرك وأتوب إليك<br />
<br />
Sumber : http://aqeedahsaleemah.multiply.com/journal/item/113<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
http://aqeedahsaleemah.multiply.com/journal/item/113</div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-5952848576983455572011-03-12T17:45:00.000-08:002011-06-10T06:51:10.073-07:00Cinta Sejati<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga terlimpahkan kepada nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Makna ‘Cinta Sejati’ terus dicari dan digali. Manusia dari zaman ke zaman seakan tidak pernah bosan membicarakannya. Sebenarnya? apa itu ‘Cinta Sejati’ dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya?</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Masyarakat di belahan bumi manapun saat ini sedang diusik oleh mitos ‘Cinta Sejati‘, dan dibuai oleh impian ‘Cinta Suci’. Karenanya, rame-rame, mereka mempersiapkan diri untuk merayakan hari cinta “Valentine’s Day”.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Pada kesempatan ini, saya tidak ingin mengajak saudara menelusuri sejarah dan kronologi adanya peringatan ini. Dan tidak juga ingin membicarakan hukum mengikuti perayaan hari ini. Karena saya yakin, anda telah banyak mendengar dan membaca tentang itu semua. Hanya saja, saya ingin mengajak saudara untuk sedikit menyelami: apa itu cinta? Adakah cinta sejati dan cinta suci? Dan cinta model apa yang selama ini menghiasi hati anda?</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Seorang peneliti dari Researchers at National Autonomous University of Mexico mengungkapkan hasil risetnya yang begitu mengejutkan. Menurutnya: Sebuah hubungan cinta pasti akan menemui titik jenuh, bukan hanya karena faktor bosan semata, tapi karena kandungan zat kimia di otak yang mengaktifkan rasa cinta itu telah habis. Rasa tergila-gila dan cinta pada seseorang tidak akan bertahan lebih dari 4 tahun. Jika telah berumur 4 tahun, cinta sirna, dan yang tersisa hanya dorongan seks, bukan cinta yang murni lagi.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Menurutnya, rasa tergila-gila muncul pada awal jatuh cinta disebabkan oleh aktivasi dan pengeluaran komponen kimia spesifik di otak, berupa hormon dopamin, endorfin, feromon, oxytocin, neuropinephrine yang membuat seseorang merasa bahagia, berbunga-bunga dan berseri-seri. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, dan terpaan badai tanggung jawab dan dinamika kehidupan efek hormon-hormon itu berkurang lalu menghilang. (sumber: www.detik.com Rabu, 09/12/2009 17:45 WIB).</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Wah, gimana tuh nasib cinta yang selama ini anda dambakan dari pasangan anda? Dan bagaimana nasib cinta anda kepada pasangan anda? Jangan-jangan sudah lenyap dan terkubur jauh-jauh hari.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Anda ingin sengsara karena tidak lagi merasakan indahnya cinta pasangan anda dan tidak lagi menikmati lembutnya buaian cinta kepadanya? Ataukah anda ingin tetap merasakan betapa indahnya cinta pasangan anda dan juga betapa bahagianya mencintai pasangan anda?</span></span><br /></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><br /><span style="font-family: arial;">Saudaraku, bila anda mencintai pasangan anda karena kecantikan atau ketampanannya, maka saat ini saya yakin anggapan bahwa ia adalah orang tercantik dan tertampan, telah luntur.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Bila dahulu rasa cinta anda kepadanya tumbuh karena ia adalah orang yang kaya, maka saya yakin saat ini, kekayaannya tidak lagi spektakuler di mata anda.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Bila rasa cinta anda bersemi karena ia adalah orang yang berkedudukan tinggi dan terpandang di masyarakat, maka saat ini kedudukan itu tidak lagi berkilau secerah yang dahulu menyilaukan pandangan anda.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Saudaraku! bila anda terlanjur terbelenggu cinta kepada seseorang, padahal ia bukan suami atau istri anda, ada baiknya bila anda menguji kadar cinta anda. Kenalilah sejauh mana kesucian dan ketulusan cinta anda kepadanya. Coba anda duduk sejenak, membayangkan kekasih anda dalam keadaan ompong peyot, pakaiannya compang-camping sedang duduk di rumah gubuk yang reot. Akankah rasa cinta anda masih menggemuruh sedahsyat yang anda rasakan saat ini?</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Para ulama’ sejarah mengisahkan, pada suatu hari Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu bepergian ke Syam untuk berniaga. Di tengah jalan, ia melihat seorang wanita berbadan semampai, cantik nan rupawan bernama Laila bintu Al Judi. Tanpa diduga dan dikira, panah asmara Laila melesat dan menghujam hati Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu. Maka sejak hari itu, Abdurrahman radhiallahu ‘anhu mabok kepayang karenanya, tak kuasa menahan badai asmara kepada Laila bintu Al Judi. Sehingga Abdurrahman radhiallahu ‘anhu sering kali merangkaikan bair-bait syair, untuk mengungkapkan jeritan hatinya. Berikut di antara bait-bait syair yang pernah ia rangkai:</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Aku senantiasa teringat Laila yang berada di seberang negeri Samawah</span><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Duhai, apa urusan Laila bintu Al Judi dengan diriku?</span><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Hatiku senantiasa diselimuti oleh bayang-bayang sang wanita</span><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Paras wajahnya slalu membayangi mataku dan menghuni batinku.</span><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Duhai, kapankah aku dapat berjumpa dengannya,</span><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Semoga bersama kafilah haji, ia datang dan akupun bertemu.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Karena begitu sering ia menyebut nama Laila, sampai-sampai Khalifah Umar bin Al Khattab radhiallahu ‘anhu merasa iba kepadanya. Sehingga tatkala beliau mengutus pasukan perang untuk menundukkan negeri Syam, ia berpesan kepada panglima perangnya: bila Laila bintu Al Judi termasuk salah satu tawanan perangmu (sehingga menjadi budak), maka berikanlah kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu. Dan subhanallah, taqdir Allah setelah kaum muslimin berhasil menguasai negeri Syam, didapatkan Laila termasuk salah satu tawanan perang. Maka impian Abdurrahmanpun segera terwujud. Mematuhi pesan Khalifah Umar radhiallahu ‘anhu, maka Laila yang telah menjadi tawanan perangpun segera diberikan kepada Abdurrahman radhiallahu ‘anhu.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Anda bisa bayangkan, betapa girangnya Abdurrahman, pucuk cinta ulam tiba, impiannya benar-benar kesampaian. Begitu cintanya Abdurrahman radhiallahu ‘anhu kepada Laila, sampai-sampai ia melupakan istri-istrinya yang lain. Merasa tidak mendapatkan perlakuan yang sewajarnya, maka istri-istrinya yang lainpun mengadukan perilaku Abdurrahman kepada ‘Aisyah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan saudari kandungnya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Menyikapi teguran saudarinya, Abdurrahman berkata: “Tidakkah engkau saksikan betapa indah giginya, yang bagaikan biji delima?”</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Akan tetapi tidak begitu lama Laila mengobati asmara Abdurrahman, ia ditimpa penyakit yang menyebabkan bibirnya “memble” (jatuh, sehingga giginya selalu nampak). Sejak itulah, cinta Abdurrahman luntur dan bahkan sirna. Bila dahulu ia sampai melupakan istri-istrinya yang lain, maka sekarang iapun bersikap ekstrim. Abdurrahman tidak lagi sudi memandang Laila dan selalu bersikap kasar kepadanya. Tak kuasa menerima perlakuan ini, Lailapun mengadukan sikap suaminya ini kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha. Mendapat pengaduan Laila ini, maka ‘Aisyahpun segera menegur saudaranya dengan berkata:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">يا عبد الرحمن لقد أحببت ليلى وأفرطت، وأبغضتها فأفرطت، فإما أن تنصفها، وإما أن تجهزها إلى أهلها، فجهزها إلى أهلها.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Wahai Abdurrahman, dahulu engkau mencintai Laila dan berlebihan dalam mencintainya. Sekarang engkau membencinya dan berlebihan dalam membencinya. Sekarang, hendaknya engkau pilih: Engkau berlaku adil kepadanya atau engkau mengembalikannya kepada keluarganya. Karena didesak oleh saudarinya demikian, maka akhirnya Abdurrahmanpun memulangkan Laila kepada keluarganya. (Tarikh Damaskus oleh Ibnu ‘Asakir 35/34 & Tahzibul Kamal oleh Al Mizzi 16/559)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Bagaimana saudaraku! Anda ingin merasakan betapa pahitnya nasib yang dialami oleh Laila bintu Al Judi? Ataukah anda mengimpikan nasib serupa dengan yang dialami oleh Abdurrahman bin Abi Bakar radhiallahu ‘anhu?(1)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Tidak heran bila nenek moyang anda telah mewanti-wanti anda agar senantiasa waspada dari kenyataan ini. Mereka mengungkapkan fakta ini dalam ungkapan yang cukup unik: Rumput tetangga terlihat lebih hijau dibanding rumput sendiri.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Anda penasaran ingin tahu, mengapa kenyataan ini bisa terjadi?</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Temukan rahasianya pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut ini:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ. رواه الترمذي وغيره</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Wanita itu adalah aurat (harus ditutupi), bila ia ia keluar dari rumahnya, maka setan akan mengesankannya begitu cantik (di mata lelaki yang bukan mahramnya).” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Orang-orang Arab mengungkapkan fenomena ini dengan berkata:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">كُلُّ مَمْنُوعٍ مَرْغُوبٌ</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Setiap yang terlarang itu menarik (memikat).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dahulu, tatkala hubungan antara anda dengannya terlarang dalam agama, maka setan berusaha sekuat tenaga untuk mengaburkan pandangan dan akal sehat anda, sehingga anda hanyut oleh badai asmara. Karena anda hanyut dalam badai asmara haram, maka mata anda menjadi buta dan telinga anda menjadi tuli, sehingga andapun bersemboyan: Cinta itu buta. Dalam pepatah arab dinyatakan:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">حُبُّكَ الشَّيْءَ يُعْمِي وَيُصِمُّ</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">Cintamu kepada sesuatu, menjadikanmu buta dan tuli.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Akan tetapi setelah hubungan antara anda berdua telah halal, maka spontan setan menyibak tabirnya, dan berbalik arah. Setan tidak lagi membentangkan tabir di mata anda, setan malah berusaha membendung badai asmara yang telah menggelora dalam jiwa anda. Saat itulah, anda mulai menemukan jati diri pasangan anda seperti apa adanya. Saat itu anda mulai menyadari bahwa hubungan dengan pasangan anda tidak hanya sebatas urusan paras wajah, kedudukan sosial, harta benda. Anda mulai menyadari bahwa hubungan suami-istri ternyata lebih luas dari sekedar paras wajah atau kedudukan dan harta kekayaan. Terlebih lagi, setan telah berbalik arah, dan berusaha sekuat tenaga untuk memisahkan antara anda berdua dengan perceraian:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ. البقرة 102</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Maka mereka mempelajari dari Harut dan Marut (nama dua setan) itu apa yang dengannya mereka dapat menceraikan (memisahkan) antara seorang (suami) dari istrinya.” (Qs. Al Baqarah: 102)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Mungkin anda bertanya, lalu bagaimana saya harus bersikap?</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Bersikaplah sewajarnya dan senantiasa gunakan nalar sehat dan hati nurani anda. Dengan demikian, tabir asmara tidak menjadikan pandangan anda kabur dan anda tidak mudah hanyut oleh bualan dusta dan janji-janji palsu.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Mungkin anda kembali bertanya: Bila demikian adanya, siapakah yang sebenarnya layak untuk mendapatkan cinta suci saya? Kepada siapakah saya harus menambatkan tali cinta saya?</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Simaklah jawabannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ. متفق عليه</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Biasanya, seorang wanita itu dinikahi karena empat alasan: karena harta kekayaannya, kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya. Hendaknya engkau menikahi wanita yang taat beragama, niscaya engkau akan bahagia dan beruntung.” (Muttafaqun ‘alaih)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dan pada hadits lain beliau bersabda:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ. رواه الترمذي وغيره.</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Bila ada seorang yang agama dan akhlaqnya telah engkau sukai, datang kepadamu melamar, maka terimalah lamarannya. Bila tidak, niscaya akan terjadi kekacauan dan kerusakan besar di muka bumi.” (Riwayat At Tirmizy dan lainnya)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Cinta yang tumbuh karena iman, amal sholeh, dan akhlaq yang mulia, akan senantiasa bersemi. Tidak akan lekang karena sinar matahari, dan tidak pula luntur karena hujan, dan tidak akan putus walaupun ajal telah menjemput.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">الأَخِلاَّء يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلاَّ الْمُتَّقِينَ. الزخرف 67</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Orang-orang yang (semasa di dunia) saling mencintai pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. Az Zukhruf: 67)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Saudaraku! Cintailah kekasihmu karena iman, amal sholeh serta akhlaqnya, agar cintamu abadi. Tidakkah anda mendambakan cinta yang senantiasa menghiasi dirimu walaupun anda telah masuk ke dalam alam kubur dan kelak dibangkitkan di hari kiamat? Tidakkah anda mengharapkan agar kekasihmu senantiasa setia dan mencintaimu walaupun engkau telah tua renta dan bahkan telah menghuni liang lahat?</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ: أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِى النَّارِ. متفق عليه</span><br /><br /><span style="font-family: arial; font-style: italic;">“Tiga hal, bila ketiganya ada pada diri seseorang, niscaya ia merasakan betapa manisnya iman: Bila Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dibanding selain dari keduanya, ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkan dirinya, bagaikan kebenciannya bila hendak diceburkan ke dalam kobaran api.” (Muttafaqun ‘alaih)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Saudaraku! hanya cinta yang bersemi karena iman dan akhlaq yang mulialah yang suci dan sejati. Cinta ini akan abadi, tak lekang diterpa angin atau sinar matahari, dan tidak pula luntur karena guyuran air hujan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Yahya bin Mu’az berkata: “Cinta karena Allah tidak akan bertambah hanya karena orang yang engkau cintai berbuat baik kepadamu, dan tidak akan berkurang karena ia berlaku kasar kepadamu.” Yang demikian itu karena cinta anda tumbuh bersemi karena adanya iman, amal sholeh dan akhlaq mulia, sehingga bila iman orang yang anda cintai tidak bertambah, maka cinta andapun tidak akan bertambah. Dan sebaliknya, bila iman orang yang anda cintai berkurang, maka cinta andapun turut berkurang. Anda cinta kepadanya bukan karena materi, pangkat kedudukan atau wajah yang rupawan, akan tetapi karena ia beriman dan berakhlaq mulia. Inilah cinta suci yang abadi saudaraku.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Saudaraku! setelah anda membaca tulisan sederhana ini, perkenankan saya bertanya: Benarkah cinta anda suci? Benarkah cinta anda adalah cinta sejati? Buktikan saudaraku…</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Wallahu a’alam bisshowab, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan atau menyinggung perasaan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">***</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Ustadz Muhammad Arifin Badri, M.A.</span><br /><span style="font-family: arial;">Dipublikasi ulang dari www.pengusahamuslim.com</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Footnote:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">1) Saudaraku, setelah membaca kisah cinta sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar ini, saya harap anda tidak berkomentar atau berkata-kata buruk tentang sahabat Abdurrahman bin Abi Bakar. Karena dia adalah salah seorang sahabat nabi, sehingga memiliki kehormatan yang harus anda jaga. Adapun kesalahan dan kekhilafan yang terjadi, maka itu adalah hal yang biasa, karena dia juga manusia biasa, bisa salah dan bisa khilaf. Amal kebajikan para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu banyak sehingga akan menutupi kekhilafannya. Jangan sampai anda merasa bahwa diri anda lebih baik dari seseorang apalagi sampai menyebabkan anda mencemoohnya karena kekhilafan yang ia lakukan. Disebutkan pada salah satu atsar (ucapan seorang ulama’ terdahulu):</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">مَنْ عَيَّرَ أَخَاهُ بِذَنْبٍ مَنْ عَابَهُ بِهِ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَعْمَلَهُ</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Barang siapa mencela saudaranya karena suatu dosa yang ia lakukan, tidaklah ia mati hingga terjerumus ke dalam do</span><span style="font-family: arial;">sa yang sama.”</span></span><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-60040700788326757592011-02-04T18:29:00.000-08:002011-06-10T06:43:07.351-07:00Perlombaan Hakiki dan Hadiah Tak TertandingiDalil kauniyah maupun qur’aniyah menegaskan, bahwa masing-masing kita sedang berlomba. Kita saksikan, usaha manusia berbeda satu sama lain, baik dari jenis maupun tingkat semangatnya. Sesuai dengan firman-Nya,<br /><br />”Sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.” (QS. Al-Lail: 4)<br /><br />Kelak, hadiah yang didapat juga berbeda-beda, tergantung seberapa cepat dan keseriusannya dalam perlombaan. Karenanya, jannah yang disediakan tidak hanya satu tingkatan saja. Sebagaimana tersirat dalam hadits Nabi SAW,<br /><br />فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ<br /><br />”Jika kamu memohon kepada Allah, maka mohonlah Firdaus, karena ia adalah jannah yang paling tengah dan paling tinggi.” (HR. Bukhari)<br /><br />Mereka juga tidak masuk jannah secara bersama-sama. Ada yang lebih awal, ada pula yang masuk belakangan. Itu semua bukan berdasarkan urutan masa hidup mereka di dunia, tapi sesuai urutan kecepatan dan kegigihan mereka saat berlomba dalam kebaikan di dunia. Ada yang meraih derajat Saabiqun bil-khairaat (yang berlomba dalam kebaikan), muqtashidun (pertengahan), dan zhaalimun linafsih (yang menzhalimi diri sendiri), sebagaimana tersebut dalam Surat Fathir: 32. Ada yang masuk jannah tanpa hisab, ada yang dihisab dengan cara yang mudah, dan ada pula yang harus melalui hisab yang pelik.<br /><div class="fullpost"><br />Masih ada Peluang Di Tempat Tertinggi<br /><br />Orang yang bermental juara, bersemangat baja, tak kan menyerah begitu saja. Dia tidak mengharapkan kecuali derajat yang paling tinggi. Derajat Saabiqun bil khairaat, atau setara dengan mereka yang masuk jannah tanpa hisab. Dan peluang ini masih terbuka untuk kita. Sebagian yang tidak memahami hal ini, ditambah dengan mental yang down, pasrah dan merasa lemah untuk meraih derajat itu. Apalagi tersebut dalam hadits, bahwa jumlah mereka hanya 70.000 orang. Sebagaimana yang dikabarkan Nabi SAW saat beliau diperlihatkan dalam peristiwa Isra’<br /><br />“Inilah umatmu dan bersama mereka terdapat 70 ribu orang yang masuk jannah tanpa hisab dan tanpa adzab.” (HR Bukhari)<br /><br />Sebagian mengira bahwa jumlah itu telah tertutup kuotanya oleh para sahabat Nabi, sehingga tak ada lagi peluang bagi generasi setelahnya untuk masuk ke dalam rombongan pertama tersebut.<br /><br />Tapi, marilah kita kaji dengan teliti, kita saksikan juga bagaimana antusias generasi sesudah mereka yang tetap optimis untuk mengejar derajat itu.<br /><br />Ketika kabar tentang kaum yang masuk jannah tersebut disampaikan, seketika direspon oleh Ukasyah bin Mihshan RA. Seakan beliau takut kedahuluan yang lain, beliau berkata, ”Wahai Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar Dia menjadikan aku termasuk di antara mereka.” Maka beliaupun berdoa, “Ya Allah jadikanlah dia (Ukasyah) termasuk di antara mereka.” (HR. Bukhari)<br /><br />Saat itu orang-orangpun serentak meminta didoakan oleh Nabi, tapi beliau bersabda, “Ukasyah telah mendahului kamu.”Marilah kita simak dengan teliti. Seandainya beliau tidak bersabda seperti itu, niscaya setiap orang yang hadir dan mendengar hal itu pasti ingin mendapatkan apa yang telah diperoleh Ukasyah, dan bilangan yang terbatas itu akan segera terpenuhi sejak zaman dahulu. Akan tetapi Rasulullah SAW membiarkan kesempatan itu terbuka bagi siapa saja, agar para pemilik cita-cita dan tekad segera menyingsingkan lengan baju untuk bersungguh-sungguh dan berlomba-lomba meraih kesempatan itu. Agar generasi setelah mereka berjuang menyusul rombongan Ukasyah tanpa rasa lemah, lelah ataupun putus asa.<br /><br />Lihatlah semangat tabi’in senior, Abdullah bin Tsaub, yang dikenal dengan nama Abu Muslim Al-Khaulani, dia berkata, “Apakah para sahabat Muhammad menyangka bahwa mereka memonopoli kesempatan itu tanpa menyisakannya untuk kita? Tidak, demi Allah, kami benar-benar akan bersaing dengan mereka untuk memperolehnya, hingga mereka mengetahui bahwa mereka masih meninggalkan tokoh-tokoh di belakang mereka.”<br /><br />Begitulah sikap ‘ghibthah’, iri dengan konotasi yang baik, bukan didasari rasa benci atau hasad. Beliau paham, ditampilkannya para sosok sahabat yang demikian memukau semangatnya dalam ketaatan, bukan sekedar tontonan atau bacaan yang dijadikan hiburan, tapi agar kita menyusul mereka, atau bahkan bersaing dengan mereka mendapatkan derajat paling utama.<br /><br />Dan perlu kita ingat. Jumlah 70.000 orang yang masuk jannah tanpa hisab tersebut bisa dibilang masih ‘koma’, belum ‘titik’. Masih ada kelanjutannya. Nabi SAW bersabda,<br /><br />وَعَدَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يُدْخِلَ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي سَبْعِينَ أَلْفًا بِغَيْرِ حِسَابٍ وَلَا عَذَابٍ مَعَ كُلِّ أَلْفٍ سَبْعُونَ أَلْفًا وَثَلَاثَ حَثَيَاتٍ مِنْ حَثَيَاتِ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ<br /><br />“Rabbku berjanji kepadaku, untuk memasukkan tujuhpuluh ribu orang di antara ummatku ke dalam Jannah tanpa hisab dan adzab, setiap seribu membawa tujuhpuluh ribu orang dan tiga cakupan tangan dari cakupan tangan Rabbku.” (HR. Ahmad)<br /><br />Jika demikian, mengapa masih pesimis? Mari kita lanjutkan perlombaan ini dengan semangat yang baru. Wallahul muwaffiq. (Abu Umar Abdillah)<br /><br />Sumber : www.arrisalah.net<br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-8392319064432098182011-02-04T18:23:00.000-08:002011-02-04T18:29:13.226-08:00Engkau Sang Bidadari Terpilih<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Wanita terlahir sebagai anugerah terindah dari Rabb Sang Pencipta untuk seluruh semesta. Betapa kelamnya dunia ini tanpa kehadiran seorang wanita sebagai perhiasan di tengah hiruk pikuknya kaum Adam. Pun, dia adalah sosok hamba yang penuh dengan keindahan dan menyejukkan mata yang melihatnya. Tiada tergantikan perannya, hingga tak jarang para bidadari surga iri padanya. Ketulusan dan pengorbannannya begitu dahsyat, hingga mereka pun dikabarkan memiliki 3 tingkat derajat lebih baik dibanding para panglima keluarga.<br /><br />Sebaik-baik Perhiasan<br />Ternyata, dunia yang penuh dengan gemerlap ini hanyalah perhiasan semu yang melalaikan. Keindahannya masih belum bisa menggantikan perhiasan terbaik yang telah diciptakan Allah a dengan rasa cinta. Ya, seindah dan semewah apa pun dunia ternyata tak mampu mengalahkan kemulian seorang wanita. Tapi, bukan semabarang wanita tentunya. Hanyalah wanita salihah yang mendapat predikat kebaikan lebih baik dari dunia dan seisinya. Rasulullah n, bersabda<br />“Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah, dan Ahmad)<br />Dan wanita shalihah adalah sumber kebahagian para penduduk bumi. Keberadaannya begitu mempesona hingga para wanita buruk (tidak shalihah) tak akan pernah mampu mengalahkannya walau dengan emas setinggi gunung dan kemewahan seluas laut. Dan itulah yang ditekankan oleh Rasulullah n dalam sebuah hadist,<br />“Di antara kebahagian anak adam itu ada tiga, demikian juga dengan kesengsaraannya, juga ada tiga. Di antara kebahagian anak Adam itu adalah: wanita shalihah, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Sedangkan ketiga kesengsaraannya adalah wanita yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang buruk, dan kendaraan yang buruk.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad)<br /></span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-family: arial;">Kini, Kemulian Itu Ternoda</span><br /><span style="font-family: arial;">Begitu agung dan mulianya seorang wanita di sisi Rabb Sang Pencipta, membuat para musuh Allah menjadi resah. Karenanya, mereka tiupakan aroma-aroma kebinasaan atas nama kebebasan dan kesetaraan. Mereka jadikan larangan Allah a dan rasul-Nya sebagai racun beraroma cokelat yang tampak begitu lezat. Dan aturan Ilahi yang begitu mulia, tampak seperti barang lusuh yang tiada arti. Lihat saja racun itu kini telah menghinggapi banyak wanita muslim di sekitar kita. Banyak wanita muslim yang terjebak untuk berpenampilan seronok dan berlenggak-lenggok di jalanan atas nama mode dan kecantikan. Padahal, Allah telah memberikan ancaman yang begitu dahsyat berkaitan dengan hal ini melalui lisan rasul-Nya yang mulia</span><br /><span style="font-family: arial;">“Dua golongan dari penghuni neraka yang tidak pernah kulihat yang seperti mereka berdua, yaitu orang-orang yang membawa cemeti seperti ekor-ekor sapi, yang dengan cemeti itu mereka memukuli manusia, dan wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok dan bergoyang-goyang, kepala mereka seperti punuh onta yang bergoyang-goyang. Mereka tidak masuk surgadan tidak mencium baunya. Sesungguhnya bau surga itu bisa tercium dari jarak perjalanan sekian lama dan sekian lama.” (Diriwayatkan Muslim dan lain-lain)</span><br /><span style="font-family: arial;">Yang lebih mengerikan, banyak wanita yang tergiur dan terjerembab oleh gemerlapnya dunia. Mereka tinggalkan singgasana kemulian dan berlari menuju kursi panas kehancuran. Atas nama uang dan popularitas, merelakan keindahan tubuh dan kehormatan diri sebagai wanita terjaga. Mereka lupa bahwa harta dan dunia adalah perhiasan dunia yang melalaikan saja. Inilah musibah yang sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah n,</span><br /><span style="font-family: arial;">“Celakalah hamba dinar dan dirham, hamba sutera dan beludru. Apabila diberi dia akan merasa senang dan apabila tidak diberi maka di akan marah.”</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Kembali Kepada Kemulian</span><br /><span style="font-family: arial;">Tidak ada cara lain untuk mengembalikan dunia pada tatanan yang lebih baik kecuali mengembalikan para wanita pada kedudukan awalnya, kemulian. Dan untuk memuliakan wanita, Islam telah menjadi satu-satunya solusi terbaik dengan syariatnya. Satu diantaranya dengan syariat hijab. Allah a berfirman yang artinya,</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">"Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (Surat An Nuurr : 31)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Sudah saatnya para muslimah meraih kemulian sebagai hamba yang dikarunia banyak keindahan. Tentu caranya bukan dengan menjadikan mereka sebagai barang dagangan pemuas syahwat. Tapi, mereka harusnya menjadi perhiasan terbaik yang akan menggetarkan dunia dengan kelembutan dan ketulusan. Dan jika itu benar terwujud, sungguh mereka lebih mulia daripada para bidadri karena sholat, ibadah, dan ketakwaan mereka. (Adin)</span></span><br /><br />Sumber : www.majalah-elfata.com<br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-20440826579921133452011-02-04T17:32:00.000-08:002011-06-10T06:51:10.073-07:009 Kiat Terhindar Zina<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Segala puji yang terbaik hanyalah milik Allah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Kita sudah ketahui bersama bagaimanakah kehidupan pemuda lajang saat ini. Pergaulan bebas bukanlah suatu yang asing lagi di tengah-tengah mereka. Tidak memiliki kekasih dianggap tabu di tengah-tengah mereka. Hubungan yang melampaui batas layaknya suami istri pun seringkali terjadi. Bahkan ada yang sampai putus sekolah gara-gara masalah ini. Sungguh, inilah tanda semakin dekatnya hancur dunia.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Dalam tulisan kali ini, kami akan berusaha memberikan tips-tips mudah kepada segenap pemuda dan kaum muslimin secara umum agar mereka bisa menjauhkan diri dari bahaya yang satu ini yaitu zina. Semoga Allah beri kepahaman.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Pertama: Ketahuilah Bahaya Zina</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Allah Ta’ala dalam beberapa ayat telah menerangkan bahaya zina dan menganggapnya sebagai perbuatan amat buruk. Allah Ta’ala berfirman,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’: 32)</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Dalam ayat lainnya, Allah Ta’ala berfirman,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آَخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (QS. Al Furqon: 68). Artinya, orang yang melakukan salah satu dosa yang disebutkan dalam ayat ini akan mendapatkan siksa dari perbuatan dosa yang ia lakukan.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, dosa apa yang paling besar di sisi Allah?” Beliau bersabda, “Engkau menjadikan bagi Allah tandingan, padahal Dia-lah yang menciptakanmu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda, “Engkau membunuh anakmu yang dia makan bersamamu.” Kemudian ia bertanya lagi, “Terus apa lagi?” Beliau bersabda,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">ثُمَّ أَنْ تُزَانِىَ بِحَلِيلَةِ جَارِكَ</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Kemudian engkau berzina dengan istri tetanggamu.” Kemudian akhirnya Allah turunkan surat Al Furqon ayat 68 di atas.[1] Di sini menunjukkan besarnya dosa zina, apalagi berzina dengan istri tetangga.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Dalam hadits lainnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الإِيمَانُ كَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الإِيمَانُ</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Jika seseorang itu berzina, maka iman itu keluar dari dirinya seakan-akan dirinya sedang diliputi oleh gumpalan awan (di atas kepalanya). Jika dia lepas dari zina, maka iman itu akan kembali padanya.”[2]</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Inilah besarnya bahaya zina. Oleh karenanya, syariat Islam yang mulia dan begitu sempurna sampai menutup berbagai pintu agar setiap orang tidak terjerumus ke dalamnya. Jika seseorang mengetahui bahaya zina dan akibatnya, seharusnya setiap orang semakin takut pada Allah agar tidak terjerumus dalam perbuatan tersebut. Rasa takut pada Allah dan siksaan-Nya yang nanti akan membuat seseorang tidak terjerumus di dalamnya.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Kedua: Rajin Menundukkan Pandangan</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Seringnya melihat lawan jenis dengan pandangan penuh syahwat, inilah panah setan yang paling mudah mengantarkan pada maksiat yang lebih parah. Allah Ta’ala berfirman,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ (٣٠) وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat”. Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya.” (QS. An Nur: 30-31)</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Allah Ta’ala juga menerangkan bahwa setiap insan akan ditanya apa saja yang telah ia lihat, sebagaimana terdapat dalam firman Allah,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isro’: 36)</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melarang duduk-duduk di tengah jalan karena duduk semacam ini dapat mengantarkan pada pandangan yang haram.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Dari Abu Sa’id Al Khudriy radhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">« إِيَّاكُمْ وَالْجُلُوسَ عَلَى الطُّرُقَاتِ » . فَقَالُوا مَا لَنَا بُدٌّ ، إِنَّمَا هِىَ مَجَالِسُنَا نَتَحَدَّثُ فِيهَا . قَالَ « فَإِذَا أَبَيْتُمْ إِلاَّ الْمَجَالِسَ فَأَعْطُوا الطَّرِيقَ حَقَّهَا » قَالُوا وَمَا حَقُّ الطَّرِيقِ قَالَ « غَضُّ الْبَصَرِ ، وَكَفُّ الأَذَى ، وَرَدُّ السَّلاَمِ ، وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ ، وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ »</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Janganlah kalian duduk-duduk di pinggir jalan”. Mereka bertanya, “Itu kebiasaan kami yang sudah biasa kami lakukan karena itu menjadi majelis tempat kami bercengkrama”. Beliau bersabda, “Jika kalian tidak mau meninggalkan majelis seperti itu maka tunaikanlah hak jalan tersebut”. Mereka bertanya, “Apa hak jalan itu?” Beliau menjawab, “Menundukkan pandangan, menyingkirkan gangguan di jalan, menjawab salam dan amar ma’ruf nahi munkar”. (HR. Bukhari no. 2465)</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">Dari Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ نَظَرِ الْفُجَاءَةِ فَأَمَرَنِى أَنْ أَصْرِفَ بَصَرِى.</span></span><br /><br /><span style="font-size:100%;"><span style="font-family: arial;">“Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengenai pandangan yang tidak di sengaja. Maka beliau memerintahkanku supaya memalingkan pandanganku.” (HR. Muslim no. 2159)</span></span><br /></div><div style="font-family: arial; text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br />Ketiga: Menjauhi Campur Baur (Ikhtilath) yang Diharamkan<br /><br />Di antara dalil yang menunjukkan haramnya ikhtilath (campur baur antara laki-laki dan perempuan) adalah hadits-hadits berikut.<br /><br />Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />« إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ » . فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ . قَالَ « الْحَمْوُ الْمَوْتُ »<br /><br />“Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.” Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat Anda mengenai ipar?” beliau menjawab: “Ipar adalah maut.” (HR. Bukhari no. 5232 dan Muslim no. 2172)<br /><br />Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />« لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ » . فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ امْرَأَتِى خَرَجَتْ حَاجَّةً وَاكْتُتِبْتُ فِى غَزْوَةِ كَذَا وَكَذَا . قَالَ « ارْجِعْ فَحُجَّ مَعَ امْرَأَتِكَ »<br /><br />“Janganlah sekali-kali seorang laki-laki berduaan dengan perempuan kecuali dengan ditemani mahromnya.” Lalu seorang laki-laki bangkit seraya berkata, “Wahai Rasulullah, isteriku berangkat hendak menunaikan haji sementara aku diwajibkan untuk mengikuti perang ini dan ini.” Beliau bersabda, “Kalau begitu, kembali dan tunaikanlah haji bersama isterimu.” (HR. Bukhari no. 5233 dan Muslim no. 1341)<br /><br />Dari ‘Umar bin Al Khottob, ia berkhutbah di hadapan manusia di Jabiyah (suatu perkampungan di Damaskus), lalu ia membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br /><br />لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ فَإِنَّ الشَّيْطَانَ ثَالِثُهُمَا<br /><br />“Janganlah salah seorang diantara kalian berduaan dengan seorang wanita (yang bukan mahramnya) karena setan adalah orang ketiganya, maka barangsiap yang bangga dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya maka dia adalah seorang yang mukmin.” (HR. Ahmad 1/18. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih, para perowinya tsiqoh sesuai syarat Bukhari-Muslim)<br /><br />Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />أَلاَ لاَ يَبِيتَنَّ رَجُلٌ عِنْدَ امْرَأَةٍ ثَيِّبٍ إِلاَّ أَنْ يَكُونَ نَاكِحًا أَوْ ذَا مَحْرَمٍ<br /><br />”Ketahuilah! Seorang laki-laki bukan muhrim tidak boleh bermalam di rumah perempuan janda, kecuali jika dia telah menikah, atau ada muhrimnya.” (HR. Muslim no. 2171)<br /><br />Keempat: Wanita Hendaklah Meninggalkan Tabarruj<br /><br />Inilah yang diperintahkan bagi wanita muslimah. Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى<br /><br />“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu ber-tabarruj seperti orang-orang jahiliyyah pertama.” (QS. Al Ahzab : 33). Abu ‘Ubaidah mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan kecantikan dirinya.” Az Zujaj mengatakan, “Tabarruj adalah menampakkan perhiasaan dan setiap hal yang dapat mendorong syahwat (godaan) bagi kaum pria.”[3]<br /><br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا<br /><br />“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: [1] Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan [2] para wanita yang berpakaian tapi telanjang, mengajak orang lain untuk tidak taat, dirinya sendiri jauh dari ketaatan, kepalanya seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, walaupun baunya tercium selama perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128)<br /><br />Kelima: Berhijab Sempurna di Hadapan Pria<br /><br />Sebagaimana Allah Ta’ala firmankan,<br /><br />وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ<br /><br />“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (isteri- isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (QS. Al Ahzab: 53)<br /><br />Konteks pembicaraan dalam ayat ini adalah khusus untuk istri Nabi. Namun illah dalam ayat tersebut dimaksudkan umum sehingga hukumnya pun berlaku umum pada yang lainnya. Illah yang dimaksud adalah,<br /><br />ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ<br /><br />“Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.<br /><br />Juga kalau kita perhatikan kelanjutan ayat, maka hijab tersebut berlaku bagi wanita mukmin lainnya. Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لأزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلا يُؤْذَيْنَ<br /><br />“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu.” (QS. Al Ahzab: 59)<br /><br />Ditambah lagi dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Abdullah bin Mas’ud,<br /><br />الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ فَإِذَا خَرَجَتِ اسْتَشْرَفَهَا الشَّيْطَانُ<br /><br />“Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan ghorib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)<br /><br />Keenam: Wanita Hendaklah Betah Tinggal Di Rumah<br /><br />Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى<br /><br />“Dan tinggallah kalian di dalam rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berdandan sebagaimana dandan ala jahiliah terdahulu” (QS Al Ahzab: 33).<br /><br />Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Wanita itu adalah aurat. Jika dia keluar maka setan akan memperindahnya di mata laki-laki.” (HR. Tirmidzi no. 1173, shahih)<br /><br />Dalam ajaran Islam pun, shalat wanita lebih baik di rumah. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />صَلاَةُ الْمَرْأَةِ فِى بَيْتِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى حُجْرَتِهَا وَصَلاَتُهَا فِى مَخْدَعِهَا أَفْضَلُ مِنْ صَلاَتِهَا فِى بَيْتِهَا<br /><br />“Shalat seorang wanita di rumahnya lebih utama baginya daripada shalatnya di kamarnya, dan shalat seorang wanita di rumahnya yang kecil lebih utama baginya daripada dirumahnya.” (HR. Abu Daud no. 570. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)<br /><br />Dari Ummu Salamah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />خَيْرُ مَسَاجِدِ النِّسَاءِ قَعْرُ بُيُوتِهِنَّ<br /><br />“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah diam di rumah-rumah mereka.” (HR. Ahmad 6/297. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguatnya)<br /><br />Ketujuh: Hendaklah Wanita Menjalani Berbagai Adab Ketika Keluar Rumah<br /><br />Di antara adab yang mesti diperhatikan oleh wanita adalah:<br /><br />Pertama: Tidak memakai harum-haruman ketika keluar rumah.<br /><br />Dari Abu Musa Al Asy’ari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ ثُمَّ مَرَّتْ عَلَى الْقَوْمِ لِيَجِدُوا رِيحَهَا فَهِىَ زَانِيَةٌ<br /><br />“Apabila seorang wanita memakai wewangian, lalu keluar menjumpai orang-orang hingga mereka mencium wanginya, maka wanita itu adalah wanita pezina.” (HR. Ahmad 4/413. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid)<br /><br />Kedua: Hendaklah wanita benar-benar menutup aurat dengan sempurna ketika memasuki rumah yang terdapat kaum laki-laki<br /><br />Telah menceritakan kepada kami Ali bin Muhammad telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Sufyan dari Manshur dari Salim bin Abu Al Ja’d dari Abu Al Malih Al Hudzali bahwa para wanita dari penduduk Himsha pernah meminta izin untuk menemui ‘Asiyah, maka dia berkata; “Mungkin kalian adalah para wanita yang suka masuk ke pemandian umum, saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,<br /><br />أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِى غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا فَقَدْ هَتَكَتْ سِتْرَ مَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ<br /><br />“Wanita mana pun yang meletakkan pakaiannya di selain rumah suaminya, maka ia telah menghancurkan tirai antara dia dan Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 3750. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)<br /><br />Ketiga: Hendaklah wanita berhias diri dengan sifat malu<br /><br />Allah Ta’ala berfirman mengenai para wanita yang mendatangi Nabi Musa ‘alaihis salam,<br /><br />فَجَاءَتْهُ إِحْدَاهُمَا تَمْشِي عَلَى اسْتِحْيَاءٍ<br /><br />“Kemudian datanglah kepada Musa salah seorang dari kedua wanita itu berjalan kemalu-maluan.” (QS. Al Qoshshosh: 25)<br /><br />Keempat: Tidak bercampur baur dengan para pria<br /><br />Allah Ta’ala menceritakan mengenai dua wanita yang mendatangi Musa,<br /><br />وَوَجَدَ مِنْ دُونِهِمُ امْرَأتَيْنِ تَذُودَانِ قَالَ مَا خَطْبُكُمَا قَالَتَا لا نَسْقِي حَتَّى يُصْدِرَ الرِّعَاءُ وَأَبُونَا شَيْخٌ كَبِيرٌ<br /><br />“Dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata: “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?” Kedua wanita itu menjawab, “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak Kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya“. (QS. Al Qoshshosh: 23)<br /><br />Kedelapan: Menghindari Jabat Tangan dengan Lawan Jenis (Yang Bukan Mahrom)<br /><br />Dari Ma’qil bin Yasar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حَدِيدٍ خَيْرٌ لَهُ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لا تَحِلُّ لَهُ<br /><br />“Lebih baik kepala salah seorang di antara kalian ditusuk dengan jarum dari besi daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya.” (HR. Thobroni. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan. Lihat As Silsilah Ash Shohihah 226)<br /><br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br /><br />كُتِبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ نَصِيبُهُ مِنَ الزِّنَى مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاِسْتِمَاعُ وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ<br /><br />“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi, tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah dengan melihat. Zina kedua telinga dengan mendengar. Zina lisan adalah dengan berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba (menyentuh). Zina kaki adalah dengan melangkah. Zina hati adalah dengan menginginkan dan berangan-angan. Lalu kemaluanlah yang nanti akan membenarkan atau mengingkari yang demikian.” (HR. Muslim no. 6925). Jika kita melihat pada hadits ini, menyentuh lawan jenis -yang bukan istri atau bukan mahrom- diistilahkan dengan berzina. Hal ini berarti menyentuh lawan jenis adalah perbuatan yang haram karena berdasarkan kaedah ushul: “apabila sesuatu dinamakan dengan sesuatu lain yang haram, maka menunjukkan bahwa perbuatan tersebut adalah haram.”[1]<br /><br />Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mencontohkan tidak menyalami wanita –non mahrom- dalam kondisi yang seharusnya beliau dituntut bersalaman sekalipun semacam baiat.<br /><br />Telah menceritakan kepadaku Malik dari Muhammad bin Al Munkadir dari Umaimah binti Ruqaiqah berkata; “Aku menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika para wanita membaiatnya untuk Islam. Kami mengatakan; ‘Wahai Rasulullah, kami membaiatmu untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak mendatangi kejahatan yang telah kami lakukan antara kedua tangan dan kaki kami, dan tidak bermaksiat terhadap anda dalam kebaikan.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menambahkan: “Semampu dan sekuat kalian.” Umaimah berkata, “Kami menyahutnya, “Allah dan Rasul-Nya lebih kami sayangi daripada diri kami. Wahai Rasulullah, kemarilah, kami akan membaiatmu.” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,<br /><br />إِنِّي لَا أُصَافِحُ النِّسَاءَ إِنَّمَا قَوْلِي لِمِائَةِ امْرَأَةٍ كَقَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ أَوْ مِثْلِ قَوْلِي لِامْرَأَةٍ وَاحِدَةٍ<br /><br />“Sesungguhnya aku tidak akan bersalaman dengan wanita. Perkataanku terhadap seratus wanita adalah seperti perkataanku terhadap seorang wanita, atau seperti perkataanku untuk satu wanita.” (HR. Malik 2/982. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)<br /><br />Kesembilan: Hendaknya Wanita Meninggalkan Tutur Kata yang Mendayu-dayu<br /><br />Allah Ta’ala berfirman,<br /><br />فَلا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلا مَعْرُوفًا<br /><br />“Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS. Al Ahzab: 32) Yang dimaksudkan “janganlah kamu tunduk dalam berbicara”, As Sudi mengatakan, “Janganlah wanita mendayu-dayukan kata-katanya ketika bercakap-cakap dengan kaum pria.”[2]<br /><br />Inilah beberapa jalan yang jika dijalankan dengan baik akan menjauhkan kita dari pebuatan zina yang keji. Hanya Allah yang memberi taufik bagi siapa saja yang mau merenungkan hal ini.[3]<br /><br />Selesai disusun atas nikmat Allah di Panggang-GK, 19 Jumadil Awwal 1431 H (03/05/2010)<br /><br />Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal<br />Artikel www.muslim.or.id<br /></span></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-10841044446224622622011-02-04T17:15:00.000-08:002011-06-10T06:57:20.034-07:0010 Hal Yang Tidak Bermanfaat<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.<br /><br />Ibnu Qoyyim Al Jauziyah mengatakan bahwa ada sepuluh hal yang tidak bermanfaat.<br /><br />Pertama: memiliki ilmu namun tidak diamalkan.<br /><br />Kedua: beramal namun tidak ikhlash dan tidak mengikuti tuntunan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.<br /><br />Ketiga: memiliki harta namun enggan untuk menginfakkan. Harta tersebut tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat di dunia dan juga tidak diutamakan untuk kepentingan akhirat.<br /><br />Keempat: hati yang kosong dari cinta dan rindu pada Allah.<br /><br />Kelima: badan yang lalai dari taat dan mengabdi pada Allah.<br /></span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-family: arial;">Keenam: cinta yang di dalamnya tidak ada ridho dari yang dicintai dan cinta yang tidak mau patuh pada perintah-Nya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Ketujuh: waktu yang tidak diisi dengan kebaikan dan pendekatan diri pada Allah.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Kedelapan: pikiran yang selalu berputar pada hal yang tidak bermanfaat.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Kesembilan: pekerjaan yang tidak membuatmu semakin mengabdi pada Allah dan juga tidak memperbaiki urusan duniamu.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Kesepuluh: rasa takut dan rasa harap pada makhluk yang dia sendiri berada pada genggaman Allah. Makhluk tersebut tidak dapat melepaskan bahaya dan mendatangkan manfaat pada dirinya, juga tidak dapat menghidupkan dan mematikan serta tidak dapat menghidupkan yang sudah mati.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Itulah sepuluh hal yang melalaikan dan sia-sia. Di antara sepuluh hal tersebut yang paling berbahaya dan merupakan asal muasal segala macam kelalaian adalah dua hal yaitu: hati yang selalu lalai dan waktu yang tersia-siakan.</span><br /><span style="font-family: arial;">Hati yang lalai akan membuat seseorang mengutamakan dunia daripada akhirat, sehingga dia cenderung mengikuti hawa nafsu. Sedangkan menyia-nyiakan waktu akan membuat seseorang panjang angan-angan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Padahal segala macam kerusakan terkumpul karena mengikuti hawa nafsu dan panjang angan-angan. Sedangkan segala macam kebaikan ada karena mengikuti al huda (petunjuk) dan selalu menyiapkan diri untuk berjumpa dengan Rabb semesta alam.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.</span><br /><br /><br /><span style="font-family: arial;">Rujukan: Al Fawa’id, Ibnu Qoyyim Al Jauziyah, hal. 108, Darul ‘Aqidah, cetakan pertama, 1425 H.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Sumber : www.remajaislam.com</span></span><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-72416951570185423052011-01-16T22:30:00.000-08:002011-01-16T22:46:09.030-08:00Muslimah dalam Keterasingan<div style="text-align: justify; font-family: times new roman;"><span style="font-size:100%;">Islam datang mencerahkan dunia, meningkatkan martabat wanita pada tempat yang mulia dan memberikan kedudukan yang tinggi yang sebelumnya jauh dan jatuh diletakkan di dasar lembah yang gelap gulita, sejak kecil keberadaannya di hinakan bahkan sebagian diantara mereka di kubur hidup-hidup, Allah SWT mengabadikan sejarah ini dengan firmanNya<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya. Karena dosa apakah dia dibunuh (QS. At Takwir : 9-10)</span><br /><br />Beranjak dewasa hanya menjadi pemuas syahwat laki-laki durjana, sebagaimana yang diceritakan wanita mulia, ibunda kita ‘Aisyah Radhiallhu’anhaa dalam sunan Abi Daud tentang wanita yang menikah/melacurkan dirinya dengan memasang bendera khusus di depan pintu sebagai tanda.Perzinaan mewarnai setiap lapisan masyarakat dan sedikit dari kaum laki-laki dan wanita yang memang masih memiliki keagungan jiwa.Wanita diperjualbelikan secara semena-mena, kadang-kadang diperlakukan layaknya benda mati dan akhirnya ketika tua, tidak ada baginya doa apalagi bakti dari anak-anaknya.<br /><br />Alhamdulillah Islam datang mengangkatnya, menjadikannya mulia sejak kecil, dewasa hingga masa tuanya.Tidak terdengar lagi ada bayi wanita yang dibunuh, kehormatannya terjaga dengan balutan baju yang menutupi aurotnya, diberikan hak untuk berpendapat dalam pernikahanya, bahkan diutamakan tiga kali melebihi kaum pria dalam keluarga.Dan sesudah tutup usia didoakan putra-putranya agar mendapat ampunan dari Rabnya. Itulah zaman keemasan Islam, yang setiap muslimah dan mukminah kala itu dapat merasakan perbedaannya, setelah merasa asing dan terasing dari kaumnya.</span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-family: times new roman;">Zaman begitu cepat bergulir, keadaan pun tidak selalu sama.Keadaan kaum muslimin menjadi lemah -dan Allah lah yang Maha Mengetahui keadaan hambaNya- ini disebabkan jauhnya mereka dari asal kemulian, ketinggian dan kekuatan mereka. Dikoyaklah kesucian mereka oleh umat yang lain, dirampas kehormatan dan hartanya, lebih dari itu musuh Islam mampu membuat kebanyakan muslimah melepaskan mahkota malu dari dirinya, bahkan melepaskan dari agamanya secara keseluruhan, laa haula wa laa quwwata illa billah.</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Pada hari ini lebih jelas gambaran keterasingan yang di landa kaum muslimah, ketika muslimah memandang masyarakat sekelilingnya ia dapati seolah-olah ia berada di suatu tempat yang sangat asing, bahkan masyarakat memandang ia datang dari planet lain.</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Ditengah-tengah keluarganya pun ia merasa asing, dengan balutan jilbab yang syar’i bapak ibunya tidak berkenan, untuk thalabul ‘ilmi(pergi kajian) dilarangnya, bahkan bertemu dengan teman-temannya yang shalihah pun diawasi. Padahal semuanya dilakukan untuk mendapat ridha Ilahi.</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Di rumah suaminya ia merasakan keterasingan diatas keterasingan, tertipu ketika berta’aruf, disangkanya pemuda yang benar-benar meniti jalan kebenaran pada awalnya, namun setelah mengarungi bahtera, terbalik hatinya kemudian meminta istrinya yang mencoba menjadi wanita surga untuk membalik hatinya juga dan melepas hijabnya bahkan menekan dan mengancamnya wa laa haula wa laa quwwata illa billah.</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Inilah zaman ghurbah(keterasingan) yang kedua, sebagaimana telah diberitakan oleh kekasih Allah Muhammad shollallahu’alaihi wasallam :</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;"></span><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; font-style: italic;">“Islam datang dalam keadaan asing lalu akan kembali asing sebagaimana bermula, maka beruntunglah orang yang asing”. Ada yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang asing itu?” Beliau menjawab, “Orang-orang yang tetap shalihsaat manusia telah rusak.”(HR. Ahmad).</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Dalam riwayat yang lain</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; font-style: italic;">“Orang-orang shalih yang berada di tengah-tengah orang-orang jahat yang banyak, yang mengingkari mereka jumlahnya lebih banyak daripada yang menta’ati mereka.”(HR. Ahmad)</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Itulah sifat orang asing yang beruntung, mereka adalah generasi shalih dan menjadikan yang lain ikut shalih, tidak banyak yang mengikuti bahkan yang banyak adalah yang memusuhi, namunmereka selalu bergerak berdakwah kepada manusia mengajak kepada agama yang mulia ini.</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Ketahuilah saudariku muslimah, bahwa dunia dan segala perhiasannya akan cepat sirna, kita kan ditanya dihapan Rabbuna segala perkara, baik yang kecil maupun yang besar, telah bersabda Nabi Kita :</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; font-style: italic;">“Tidak ada ketaatan kepada mahkluq dalam bermaksiat kepada Allah ‘azza wajalla.”(HR. ahmad)</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Ridha siapakah yang kita cari, manusiakah? sehingga kita rela meninggalkan ajaran agama hanya karena taat kepada mahluk yang berupa masyarakat, keluarga dan suami yang memaksa. Padahal telah diingatkan oleh Rasulullah SAW :</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;"></span><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; font-style: italic;">“Barangsiapa yang mencari keridhoan Allah sekalipun memperoleh kebencian manusia, Allah akan mencukupkan dia dari ketergantungan kepada manusia dan barangsiapa yang mencari keridhoan manusia dengan mendatangkan kemurkaan dari Allah, maka Allah akan menjadikannya bergantung kepada manusia”.(HR. At Tirmidzi ))</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Jagalah keterasingan agamamu, genggamlah ia meski mungkin sepanas bara api rasanya. Janganlah engkau jual agama dan dirimu dengan dunia, ingatlah bahwa dunia adalah penjara bagi mukmin, dan surganya orang-orang kafir.</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Allah Ta’ala berfirman :</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; font-style: italic;">“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. dan Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”.(QS. Ath Thalaq:2-4)</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Ingatlah balasan bagi orang-orang yang asing dari generasi awal yang melihat beliau maupun genersi belakangan yang beriman dan tidak melihat beliau :</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;"></span><span style="font-family: times new roman; font-weight: bold; font-style: italic;">“Beruntunglah orang yang melihat dan beriman kepadaku, kemudian beruntunglah, beruntunglah dan beruntunglah orang yang beriman kepadaku dan dia belum pernah melihatku.” Laki-laki tersebut berkata; “Apakah keberuntungan orang tersebut?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: “Sebuah pohon di surga.” (HR. Ahmad dan Ibnu Hibban).</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Semoga Allah selalu meberikan kesabaran dalam menjalankan keta’atan dan kesabaran dalam menghadapi ujian dan tekanan, dan mamasukkan kita kedalam generasi asing yang dimaksud oleh Rasulullah SAW. Amin. (Taufiq el Hakim, Lc.)</span><br /><br /><span style="font-family: times new roman;">Sumber : www.arrisalah.net</span></span><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-92045408625205673692011-01-13T21:51:00.000-08:002011-06-10T06:57:20.034-07:001 Kesulitan 2 Kemudahan<div style="text-align: justify; font-family: times new roman;">“Satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan.” Para pembaca pasti sudah seringkali mendengar ayat berikut :<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 5)</span><br /><br />Ayat ini pun diulang setelah itu,<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyroh: 6).</span><br /><br />Kita sering mendengar ayat ini, namun kadang hati ini lalai, sehingga tidak betul-betul merenungkannya. Atau mungkin kita pun belum memahaminya. Padahal jika ayat tersebut betul-betul direnungkan sungguh luar biasa faedah yang dapat kita petik. Jika kita benar-benar mentadabburi ayat di atas, sungguh berbagai kesempitan akan terasa ringan dan semakin mudah kita pikul. Marilah kita coba merenungkan bagaimanakah tanggapan para pakar tafsir mengenai ayat di atas.<br /></div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify; font-family: times new roman;"><br /><br />Al Hasan Al Bashri mengatakan bahwa ketika turun surat Alam Nasyroh ayat 5-6, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kabarkanlah bahwa akan datang pada kalian kemudahan. Karena Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”<br /><br />Perkataan yang sama disampaikan oleh Qotadah. Qotadah mengatakan, “Diceritakan pada kami bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi kabar gembira pada para sahabatnya dengan ayat di atas, lalu beliau mengatakan, “Satu kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.” (Lihat Tafsir Ath Thobari, 24/496)<br /><br />Sahabat mulia, ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, “Seandainya kesulitan masuk ke dalam suatu lubang, maka kemudahan pun akan mengikutinya karena Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Dikeluarkan oleh Ath Thobari dalam tafsirnya, 24/496)<br /><br />Ibnul Mubarok berkata dalam “Al Jihad” bahwa ‘Umar bin Al Khottob pernah menulis surat kepada Abu ‘Ubaidah yang baru tiba di Syam dan dihadang oleh musuh kala itu. Isi tulisan ‘Umar adalah, “Amma ba’du, tidaklah Allah menurunkan kesulitan pada seorang mukmin melainkan setelah itu Allah akan datangkan kegembiraan padanya. Karena ingatlah, satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan.” Kemudian dalam surat tersebut ‘Umar menyebutkan ayat (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imron: 200) (Lihat Siyar A’lam An Nubala, 1/15 dan Tarikh Dimasyq, 25/477)<br /><br />Berbagai riwayat di atas, semuanya menerangkan maksud yang sama yaitu di balik kesulitan ada kemudahan yang begitu dekat. Itulah maksud dari perkataan “satu kesulitan mustahil mengalahkan dua kemudahan”. Kemudahan akan terus mengikuti kesulitan dalam keadaan sesulit apa pun. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. Ath Tholaq: 7). Ibnu Katsir mengatakan, “Janji Allah itu pasti, tidak mungkin Allah menyelisihinya” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/42)<br /><br />Yakinlah bahwa dibalik setiap kesulitan pasti ada kemudahan yang begitu dekat. Mujahid mengatakan, “Kemudahan akan senantiasa mengikuti kesulitan” (Dikeluarkan oleh Ath Thobari, 24/497)<br /><br />Tawakkal Jadi Sebab Utama Keluar dari Kesempitan<br /><br />Di awal-awal kesulitan, kadang belum datang pertolongan atau jalan keluar. Namun ketika kesulitan semakin memuncak, semakin di ujung tanduk, maka setelah itu datanglah kemudahan. Mengapa demikian? Karena di puncak kesulitan, hati sudah begitu pasrah. Hati pun menyerahkan seluruhnya pada Allah, Rabb tempat bergantung segala urusan. Itulah hakekat tawakkal. Tawakkal dengan bersandarnya hati pada Allah-lah, itulah sebab semakin mudahnya mendapatkan jalan keluar dari kesulitan yang ada.<br /><br />Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Jika kesempitan itu semakin terasa sulit dan semakin berat, maka seorang hamba jadi putus asa. Demikianlah keadaan hamba ketika tidak bisa keluar dari kesulitan. Ketika itu, ia pun menggantungkan hatinya pada Allah semata. Akhirnya, ia pun bertawakkal pada-Nya. Tawakkal inilah yang menjadi sebab keluar dari kesempitan yang ada. Karena Allah sendiri telah berjanji akan mencukupi orang yang bertawakkal pada-Nya. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Tholaq: 3)” (Jaami’ul wal Hikam, 238)<br /><br />Butuh Adanya Kesabaran<br /><br />Setelah kita mengetahui berita gembira bagi orang yang mendapat kesulitan dan kesempitan yaitu akan semakin dekat datangnya kemudahan, maka sikap yang wajib kita miliki ketika itu adalah bersabar dan terus bersabar. Artinya, ketika sulit, hati dan lisan tidak berkeluh kesah, begitu pula anggota badan menahan diri dari perilaku emosional seperti menampar pipi dan merobek baju sebagai tanda tidak ridho dengan ketentuan Allah (Lihat ‘Uddatush Shobirin wa Zakhirotusy Syakirin, 10).<br /><br />Sabar menanti adanya kelapangan adalah solusi paling ampuh dalam menghadapi masalah, bukan dengan mengeluh dan berkeluh kesah. Imam Asy Syafi’i pernah berkata dalam bait syair,<br /><br />Bersabarlah yang baik, maka niscaya kelapangan itu begitu dekat.<br /><br />Barangsiapa yang mendekatkan diri pada Allah untuk lepas dari kesulitan, maka ia pasti akan selamat.<br /><br />Barangsiapa yang begitu yakin dengan Allah, maka ia pasti tidak merasakan penderitaan.<br /><br />Barangsiapa yang selalu berharap pada-Nya, maka Allah pasti akan memberi pertolongan. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 14/ 392)<br /><br />Dalam syair Arab dikatakan, “Sabar itu seperti namanya, pahit rasanya, namun akhirnya lebih manis daripada madu.” Semoga Allah senantiasa memudahkan kita meraih kelapangan dari kesempitan yang ada. Haruslah kita yakin badai pasti berlalu: “After a storm comes a calm”. Hanya Allah yang memberi taufik.<br /><br />Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal<br /><br />Artikel www.remajaislam.com<br /></div><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-27577178864235962092010-12-14T22:13:00.000-08:002010-12-15T01:25:41.699-08:00Waktu-waktu Terbaik untuk Otak Kita<div style="text-align: justify;font-family:times new roman;"><span style="font-size:100%;">Banyak yang menduga hanya energi atau berat badan yang dapat berfluktuasi selama satu hari. Padahal otak manusia juga memiliki irama tersendiri dan ada waktu-waktu terbaiknya. Kapan saja waktu brilian untuk melakukan aktivitas tertentu?<br /><br />Seperti dikutip dari Health.MSN, Senin (4/10/2010) ada 8 waktu tertentu yang mana seseorang bisa menjadi brilian dalam melakukan tugas-tugasnya, yaitu:<br /><br />Jam 7-9 pagi: Saat terbaik untuk meningkatkan semangat dan gairah<br />“Waktu tersebut merupakan saat yang sempurna untuk meningkatkan ikatan dengan pasangan ketika baru bangun tidur,” ujar Ilia Karatsoreos, PhD, ahli saraf dari Rockefeller University.<br /><br />Hal ini karena kadar hormon oksitosin (hormon cinta) berada di level tertinggi setelah bangun tidur. Waktu ini merupakan saat yang tepat untuk memperkuat hubungan dengan orang-orang yang paling penting dalam hidup. Peneliti Inggris menuturkan bahwa kadar oksitosin pada laki-laki akan berangsur-angsur menurun seiring berjalannya waktu.<br /></span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 9 pagi sampai 11 siang: Saat terbaik untuk kreativitas</span><br /><span style="font-family:times new roman;">Pada waktu tersebut otak memiliki hormon kortisol (hormon stres) yang cukup, sehingga dapat membantu memfokuskan pikiran dan hal ini tidak dipengaruhi oleh usia berapapun.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Saat ini merupakan waktu yang prima untuk belajar serta mengerjakan tugas yang membutuhkan analisa dan konsentrasi. Karena itu saatnya mengembangkan ide baru, membuat presentasi atau melakukan brainstorming.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 11 sampai jam 2 siang: Saat terbaik untuk melakukan tugas yang sulit</span><br /><span style="font-family:times new roman;">Peneliti Jerman menuturkan saat tersebut hormon melatonin (hormon tidur) telah menurun tajam, sehingga tubuh lebih siap untuk mengerjakan beban proyek atau pekerjaan yang sulit dan keras.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Namun sebaiknya tetap tidak melakukan beberapa tugas secara bersamaan, karena akan membuat seseorang kehilngan konsentrasi. Karena itu saatnya melakukan presentasi atau melakukan tugas yang berat lainnya.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 2-3 siang: Saat terbaik untuk beristirahat</span><br /><span style="font-family:times new roman;">Untuk mencerna makan siang, maka tubuh akan menarik darah dari otak ke perut, kondisi ini akan membuat asupan darah atau oksigen ke otak sedikit berkurang yang membuat seseorang jadi mengantuk. Untuk itu cobalah beristirahat sebentar dari pekerjaan.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jika tetap harus bekerja dan melawan kantuk, cobalah berjalan-jalan sebentar, melakukan meditasi atau minum air putih. Hal ini bisa meningkatkan volume vaskuler dan sirkulasi sehingga meningkatkan aliran darah ke otak.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 3 siang sampai 6 sore: Saat terbaik untuk kolaborasi</span><br /><span style="font-family:times new roman;">“Pada saat sekarang otak akan merasa sangat lelah,” ujar Paul Nussbaum, PhD, seorang neuropsikolog klinis. Karena itu tak ada salahnya untuk melakukan kolaborasi dengan rekan kerja atau melakukan kegiatan yang berbeda. Meskipun otak tidak setajam waktu sebelumnya, tapi seseorang akan merasa lebih santai dan tekanan tubuhnya juga lebih rendah.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 6 sore sampai 8 malam: Saat terbaik untuk melakukan tugas-tugas pribadi</span><br /><span style="font-family:times new roman;">Diantara jam tersebut, peneliti menemukan bahwa otak sudah masuk dalam tahap ‘pemeliharaan’, yaitu ketika produksi melatonin masih berada di level rendah.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Tak ada salahnya untuk berjalan-jalan seorang diri atau bersama teman-teman, menyiapkan makan malam atau menikmati waktu yang berkualitas bersama anggota keluarga.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 8-10 malam: Saat terbaik untuk bersantai</span><br /><span style="font-family:times new roman;">Pada saat ini ada transisi dari kondisi terjaga menjadi mengantuk, karena kadar hormon melatonin akan meningkat cepat. Sementara itu kadar serotonin (neurotransmitter yang berhubungan dengan semangat) akan memudar.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Rubin Naiman, PhD spesialis masalah tidur dari University of Arizona’s Center for Integrative Medicine menuturkan sekitar 80 persen serotonin akan dirangsang dari paparan sinar matahari, sehingga jika matahari tenggelam kadar dalam dalam tubuh juga berkurang.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">“Pada malam hari ketika otak sudah lelah, merupakan cara terbaik untuk membuat tubuh menjadi santai seperti menonton film lucu, merajut atau melakukan hal-hal yang bisa membuat tubuh santai atau rileks,” ujar Naiman.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Jam 10 malam ke atas: Saat terbaik untuk tidur dan menuda segala kegiatan</span><br /><span style="font-family:times new roman;">Saat ini merupakan waktunya istirahat malam dan tidur, pengaturan cahaya akan dapat membantu membiarkan otak beristirahat. Setelah beberapa jam, otak akan siap kembali untuk memulai aktivitas baru.</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Usahakan untuk mendapatkan tidur yang cukup sebanyak 7-8 jam, sehingga bisa mendapatkan kesehatan dan energi yang optimal di pagi hari.</span></span><br /><br /><br />Novia Wulandari<br />Dipublikasikan dalam <a href="http://kesehatan.kompasiana.com">Kompasiana</a><br />Dipublikasikan kembali dalam blog <a href="http://muslim-pembelajar.blogspot.com">Catatan Pejuang Kehidupan</a><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-33303466370041709582010-12-12T22:25:00.000-08:002010-12-12T22:30:52.329-08:00Dari Bloggers Oleh Bloggers dan Untuk BloggingSeperti istilah sistem pemerintahan saja ya judul tulisannya(Dari Rakyat Oleh Rakyat dan Untuk Rakyat). Memang sangat sedikit sama sih. Sekali lagi, sangat sedikit sekali samanya.<br /><br />Blog atau Weblog? Bloggers? Bagi kita yang telah mengenal internet cukup dalam sudah pasti tak asing lagi dengannya. Tak usah dijelaskan lah arti dan pengertiannya. Toh, kompasianers yang budiman juga blogger pastinya. Blogging memang menyenangkan. Segala macam ide atau uneg-uneg bisa kita tuangkan di blog sesuka kita(tapi tetap sesuai aturan). Sharing hal-hal yang kita tahu kepada blogger lain. Atau sekadar sebagai catatan harian.<br /><br />Dari sekian banyak blogger dengan berbagai jenis tema blognya, sepertinya blog sejenis tutorial(cara ini, cara itu) cukup mendominasi belantara rimba maya. Hebat ya kita? Seperti peneliti yang menemukan penemuan atau cara baru dari penelitian dan percobaannya. Atau guru Matematika yang mengajarkan tekniknya menjawab soal logaritma. Sepertinya lagi tidak juga hebat. Sebagian blogger memang memposting tulisan tutorial original dari hasil penemuannya. Dia melakukan percobaan hingga menemukan cara atau trik-trik baru untuk di share di blognya. Lalu, blogger yang sebagian lagi mendapat artikel tutorial idenya darimana?<br /><div class="fullpost"><br />Ada blogger yang tahu sebuah trik atau cara atau tutorial karena membaca tulisan blogger lain. Prosesnya bisa jadi begini. Saat seseorang (blogger) ingin mencari tahu sesuatu hal (tutorial dan tips trik), ia browsing di internet. Ternyata ia menemukan yang dicari di blog atau website orang lain. Bisa jadi yang ia temukan itu karya original(hasil survei dan penelitian) pemilik blog atau website tersebut. Karena si ia juga seorang blogger, maka tutorial yang didapat ditulis ulang dengan gaya bahasanya sendiri. Pikirnya, share ilmu dan pengalaman mencoba trik yang ia dapat sembari mengupdate blognya. Dengan kata lain si ia memperoleh materi blogging dari blog orang lain. Hal seperti ini sah sah saja. Selama tidak Copy-Paste apa adanya, alias harus disusun ulang dengan kalimatnya sendiri. Atau mau mencantumkan link sumber info.<br /><br />Contoh seperti tadi lah yang membuat dunia blogging jadi semakin variatif. Blogger pun makin banyak. Asal tidak ada yang plagiat saja. Berbagi ilmu antar blogger dan netter lain. Bahan tulisannya Dari Blogger, dimanfaatkan Oleh Blogger dan digunakan untuk Blogging.<br /><br />Ilmu yang diberikan seorang guru kepada muridnya. Lalu muridnya mengajarkan ilmu gurunya kepada orang lain. Kemudian orang lain menyebarkan ilmu yang ia dapat ke orang lain lagi. Dan seterusnya. Maka ilmu itu akan tetap ada hingga kapan pun.<br /><br />Ditulis oleh Zulfarr Rachman<br />Dipublikasikan dalam <a href="http://teknologi.kompasiana.com/internet/2010/12/13/dari-bloggers-oleh-bloggers-dan-untuk-blogging/">Kompasiana</a><br />Dipublikasikan kembali dalam blog "<a href="http://www.muslim-pembelajar.blogspot.com">Catatan Pejuang Kehidupan</a>"<br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-83834669549182036772010-12-04T18:43:00.000-08:002011-06-10T06:57:20.035-07:00Meraih Ilmu Yang Bermanfaat<div style="text-align: justify; font-family: arial;"><span style="font-size:100%;">Merupakan hal yang sudah diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, terlebih lagi oleh para penuntut ilmu agama, keutamaan besar yang Allah sediakan bagi orang-orang yang mempelajari ilmu agama. Keutamaan tersebut disebutkan dalam banyak ayat Al Qur-an dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta keterangan dari para ulama salaf, sampai-sampai Imam Ibnul Qayyim dalam juz pertama dari kitab beliau “Miftahu Daaris Sa’adah” memuat pembahasan khusus tentang keutamaan dan kemuliaan mempelajari ilmu agama, dalam bab yang berjudul: Keutamaan dan kemuliaan (mempelajari) ilmu (agama), penjelasan tentang besarnya kebutuhan untuk (mempelajari) ilmu ini, serta tergantungnya kesempurnaan (iman) dan keselamatan seorang hamba di dunia dan akhirat kepada ilmu (agama) ini. Dalam bab tersebut Ibnul Qayyim menyebutkan lebih dari seratus lima puluh segi keutamaan ilmu, berdasarkan dalil-dalil dari Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta keterangan para ulama salaf rahimahumullah, sehingga pembahasan tentang keutamaan ilmu yang beliau sebutkan dalam kitab tersebut adalah pembahasan yang sangat lengkap dan menyeluruh, yang mungkin tidak kita dapati di kitab-kitab para ulama lainnya.<br /><br />Namun sayangnya, kebanyakan dari kita – termasuk para penuntut ilmu sendiri – sering lalai dan kurang menyadari bahwa ilmu yang dimaksud dalam ayat-ayat Al Qur-an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut bukanlah sekedar teori belaka, yang hanya terlihat dalam bentuk hapalan yang kuat, atau kemampuan yang mengagumkan dalam berceramah dan menyampaikan materi kajian, atau gelar dan titel yang disandang, tanpa adanya wujud nyata dan pengaruh dari kemanfaatan ilmu tersebut bagi orang yang mempelajarinya.<br /><br />Semoga Allah Ta’ala meridhai dan merahmati sahabat yang mulia ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang berkata, “Bukanlah ilmu itu (hanya) dengan banyak (menghafal) hadits, akan tetapi ilmu (yang bermanfaat) itu (timbul) dari besarnya rasa takut (kepada Allah Ta’ala)”([1]).<br /><br />Dalam atsar shahih lainnya Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu juga berkata dihadapan sahabat-sahabatnya, “Sesungguhnya kalian (sekarang) berada di zaman yang banyak terdapat orang-orang yang berilmu tapi sedikit yang suka berceramah, dan akan datang setelah kalian nanti suatu zaman yang (pada waktu itu) banyak orang yang pandai berceramah tapi sedikit orang yang berilmu”([2]).<br /></span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-family: arial;">Definisi Ilmu Yang Bermanfaat (Al ‘Ilmu An Naafi’)</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Imam Ibnu Rajab Al Hambali menyebutkan definisi Ilmu yang bermanfaat dengan dua penjelasan yang lafazhnya berbeda, akan tetapi keduanya saling melengkapi dan sama sekali tidak bertentangan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dalam kitab beliau “Fadhlu ‘ilmis salaf ‘ala ‘ilmil khalaf” (hal. 6) beliau berkata: “Ilmu yang bermanfaat dari semua ilmu adalah mempelajari dengan seksama dalil-dalil dari Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta (berusaha) memahami kandungan maknanya, dengan mendasari pemahaman tersebut dari penjelasan para sahabat Rasulullah radhiyallahu ‘anhum, para Tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka dalam memahami kandungan Al Qur-an dan Hadits. (Begitu pula) dalam (memahami penjelasan) mereka dalam masalah halal dan haram, pengertian zuhud, amalan hati (pensucian jiwa), pengenalan (tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah Ta’ala) dan pembahasan-pembahasan ilmu lainnya, dengan terlebih dahulu berusaha untuk memisahkan dan memilih (riwayat-riwayat) yang shahih (benar) dan (meninggalkan riwayat-riwayat) yang tidak benar, kemudian berupaya untuk memahami dan menghayati kandungan maknanya. Semua ini sangat cukup (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat) bagi orang yang berakal dan merupakan kesibukkan (yang bermanfaat) bagi orang yang memberi perhatian dan berkeinginan besar (untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat)”.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Adapun dalam kitab beliau yang lain “Al Khusyuu’ fish shalaah” (hal. 16) beliau berkata, “Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang masuk (dan menetap) ke dalam relung hati (manusia), yang kemudian melahirkan rasa tenang, takut, tunduk, merendahkan dan mengakui kelemahan diri di hadapan Allah Ta’ala”.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Kedua penjelasan Imam Ibnu Rajab ini sepintas kelihatannya berbeda dan tidak berhubungan, akan tetapi kalau diamati dengan seksama kita akan dapati bahwa kedua penjelasan tersebut sangat bersesuaian dan bahkan saling melengkapi. Karena pada penjelasan definisi yang pertama, beliau ingin menjelaskan sumber ilmu yang bermanfaat, yaitu ayat-ayat Al Qur-an dan hadits-hadits yang shahih (benar periwayatannya) dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang dipahami berdasarkan penjelasan dari para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Tabi’in (orang-orang yang mengikuti petunjuk para sahabat), dan orang-orang yang mengikuti (petunjuk) mereka. Ini berarti, seseorang tidak akan mungkin sama sekali bisa mendapatkan ilmu yang bermanfaat tanpa mengambilnya dari sumber Al ‘Ilmu An Naafi’ yang satu-satunya ini.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Adapun dalam penjelasan definisi yang kedua, beliau ingin menjelaskan hasil dan pengaruh dari ilmu yang bermanfaat, yaitu menumbuhkan dalam hati orang yang memilikinya rasa tenang, takut dan ketundukan yang sempurna kepada Allah Ta’ala. Ini berarti bahwa ilmu yang cuma pandai diucapkan dan dihapalkan oleh lidah, tetapi tidak menyentuh – apalagi masuk – ke dalam hati manusia, maka ini sama sekali bukanlah ilmu yang bermanfaat, dan ilmu seperti ini justru akan menjadi bencana bagi orang yang memilikinya, bahkan menjadikan pemiliknya terkena ancaman besar – semoga Allah Ta’ala melindungi kita semua – termasuk ke dalam tiga golongan manusia yang pertama kali menjadi bahan bakar api neraka, sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih([3]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Jenis ilmu inilah yang dimiliki oleh orang-orang Khawarij([4]) dan kelompok-kelompok bid’ah lainnya yang menjadikan mereka menyimpang sangat jauh dari pemahaman islam yang benar, sebagaimana yang digambarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menerangkan sifat-sifat Khawarij dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Mereka selalu mengucapkan kata-kata yang baik (dan indah kedengarannya), mereka (mahir) dalam membaca (dan menghafal) Al Qur-an. Akan tetapi bacaan tersebut tidak melampaui tenggorokan mereka (tidak masuk ke dalam hati mereka), mereka keluar dengan cepat dari agama ini seperti anak panah yang (menembus dan) keluar dengan cepat dari sasarannya…”([5]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Sebaliknya, Allah Ta’ala memuji orang-orang yang memiliki ilmu yang bermanfaat dan meneguhkan keimanan mereka dengan menjadikan Al Qur-an sebagai sumber petunjuk yang menetap di dalam hati mereka, Allah Ta’ala berfirman,</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">بَلْ هُوَ آَيَاتٌ بَيِّنَاتٌ فِي صُدُورِ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Sebenarnya, Al Qur-an itu adalah ayat-ayat yang jelas (yang terdapat) di dalam dada (hati) orang-orang yang diberi ilmu. (QS Al ‘Ankabuut: 49).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Imam Ibnu Katsir dalam menafsirkan ayat di atas berkata, “Maknanya: Al Qur-an adalah ayat-ayat yang nyata dan jelas sebagai petunjuk kepada (jalan) yang benar, dalam perintah, larangan maupun berita (yang dikandung)nya, dan Allah memudahkan bagi orang-orang yang berilmu untuk menghafal, membaca dan memahami (kandungan)nya”([6]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Syarat Mendapatkan Ilmu Yang Bermanfaat</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Setelah kita memahami definisi ilmu yang bermanfaat, dan bahwasanya hafalan yang kuat, atau kemampuan yang mengagumkan dalam berceramah dan menyampaikan materi kajian, maupun gelar dan titel yang disandang seseorang, tidaklah menjadi jaminan bahwa ilmu yang dimilikinya adalah ilmu yang bermanfaat yang akan selalu membimbingnya dalam menuju ridha Allah I, apalagi dengan melihat kenyataan di jaman sekarang banyak orang yang dipuji karena hal-hal di atas, tapi sama sekali tidak terlihat pengaruh dan manfaat ilmu yang dipelajarinya dalam akhlak dan tingkah lakunya. Maka setelah itu, timbul pertanyaan, bagaimanakah cara untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat itu? Atau mungkin pertanyaan yang lebih tepat, bagaimanakah cara untuk menjadikan ilmu yang kita pelajari bermanfaat bagi kita dalam membimbing kita untuk semakin dekat kepada Allah Ta’ala, sehingga semakin banyak ilmu yang kita pelajari semakin kuat pula keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah?</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Untuk menjawab pertanyaan penting di atas, dengan memohon taufik dari Allah Ta’ala, kami akan menyampaikan kesimpulan dari tulisan Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah tentang cara mengambil manfaat dari Al Qur-an (termasuk ilmu agama lainnya secara keseluruhan) dan syarat-syaratnya, dalam kitab beliau “Al Fawaaid” (hal. 9-10), dengan tambahan penjelasan dari kami untuk mempermudah dalam memahaminya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dalam pembahasan tersebut Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa secara umum untuk bisa mengambil pengaruh dan manfaat yang maksimal dari segala sesuatu yang ingin kita ambil pengaruh darinya, maka ada empat faktor yang harus diwujudkan, semakin sempurna keempat faktor ini terwujud maka semakin maksimal pula pengaruh yang kita dapatkan darinya. Keempat faktor itu adalah: [1] sumber pengaruh yang baik, [2] media untuk menerima pengaruh, [3] upaya untuk mendapatkan pengaruh tersebut, dan [4] upaya untuk menghilangkan penghalang dan penghambat yang menghalangi sampainya pengaruh tersebut.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dalam hubungannya dengan mengambil manfaat dan pengaruh yang baik dari ilmu agama yang kita pelajari, keempat faktor tersebut terangkum dalam kalimat yang ringkas tapi sarat makna dalam firman Allah Ta’ala,</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan (pelajaran) bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang mengkonsentrasikan pendengarannya, sedang dia menghadirkan (hati)nya” (QS Qaaf:37).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Penjelasan tentang keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Faktor pertama: sumber pengaruh (ilmu) yang baik, ini diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan (pelajaran)”), artinya, kalau kita ingin mendapatkan pengaruh yang baik dan manfaat dari ilmu yang kita pelajari, maka kita benar-benar harus memilih sumber rujukan ilmu yang terjamin kebaikannya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Karena tujuan kita mempelajari ilmu agama tentu saja bukan hanya untuk sekedar menambah wawasan atau sekedar teori yang hanya berupa hafalan yang kuat atau kemampuan yang mengagumkan dalam berceramah, tapi tujuan kita adalah agar ilmu tersebut memberikan manfaat dalam membimbing kita untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Sehingga sumber ilmu yang kita jadikan rujukan benar-benar harus terbukti bisa mewujudkan tujuan tersebut.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Oleh karena itulah, Al Qur-an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sumber ilmu bermanfaat yang paling utama karena keduanya adalah wahyu dari Allah Ta’ala yang memiliki sifat-sifat yang maha sempurna. Demikian pula kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama salaf dan para ulama yang mengikuti petunjuk mereka, karena kitab-kitab ditulis oleh orang-orang yang benar-benar memiliki keikhlasan, ilmu dan ketakwaan, sehingga manfaatnya dalam mentransfer kebaikan dan ketakwaan kepada orang yang mengkajinya jelas lebih besar dari pada kitab-kitab yang ditulis oleh orang-orang yang tidak memiliki sifat-sifat tersebut.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Imam Ibnul Jauzi dalam kitab beliau “Shifatush shafwah” (4/122)([7]) menukil ucapan Hamdun bin Ahmad Al Qashshar([8]) ketika beliau ditanya, “Apa sebabnya ucapan para ulama salaf lebih besar manfaatnya dibandingkan ucapan kita?” Beliau menjawab, “Karena mereka berbicara (dengan niat) untuk kemuliaan Islam, keselamatan diri (dari azab Allah Ta’ala), dan mencari ridha Allah Ta’ala, adapun kita berbicara (dengan niat untuk) kemuliaan diri (mencari popularitas), kepentingan dunia (materi), dan mencari keridhaan manusia”.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Demikian pula termasuk dalam posisi sebagai sumber pengaruh dalam hal ini adalah seorang da’i dan ustadz yang menyampaikan ceramah atau kajian ilmu agama. Oleh karena itu, memilih pendidik ilmu agama yang baik dalam ilmu dan ketakwaannya adalah kewajiban yang selalu ditekankan oleh para ulama ahlus sunnah bagi para penuntut ilmu. Karena kalau seorang da’i atau ustadz tidak memiliki ketakwaan dalam dirinya, maka bagaimana mungkin dia bisa menjadikan muridnya memiliki ketakwaan sedangkan dia sendiri tidak memilikinya? Salah satu ungkapan Arab yang terkenal mengatakan:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">فاقِِدُ الشيء لا يُعْطِيه</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Sesuatu yang tidak punya tidak bisa memberikan apa-apa” ([9]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Dalam sebuah ucapannya yang terkenal Imam Muhammad bin Sirin berkata, “Sesungguhnya ilmu (yang kamu pelajari) adalah agamamu (yang akan membimbingmu mencapai ketakwaan), maka telitilah dari siapa kamu mengambil (ilmu) agamamu”([10]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Faktor penting inilah yang merupakan salah satu sebab utama yang menjadikan para sahabat Nabi r menjadi generasi terbaik umat ini dalam pemahaman dan pengamalan agama mereka. Bagaimana tidak? Da’i dan pendidik mereka adalah Nabi yang terbaik dan manusia yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala, yaitu Nabi kita Muhammad bin Abdillah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Makna inilah yang diisyaratkan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">وَكَيْفَ تَكْفُرُونَ وَأَنْتُمْ تُتْلَى عَلَيْكُمْ آَيَاتُ اللَّهِ وَفِيكُمْ رَسُولُهُ</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian (wahai para sahabat Nabi), (sampai) menjadi kafir, karena ayat-ayat Allah dibacakan kepada kalian, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kalian (sebagai pembimbing)” (QS Ali ‘Imraan:101).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Imam Ibnu Katsir berkata, “Makna ayat di atas: sesungguhnya kekafiran itu sangat jauh dan tidak akan mungkin terjadi pada diri kalian (wahai para sahabat Nabi), karena ayat-ayat Allah turun kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu siang dan malam, yang kemudian beliau membacakan dan menyampaikan ayat-ayat tersebut kepada kalian”([11]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Contoh lain tentang peranan seorang pendidik yang baik adalah apa yang disebutkan dalam biografi salah seorang Imam besar dari kalangan tabi’in, Hasan bin Abil Hasan Al Bashri([12]) dalam kitab “Siyaru A’laamin Nubala’” (2/576), ketika Khalid bin Shafwan([13]) menerangkan sifat-sifat Hasan Al Bashri kepada Maslamah bin Abdul Malik([14]) dengan berkata, “Dia adalah orang yang paling sesuai antara apa yang disembunyikannya dengan apa yang ditampakkannya, paling sesuai ucapan dengan perbuatannya, kalau dia duduk di atas suatu urusan maka diapun berdiri di atas urusan tersebut…dan seterusnya”. Setelah mendengar penjelasan tersebut Maslamah bin Abdul Malik berkata, “Cukuplah (keteranganmu), bagaimana mungkin suatu kaum akan tersesat (dalam agama mereka) kalau orang seperti ini (sifat-sifatnya) ada di tengah-tengah mereka?”</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Oleh karena itulah, ketika seorang penceramah mengadu kepada Imam Muhammad bin Waasi’([15]) tentang sedikitnya pengaruh ceramah yang disampaikannya dalam merubah akhlak orang-orang yang diceramahinya, maka Muhammad bin Waasi’ berkata, “Wahai Fulan, menurut pandanganku, mereka ditimpa keadaan demikian (tidak terpengaruh dengan ceramah yang kamu sampaikan) tidak lain sebabnya adalah dari dirimu sendiri, sesungguhnya peringatan (nasehat) itu jika keluarnya (ikhlas) dari dalam hati maka (akan mudah) masuk ke dalam hati (orang yang mendengarnya)” ([16]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Faktor kedua: Media untuk menerima pengaruh dan manfaat dari ilmu, dalam hal ini adalah hati yang bersih, ini yang diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“bagi orang-orang yang mempunyai hati”). Artinya, kalau kita ingin mendapatkan pengaruh yang baik dan manfaat dari ilmu yang kita pelajari, maka kita benar-benar harus membersihkan dan menyiapkan hati kita, karena ilmu yang bermanfaat tidak akan masuk dan menetap ke dalam hati yang kotor dan dipenuhi noda syahwat atau syubhat.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Imam Ibnul Qayyim berkata, “Yang dimaksud dengan hati (sebagai media untuk menerima manfaat dan pengaruh dari ilmu di sini) adalah hati yang hidup (bersih dari noda syahwat atau syubhat) yang bisa memahami (peringatan) dari Allah, sebagaimana (yang disebutkan dalam) firman-Nya,</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ وَقُرْآَنٌ مُبِينٌ (69) لِيُنْذِرَ مَنْ كَانَ حَيًّا</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Al Qur-an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan, supaya dia (Muhammad) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup (hatinya)” (QS Yaasiin: 69-70)([17]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Oleh karena itu, upaya untuk melakukan tazkiyatun nufus (pembersihan hati dan pensucian jiwa) adalah hal yang wajib dan harus mendapat perhatian besar bagi para penuntut ilmu yang menginginkan manfaat yang baik dari ilmu yang dipelajarinya.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Secara ringkas, berdasarkan pengamatan terhadap ayat-ayat Al Qur-an dan hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa untuk mengupayakan pembersihan dan pensucian jiwa, serta mengobati penyakit-penyakit hati yang menghalangi masuknya ilmu yang bermanfaat, maka ada tiga macam terapi penyembuhan yang harus ditempuh, yang beliau istilahkan dengan “madaarush shihhah” (ruang lingkup penyembuhan), dan ketiga macam cara inilah yang diterapkan oleh para dokter dalam mengobati pasien mereka. Tiga macam cara penyembuhan tersebut adalah:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">1). Hifzhul quwwah (memelihara kekuatan dan kondisi hati), yaitu dengan memperbanyak melakukan ibadah dan amalan shaleh untuk meningkatkan keimanan, seperti mambaca Al Qur-an dengan menghayati kandungan maknanya, berzikir, mempelajari ilmu agama yang bermanfaat, utamanya ilmu tauhid, dan lain-lain.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">2). Al Himyatu ‘anil mu’dzi (menjaga hati dari penyakit-penyakit lain), yaitu dengan cara menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan dosa, maksiat dan penyimpangan-penyimpangan syariat lainnya, karena dosa-dosa tersebut akan semakin memperparah dan menambah penyakit hati.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">3). Istifragul mawaaddil faasidah (menghilangkan/membersihkan bekas-bekas jelek/noda-noda hitam dalam hati yang merusak, sebagai akibat dari perbuatan dosa dan maksiat yang pernah dilakukan), yaitu dengan cara beristigfar (meminta pengampunan) dan bertaubat dengan taubat yang nashuh (ikhlas dan bersungguh-sungguh) kepada Allah Ta’ala([18]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Faktor ketiga: upaya untuk mendapatkan pengaruh baik dan manfaat dari ilmu, yaitu dengan cara mengkonsentrasikan pendengaran kita terhadap nasehat dan peringatan yang disampaikan di hadapan kita. Ini yang diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“Atau orang yang mengkonsentrasikan pendengarannya”).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Maksud dari faktor yang ketiga ini adalah, setelah kita mengupayakan sumber pengaruh ilmu yang baik, demikian pula media untuk menerima pengaruh baik tersebut, maka mestinya pengaruh baik dan manfaat dari ilmu tetap tidak akan didapat tanpa ada penghubung yang menghubungkan antara sumber dan media tersebut. Maka dalam hal ini, banyak membaca Al Qur-an dengan berusaha mengahayati kandungan maknanya, menghadiri majelis ilmu yang bermanfaat, mendengarkan ceramah dan menelaah buku-buku sumber ilmu yang bermanfaat adalah upaya yang harus kita lakukan dan terus ditingkatkan agar manfaat dan pengaruh baik dari ilmu makin maksimal kita dapatkan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Faktor keempat: upaya untuk menghilangkan penghalang dan penghambat yang menghalangi sampainya pengaruh baik dari ilmu yang bermanfaat. Ini diisyaratkan dalam potongan ayat di atas, (“Sedang dia menghadirkan (hati)nya”). Ini berarti bahwa kelalaian dan berpalingnya hati dari memahami dan menghayati kandungan ilmu ketika ketika kita membaca Al Qur-an, menhadiri majelis ilmu, atau mendengarkan ceramah, ini adalah penghambat utama yang mengahalangi sampainya pengaruh dan manfaat dari ilmu yang sedang kita baca atau dengarkan.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Penutup</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Selain mengusahakan keempat faktor di atas, yang tidak kalah pentingnya adalah faktor do’a, karena bagaimanapun taufik untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat ada di tangan Allah Ta’ala semata-mata. Oleh karena itulah, di antara do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta perlindungan kepada Allah Ta’ala dari ilmu yang tidak bermanfaat, yaitu ucapan beliau:</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">اللهم إني أعوذ بك من علم لا ينفع ومن قلب لا يخشع ومن نفس لا تشبع ومن دعوة لا يستجاب لها</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak mau tunduk (kepada-Mu), dari jiwa yan tidak pernah puas (dengan pemberian-Mu), dan dari do’a yang tidak dikabulkan”([19]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Yang terakhir, perlu kita ingat bahwa kesungguhan dan upaya maksimal kita dalam mengusahakan semua faktor di atas sangat menentukan – dengan taufik dari Allah Ta’ala – dalam berhasil/tidaknya kita mendapatkan manfaat dan pengaruh baik dari ilmu yang kita pelajari, karena Allah Ta’ala akan memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada seseorang sesuai dengan kesungguhan dan upaya maksimal orang tersebut dalam melakukan sebab-sebab untuk mencapai kebaikan dalam agama ini.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Allah Ta’ala berfirman,</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ))</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Dan orang-orang yang berjuang dengan sungguh-sungguh (dalam menundukkan hawa nafsu) untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami berikan hidayah kepada mereka (dalam menempuh) jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS. Al ‘Ankabuut:69).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyyah ketika mengomentari ayat di atas berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala menggandengkan hidayah (dari-Nya) dengan perjuangan dan kesungguhan (manusia), maka orang yang paling sempurna (mendapatkan) hidayah (dari Allah Ta’ala) adalah orang yang paling besar perjuangan dan kesungguhannya”([20]).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Akhirnya, kami menutup tulisan ini dengan berdo’a dan memohon kepada Allah Ta’ala dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan agung, serta sifat-sifat-Nya yang maha tinggi dan sempurna agar Dia menganugrahkan kepada kita semua taufik dan hidayah-Nya untuk bisa mendapatkan manfaat dan pengaruh yang baik dari ilmu yang kita pelajari, serta menjadikan kita semua tetap istiqamah di jalan-Nya yang lurus sampai kita menghadap-Nya nanti, Aamiin.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Kota Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, 10 Rabi’ul awwal 1429 H</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim Al Buthoni, MA</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">Artikel www.muslim.or.id</span><br /><span style="font-family: arial;">([1]) Tafsir Ibnu Katsir (3/729), Ibnu katsir membawakan ucapan beliau ini dalam menafsirkan firman Allah U :</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">{إنما يخشى الله من عباده العلماء إن الله عزيز غفور}</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">“Sesungguhnya yang memiliki rasa takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah orang-orang yang berilmu (tentang agama Allah). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS Faathir:28).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([2]) Atsar riwayat Imam Al Bukhari dalam “Al Adabul Mufrad” (no 789) dan Abdurrazzak dalam “Al Mushannaf” (no 3787), dishahihkan oleh Ibnu hajar dalam “Fathul Baari” (10/510) dan dihasankan olah Syaikh Al Albani dalam “Ash Shahihah” (no 3189), juga diriwayatkan dari ucapan Rasulullah r dan dishahihkan olah Syaikh Al Albani dalam “Ash Shahihah” (no 2510).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([3]) HR At Tirmidzi (no. 2382), Ibnu Khuzaimah (no. 2482), Ibnu Hibban (no. 408) dan Al Hakim (no. 1527) dari Abu Hurairah t, dishahihkan oleh Al Hakim, disepakati oleh Adz Dzahabi dan Syaikh Al Albani dalam “Shahih at targiib wat tarhiib” (no. 22), Imam muslim juga meriwayatkan hadits ini dalam “Shahih Muslim” (n0 1905) tanpa lafazh yang kami sebutkan di atas. Perawi hadits di atas menyebutkan bahwa Abu Hurairah t sebelum menyampaikan hadits tersebut sampai pingsan tiga kali berturut-turut karena dasyatnya ancaman dalam hadits tersebut dan ketakutan beliau akan kemungkinan tertimpa ancaman tersebut, maka apakah setelah ini masih ada di antara para penuntut ilmu yang merasa aman dari kemungkinan terkena ancaman ini ??!!!</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([4]) Kelompok bid’ah yang pertama kali menyempal dari petunjuk Nabi r dan para sahabatnya y, kelompok ini terkenal dengan pemahaman sesat mereka yang mudah mengakafirkan kaum muslimin berdasarkan hawa nafsu.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([5]) HSR Muslim dalam “Shahih Muslim” (no. 1066).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([6]) Tafsir Ibnu Katsir (3/552).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([7]) Ucapan ini juga dinukil oleh Abu nu’aim Al Ashbahani dalam ktab beliau “Hilyatul Auliya’” (10/231) dan Al Baihaqi dalam kitab beliau “Syu’abul iimaan” (no. 1842).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([8]) Beliau adalah Abu Shaleh Hamdun bin ahmad bin ‘Umaarah An Naisaabuuri (wafat 271 H), biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (13/50) karya Imam Adz Dzahabi.</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([9]) Dinukil oleh syaikh al-Albani dalam kitab “at-Tawassul, ‘anwaa’uhu wa ahkaamuhu” (hal. 74).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([10]) Muqaddimah shahih Muslim (1/12).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([11]) Tafsir Ibnu Katsir (1/514).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([12]) Beliau adalah Imam besar dan terkenal dari kalangan Tabi’in ‘senior’ (wafat 110 H), memiliki banyak keutamaan sehingga sebagian dari para ulama menobatkannya sebagai tabi’in yang paling utama, biografi beliau dalam kitab “Tahdziibul kamaal” (6/95) dan “Siyaru a’laamin nubala’” (4/563).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([13]) Beliau adalah Abu Bakr Khalid bin Shafwan bin Al Ahtam Al Minqari Al Bashri, seorang yang sangat fasih dalam bahasa Arab, biografi beliau dalam kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/226).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([14]) Beliau adalah Maslamah bin Abdil Malik bin Marwan bin Al Hakam (wafat 120 H), seorang gubernur dari Bani Umayyah, saudara sepupu Umar bin Abdul Aziz dan meriwayatkan hadits darinya, biografi beliau dalam kitab “Tahdziibul kamaal” (27/562) dan “Siyaru a’laamin nubala’” (5/241).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([15]) Beliau adalah Muhammad bin Waasi’ bin Jabir bin Al Akhnas Al Azdi Al Bashri (wafat 123 H), seorang Imam dari kalangan Tabi’in ‘junior’ yang tat beribadah dan terpercaya dalam meriwayatkan hadits, Imam Muslim mengeluarkan hadits beliau dalam kitab “Shahih Muslim” , biografi beliau dalam kitab “Tahdziibul kamaal” (26/576) dan “Siyaru a’laamin nubala’” (6/119).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([16]) Kitab “Siyaru a’laamin nubala’” (6/122).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([17]) Al Fawaaid (hal. 9).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([18]) Lihat kitab “Igatsatul lahfan” (1/16-17).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([19]) HSR Muslim dalam “Shahih Muslim” (no. 2722).</span><br /><br /><span style="font-family: arial;">([20]) Al Fawaaid (h</span></span>al. 83).<br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-19622356447888316792010-11-21T01:33:00.000-08:002011-06-10T06:43:07.352-07:00Refleksi Idul AdhaSetiap kali kita merayakan Idul Adha, kita kembali diajak untuk flash back kepada kisah perjalanan hidup seorang kekasih Allah, nabiyullah Ibrahim Alaihissalam. Momentum sejarah yang melatarbelakangi hari raya Idul Adha merupakan episode dari perjalanan kehidupan sang kekasih Allah itu. Pada saat itu beliau bermimpi mendapatkan perintah dari Allah untuk menyembelih putranya, Ismail Alaihissalam. Putra yang sangat disayanginya dan menjadi harapannya yang diperoleh setelah penantian panjang. Begitu berat rasanya bagi nabi Ibrahim untuk melaksanakan perintah ini namun keimanan dan kecintaannya kepada Allah mampu mengalahkan perasaan cintanya terhadap anaknya. Nabi Ibrahim pun dengan ikhlas berusaha melaksanakan perintah tersebut terlebih lagi Ismail pun menyambut hangat dengan kesabaran dan kerelaannya turut melaksanakan perintah itu. Hingga akhirnya kemudian Allah mengirimkan domba untuk menggantikan posisi Ismail.<br /><br />Momen indah yang diabadikan lewat hari raya Idul Adha ini memiliki hikmah yang mendalam mengenai makna cinta sejati bagi manusia. Cinta dan kehidupan adalah dua hal yang tak terpisahkan karena cinta merupakan anugerah kehidupan dari sang pemilik cinta, Ar-Rahman. Cinta berkembang seiring berjalannya kehidupan dan menjadi motivasi bagi manusia dalam menjalani kehidupan. Itulah sunnatullah dan fitrah yang ditetapkan bagi manusia. Setiap manusia memiliki kencintaan terhadap dunia, berupa harta, wanita, anak-anak dan berbagai atribut keduniaan lainnya. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :<br /><br />“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS Ali Imran :14).<br /><br />Telah kita ketahui bahwa kehidupan di dunia hanya sementara bahkan digambarkan di dalam Al Qur'an sebagai permainan belaka. Lihatlah ungkapan Imam Hasal Al Bashri tentang dunia : “Dunia seakan menjelma menjadi permaisuri impian. Tatapan mata tertuju kepadanya, jiwa gandrung terhadapnya, hati takluk dan bertekuk lutut dihadapannya. Padahal, dunia akan menikam dan membunuh siapapun yang mempersuntingnya.”<br /><br /><div class="fullpost"><br />Maka cinta sejati tentunya bukanlah terletak pada kecintaan kepada dunia yang sifatnya semu dan sementara melainkan terletak pada kecintaan kepada Allah, sang pemilik cinta. Dari-Nya cinta berawal, terus tercurah dan tak ternilai jumlahnya. Cinta yang tak pernah berujung hingga pada kebahagiaan yang abadi di akhirat. Sebagaimana kenikmatan tertinggi di syurga kelak di kala peduduknya diperkenankan bertemu dan menatap Allah secara langsung.<br /><br />Cinta pada dunia sejatinya merupakan sarana untuk menggapai cinta Allah, cinta yang sejati. Menggapai cinta Allah bukanlah mengabaikan kecintaan kepada dunia karena itu adalah fitrah manusia. Maka nabi dan rasul pun seperti manusia lainnya, menikahi wanita,memiliki keturunan, dan mencari nafkah keluarga bagi mereka. Akan tetapi kecintaan kepada dunia bukanlah segala-galanya bagi mereka karena cinta yang sejati adalah cinta kepada Rabbnya. Mereka jadikan kecintaan kepada dunia sebagai sarana untuk menghambakan diri secara total kepada Allah yang merupakan bukti kesungguhan mereka dalam menggapai cinta Allah.<br /><br />Sejarah telah mencatat kisah para pendamba cinta sejati dari Allah. Sepanjang hidup, mereka senantiasa menghambakan diri kepada Allah yang merupakan wujud cinta mereka kepada Allah, Telah tercatat pula kisah para pecinta dunia termasuk para penentang nabi dan rasul yang kecintaannya kepada dunia sangat berlebihan bahkan menuhankan dunia. Maka kita pun sama-sama menyaksikan bagaimana kehidupan mereka berujung. Para pecinta dunia tak mendapat sesuatu apa pun bahkan berujung kesengsaraan sementara orang-orang yang senantiasa mendambakan cinta dari Allah akan mendapatkan cinta sejati yang berujung pada kebahagiaan abadi.<br /> <br /><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-73219629515549599192010-11-14T06:00:00.000-08:002011-06-10T06:57:20.035-07:00Belajar dari Burung<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy3mb3LZqu-Jq1WDEgm2LlFHqBPnUNucL-O07pMvVideFZpHI60JUc0OIjqW0o-wYtVQx7JGIUb-EUOXRH661Q5Zrf9i4jXxtLTE8keKdBZI-TikdWmx3GMLhPddnsack-oPr5P_gl72E/s1600/burung-gereja.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 290px; height: 242px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiy3mb3LZqu-Jq1WDEgm2LlFHqBPnUNucL-O07pMvVideFZpHI60JUc0OIjqW0o-wYtVQx7JGIUb-EUOXRH661Q5Zrf9i4jXxtLTE8keKdBZI-TikdWmx3GMLhPddnsack-oPr5P_gl72E/s400/burung-gereja.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5539407599362026258" border="0" /></a><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:arial;">Baru menyadari memang di setiap kejadian itu ada pelajaran yang bisa diambil. Kali ini saya kembali mendapat pelajaran, yaitu pelajaran dari kehidupan burung. Semua pasti tahu kalau burung adalah salah satu jenis hewan yang unik karena mempunyai sayap yang membuatnya dapat terbang di udara. Memang sih ada beberapa hewan lain yang juga bisa terbang, seperti beberapa jenis serangga, tetapi kalau kita menyebut hewan yang bisa terbang di udara maka yang muncul di benak kita pasti adalah burung.</span><br /></span></div><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br />Ada apa sebenarnya dengan burung? Pelajaran apa yang bisa diambil darinya? Burung yang terbang menjelajahi angkasa ibarat manusia yang menjalani kehidupan. Pagi hari sang burung mulai keluar dari sarangnya dalam keadaan perut yang kosong. Kemudian burung itu terbang dengan kedua sayapnya menjelajahi angkasa sepangjang hari . Ketika malam tiba, ia pun kembali ke sarangnya dalam keadaan kenyang dan segera beristirahat.<br /><br /></span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style=";font-family:arial;font-size:100%;" > Begitulah kehidupan manusia di dunia ini. Kita terlahir di dunia ini untuk menjalani kehidupan. Masing-masing dari kita telah ditentukan rezekinya dan kita harus berusaha untuk mendapatkannya. Layaknya burung yang terbang dari sarangnya menjelajahi angkasa untuk mengisi perutnya yang lapar. Akan tetapi ada saatnya burung kembali ke sarangnya. Begitu pula dengan kehidupan manusia di dunia ini yang hanya sementara. Ketika tiba masanya, kita akan dikembalikan kepada asal kita yaitu kepada Allah yang menciptakan dan memiliki manusia.<br /><br />Kehidupan di dunia ini ibarat sebuah perjalanan menuju ke kampung halaman yaitu negeri akhirat. Sepanjang perjalanan ini kita perlu mengumpulkan bekal untuk kehidupan di akhirat kelak sehingga ketika tiba waktunya untuk kembali, kita telah mempunyai bekal yang cukup untuk menjalani kehidupan di negeri akhirat. Bekal itu adalah iman dan amal shaleh yang berbuah ketaqwaan.<br /><br />Burung dikaruniai sepasang sayap oleh Allah yang dengannya burung dapat terbang menjelajahi angkasa. Tentu kita mengetahui, jika satu bagian saja dari pasangan sayap burung bermasalah, misalnya terluka atau patah, maka burung tak akan mampu terbang dengan baik. Terlebih lagi jika kedua sayap burung itu bermasalah. Tahukah kita, ternyata manusia pun dikaruniakan oleh Allah semacam sepasang sayap dalam menjalani kehidupan ini. Sepasang sayap itu adalah sabar dan syukur. Dengan kedua hal itu, manusia akan dapat menjalani kehidupan dengan baik yang dapat memberikan kebahagiaan dalam hidup. Tanpa keduanya bahkan salah satunya maka kebahagiaan dalam hidup itu mustahil untuk diraih.<br /><br />Suatu hal yang menarik pula dari kehidupan burung adalah kicauannya. Kicauan ini juga merupakan ciri khas dari burung. Kita semua sepakat, kicauan burung itu indah dan menyenangkan untuk didengar. Terlebih lagi setiap jenis burung, masing-masing mempunyai suara kicauan yang berbeda satu sama lain, bagai warna-warni alam yang menghiasi hidup yang indah ini. Burung itu tidak hanya terbang menjelajahi angkasa tapi sesekali bertengger dan berkicau, menjadi bagian dari indahnya alam. Manusia pun dikaruniai oleh Allah berbagai potensi. Potensi yang bermacam-macam itu yang membuat setiap manusia itu unik. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang dapat dikembangkan untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi yang lainnya. Dengan demikian sejatinya hidup bukanlah sekedar rutinitas untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri melainkan sebuah sarana untuk saling berbagi. Itulah yang membuat kehidupan menjadi indah dan membahagiakan.</span><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-17237861831662039122010-11-09T23:07:00.000-08:002011-06-10T06:43:07.353-07:00Keteladanan Nabi Yusuf di Zaman ModernPertanyaan ini sering membuncah di hati ketika kita mendengar dan membaca kisah Nabi Yusuf alaihi salam.<br /><br />Ada kah anak muda zaman sekarang yang bisa mencontoh perilaku dan tabiat lurus Nabi Yusuf ketika diajak melayani hawa nafsu istri majikannya yang ditumpangi hidup (Zulaikha) dan bisa menolak dengan tegas berdasar alasan rasional, yaitu karena Allah ? Kisah ini ada di Qur'an surat Yusuf ayat 23 sampai 24 :<br /><br />Dan wanita (Zulaikha) yang yusuf tinggal di rumahnya menggoda yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah ke sini." yusuf berkata: "Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik." Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung. (QS Yusuf (12) : 23)<br /><br />Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan yusuf, dan yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya . Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih. (QS Yusuf (12) : 24)<div class="fullpost"><br />Menghindari Zina Karena Perbuatan Hina Dan Buruk<br /><br />Nah kategori buruk disini ternyata buat sebagian manusia masih banyak yang rancu. Jika yang seharusnya dijadikan pedoman adalah Qur'an dan As-sunnah, maka kita tahu bahwa kita dilarang mendekati zina. Namun bagaimana jika yang dijadikan acuan dan pegangan adalah nilai sosial pribadi atau masyarakat yang heterogen dipakai ? Maka jangan heran, zaman sekarang , berjalan berdua-duaan antara anak laki dan perempuan di mall/bioskop/pusat jajan sudah biasa, karena nilai masyarakat heterogen menganggapnya selama suka sama suka, no problem.<br /><br />Apa bisa kita seperti Nabi Yusuf ? jawabnya : BISA. Insya Allah, bisa. selama diri menghendaki kebaikan. Inilah 10 tips kebaikan untuk menghindari diri dari zina :<br /><br />[1] Tidak berdua-duaan (nyepi) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahrom, baik di rumah, di mobil, di mana saja. Mengikuti Sabda Rasulullah, "Tidaklah seorang laki-laki yang berdua-duaan dengan seorang wanita, kecuali yang ketiganya adalah setan.<br /><br />[2] Bagi para wanita muslimah, hindarilah Tabarruj (berhias diri) dan Sufur (tidak menutup aurat) ketika keluar rumah, karena itu-menyebabkan fitnah dan menarik perhatian. Rasulullah bersabda, "Ada dua golongan penghuni neraka dan disebutkan salah satu diantaranya- wanita yang berpakaian tapi telanjang dan berjalan miring berlenggak-lenggok. Dan pakaian yang paling dianjurkan adalah abaya yang sederhana (pakaian berwarna hitam yang menutupi seluruh tubuh), menutup kedua tangan dan kaki, serta tidak menggunakan wangi-wangian. Hendaklah mencontoh Ummahatul Mu'minun dan Shahabiyat, bila keluar rumah mereka itu bagaikan burung gagak yang memakai pakaian hitam, tidak sesuatupun dari tubuh mereka yang terlihat.<br /><br />[3] Hindari membaca majalah-majalah yang merusak dan menonton film-film-yang terdapat adegan porno, karena itu akan membangkitkan nafsu seks dan Anda akan meremehkan perbuatan keji dengan menamakannya sebagai cinta dan persahabatan, dan menampakkan perbuatan zina dengan menamakan hubungan kasih sayang yang matang antara seorang laki-laki dan wanita. Janganlah merusak rumahmu, hatimu dan akalmrnu dengan hubungan-hubungan yang diharamkan.<br /><br />[4] Allah berfirman, "Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu bahan olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan." (Lukman:6). Maka hindarilah (minimal kurangi) mendengarkan lagu-lagu dan musik, hiasilah pendemgaranmu dengan lantunan ayat-ayat suci Alquran, rutinlah membaca dzikir dan istighfar, perbanyaklah dzikrul maut (mengingat mati) dan Muhasabatun Nafs (evaluasi diri).<br /><br />[5] Takutlah kepada Yang Maha Tinggi, Maha Kuasa dan Maha Mengetahui apa-apa yang tersembunyi. Ini adalah rasa takut yang paling tinggi yang menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat. Anggaplah bahwa ketika anda tergelincir pada perbuatan zina, maka bagamana jika seandainya hal itu diketahui oleh bapakmu, ibumu, saudara-saudaramu, kerabatmu atau suamimu/istrirmu? Dalam pandangan dan buah bibir mereka ketika Anda meninggal, mereka akan menganggap Anda sebagai seorang pezina, na'udzu billahi min dzalik.<br /><br />[6] Mencari teman yang shaleh atau sholehah yang selalu siap menolong dan membantu Anda, karena manusia itu lemah sementara setan siap menerkam di mana saja dan kapan saja. Hindarilah teman jelek, karena ia akan datang kepada Anda bagaikan seorang pencuri yang masuk secara sembunyi-sembunyi mencuri kesempatan hingga ia menggelincirkanmu pada sesuatu yang diharamkan.<br /><br />[7] Perbanyak berdoa, karena Nabi umat ini termasuk orang yang senantiasa membaca doa dan banyak istighfar.<br /><br />[8] Tidak membiarkan waktu senggang berlalu kecuali dengan membaca Alquran. Berusaha menghafal apa yang mudah dari Alquran. Kalau Anda memiliki semangat yang tinggi, bergabunglah dengan kelompok Tahfidzul Quran. Karena jika diri Anda tidak disibukkan dengan ketaatan dan ibadah, maka Anda akan disibukkan oleh kebathilan.<br /><br />[9] Ingatlah bahwa Anda akan meninggalkan dunia ini dengan lembaran-lembaran yang Anda tulis sepanjang hari-hari kehidupan Anda. Bila lernbaran-lembaran itu penuh dengan ketaatan dan ibadah, maka bergernbiralah. Dan bila sebaliknya, segeralah bertaubat sebelum meninggal. Karena hari kiamat itu adalah hari penyesalan. Allah berfirman, "Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan." (Maiyam: 39). Yaitu hari dibukanya segala hal yang tersembunyi) dan lembaran-lembaran yang beterbangan. Hari dimana seorang ibu yang menyusui melupakan anaknya yang sedang ia susui.<br /><br />[10] Hati-hati menggunakan telepon, jangan sampai menjerumuskan banyak manusia, laki-laki maupun wanita, dalam perbuatan zina. Maka janganlah Anda menjadi salah satu dari mereka yang menjadi korban. Dan ketahuilah bahwa Allah akan memberikan anda jalan keluar, dan keselamatan dari padanya<br /><br />Mau berakhlak seperti Nabi Yusuf di Zaman Modern ? Pasti MAU...dan pastinya HARUS BISA ...<br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-91235236000312416442010-11-09T22:56:00.000-08:002011-06-10T06:43:07.353-07:00Jantung dalam Al Qur'an dan Hadits<div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Oleh<br />DR. Rinto Anugraha, Dosen UGM Yogyakarta<br /><br />Baru-baru ini, sebuah jurnal kedokteran ilmiah kedokteran Internasional di bidang jantung, International Journal of Cardiology, mempublikasikan sebuah paper yang berjudul "The heart and cardiovascular system in the Qur'an and Hadeeth" (Jantung dan sistem jantung dalam Al Qur'an dan Hadits). Ini termasuk sebuah paper yang langka.<br /><br />Paper itu ditulis oleh Marios Loukas, Yousuf Saad, Shane Tubbs dan Mohamadali Shoja. Penulis pertama, Marios Loukas adalah seorang Profesor di St. George University dengan bidang riset seputar jantung, teknik dan anatomi pembedahan, arteriogenesis hingga pendidikan medis.<br /><br />http://www.sgu.edu/research/research-investigators-loukas.html<br /><br />Pencarian dengan menggunakan portal ISIWeb Knowledge menyebutkan sekitar 280 paper ilmiah yang pernah ditulis oleh Marios Loukas di bidang jantung. Ini menunjukkan kredibilitas beliau sebagai pakar yang berkompeten untuk berbicara soal jantung, termasuk tulisannya yang membicarakan jantung di dalam Al Quran dan Hadits.<br /><br />International Journal of Cardiology itu sendiri termasuk jurnal ternama di bidang jantung. Nilai Impact factor jurnal tersebut sekitar 3. Paper yang diterbitkan itu dapat dilihat di<br />http://www.internationaljournalofcardiology.com/article/S0167-5273(09)00566-X/abstract<br /><br />Bagi pembaca yang tertarik dengan paper tersebut, silakan mendownload file pdfnya di<br />http://www.4shared.com/document/tsQIFQ4J/heart-cardiovascular-quran-had.html<br /><br />Mungkin penting untuk diketahui disini, bahwa kata "heart" dalam dunia kedokteran berarti jantung, bukan hati. Adapun "hati" dalam kedokteran adalah liver. Karena itu kata "qalb" dalam bahasa Arab, diterjemahkan oleh penulis paper tersebut menjadi "heart", yang dalam bahasa Indonesia berarti jantung.<br /></span></div><div style="text-align: justify;font-family:arial;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br />Ada sejumlah hal menarik dari paper tersebut.<br /><br />Paper tersebut dikirim dan sampai (received) ke jurnal tersebut pada tanggal 7 Mei 2009. Ternyata, hanya dalam 5 hari kemudian tanggal 12 Mei 2009, paper tersebut langsung disetujui (accepted) oleh editor jurnal tersebut. Sepanjang pengetahuan saya, proses ini sangat-sangat cepat. Rata-rata sebuah paper membutuhkan waktu satu hingga beberapa bulan untuk dapat disetujui oleh editor jurnal. Bahkan ada yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Lamanya proses itu salah satunya karena adanya diskusi panjang dengan reviewer atau pihak ketiga yang memberikan penilaian layak tidaknya sebuah paper untuk dapat diterbitkan di sebuah jurnal ilmiah. Dugaan saya, proses yang hanya lima hari sejak proses received hingga accepted ini disebabkan karena editor langsung setuju dengan isi paper tersebut sehingga tidak diperlukan lagi proses pengecekan oleh pihak ketiga.<br /><br />Paper itu sendiri terbit secara online pada 25 Agustus 2009. Kemudian dicetak dalam edisi kertas baru-baru saja, pada 1 April 2010.<br /><br />Dalam pengantarnya, penulis menjelaskan kemajuan ilmu kedokteran saat ini nampaknya melupakan kontribusi dari sejumlah teks-teks agama, salah satunya adalah Quran dan Hadits. Padahal beliau menyebut deskripsi yang akurat tentang struktur anatomi, prosedur bedah, karakteristik fisiologi dan pengobatan medis, "Found within the Qur'an and Hadeeth are accurate descriptions of anatomical structures, surgical procedures, physiological characteristics, and medical remedies." Paper itu ditulis sebagai review atau rangkuman untuk menyajikan secara akurat kontribusi Al Quran dan Hadits dengan fokus khusus pada sistem jantung "to accurately present the anatomical and medical contributions of the Qur'an and Hadeeth, with specific focus on the cardiovascular system."<br /><br />Setelah menyebutkan sejarah singkat Al Quran dan Hadits, Marios Loukas menjelaskan perbedaan kontras dalam Islam dan Kristen mengenai hubungan antara agama dan sains. Dalam sejarah Kristen di abad pertengahan dan masa Renaissance, pengaruh gereja Kristen melumpuhkan (stifle) perkembangan sains, bahkan jika pengamatan sains tersebut sebenarnya didukung oleh perhitungan dan pemikiran rasional. Sementara, sains di era kejayaan Islam berkembang luas disebabkan ajaran Islam mendorong (encourage) dan mendukung riset sains. Selain itu, dalam Islam pencarian ilmu pengetahuan merupakan bagian dari ibadah kepada Tuhan (an act of worship to God).<br /><br />Paper itu menjelaskan tentang pandangan umum tentang pengobatan dalam Al Qur'an dan Hadits. Diantaranya, Allah SWT yang menciptakan penyakit, dan setiap penyakit itu selalu ada obat dan metode penyembuhannya. Sebuah penyakit yang sembuh terjadi karena adanya ijin dari Allah SWT (permission of God). Ada dua macam perlakuan (treatment) untuk proses penyembuhan suatu penyakit, yaitu secara spiritual dan fisik. Sebab, Al Quran menyebut penyakit tidak hanya berupa penyakit fisik, namun juga penyakit yang "tersembunyi" seperti keragu-raguan (doubt), kotoran keimanan (impurity), kemunafikan (hypocrisy) dan tidak beriman (disbelief) dan dusta (falsehood).<br /><br />Selain penyakit batin tersebut, Al Quran dan Hadits juga mendiskusikan beberapa penyakit fisik seperti sakit perut (abdominal pain), mencret (diarrhea), demam (fever), penyakit kusta (leprosy), and penyakit mental. Diantara obat yang manjur adalah madu karena mengandung gula, vitamin dan anti mikroba. Selanjutnya Al Quran berbicara tentang makanan apa saja yang haram dikonsumsi, seperti bangkai, darah, daging babi serta yang disembelih tidak atas nama Allah.<br /><br />Mengenai sistem jantung, darah dan sirkulasinya, penulis menyebut tentang sebuah ayat Al Quran yang menyatakan bahwa "Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya" (Qaaf 16). Ini menunjukkan relasi antara Allah SWT dengan hamba-Nya, sekaligus mengisyaratkan pentingnya pembuluh darah di leher dan hubungannya dengan jantung.<br /><br />Panjang lebar, penulis paper tersebut juga mengupas jantung, penyakit yang berkaitan dengan jantung, serta kontribusi Al Qur'an dan Hadits bagi dunia medik. Seperti, pembuluh darah aorta, diskusi seputar darah pada penyembelihan binatang. Al Quran juga menyebut ada tiga kelompok manusia berdasarkan keadaan "heart", yaitu orang yang beriman (believers) yang memiliki heart yang hidup, orang kafir (rejecters of faith) yang memiliki heart yang mati, dan orang munafik (the hypocrites) yang ada penyakit dalam heart. Karena itu Marios Loukas menyatakan bahwa heart memiliki dua tipe, yaitu spiritual heart dan physical heart. Tiga kategori itu termasuk ke dalam spiritual heart. Ia juga menyebutkan bahwa ulama (scholars) membagi dua jenis penyakit dalam spiritual heart, yaitu syubuhat dan syahwat.<br /><br />Bagin yang juga menarik, ketika secara tidak langsung gaya hidup manusia yang dikehendaki oleh Allah SWT, membuat kemungkinan terkena penyakit jantung menjadi lebih kecil, seperti melakukan aktivitas spiritual, makan secukupnya, bekerja secara fisik, tidak marah dan iri hati, menjauhi keserakahan, serta menjauhkan diri dari makanan dan minuman yang dilarang. Termasuk dibahas pula gerakan-gerakan shalat (berdiri, sujud duduk) yang berhubungan dengan kesehatan, sampai-sampai gerakan orang shalat yang malas seperti yang dilakukan oleh orang munafik dikecam dalam Al Quran. Hingga dibahas pula, larangan Islam untuk mengkonsumsi alkohol untuk khamar yang bisa ditinjau dari segi kesehatan. Sebab, alkohol berpengaruh pada seluruh organ tubuh, seperti liver, lambung, usus, pankreas, jantung dan otak dan dapat menyebabkan sejumlah penyakit, seperti liver cirrhosis, pancreatic insufficiency, cancer, hypertension dan heart disease.<br /><br />Di bagian kesimpulan, penulis menyatakan bahwa Al Qur'an dan ucapan Nabi Muhammad merupakan teks agama, spiritual dan sekaligus saintifik, serta memberikan pengaruh (influence) bagi ilmu medik dan anatomi. Setelah panjang lebar menjelaskan, penulis menyatakan bahwa jantung (heart) sesungguhnya berisi unsur hati, kecerdasaan dan emosi, sebagaimana juga unsur fisik tubuh yang dapat mengalami sakit, seperti pembekuan darah dll. Penulis juga menyatakan bahwa saintis Eropa di abad pertengahan gagal dalam mengambil manfaat dari Islam, disebabkan oleh beberapa kemungkinan diantaranya proses penterjemahan yang buruk.<br /><br />Menurut hemat saya, Al Quran memang bukan kitab sains, namun petunjuk hidup bagi manusia. Bagi orang yang beriman, Al Quran juga tidak butuh bukti untuk kebenaran isinya. Namun demikian, adanya sejumlah isyarat-isyarat ilmiah yang belakangan terbukti sesuai dengan perkembangan sains modern semakin menunjukkan bahwa Al Quran bukanlah sebuah kitab yang biasa, tetapi sebuah mukjizat dari Allah SWT. Inilah domain yang dimasuki oleh Marios Loukas dan partnernya. Orang seperti Marios Loukas dengan kepakarannya di bidang jantung sangat tepat untuk membahas masalah ini. Tentu, usaha ini patut mendapat apresiasi dari kita, kaum muslimin. Salah satunya, beberapa saintis Turki menulis paper di jurnal tersebut yang berjudul "Islamic legacy of cardiology: Inspirations from the holy sources", sebagai kelanjutan dari paper Marios Loukas tersebut.<br /><br />http://www.internationaljournalofcardiology.com/article/S0167-5273(09)01393-X/abstract<br /><br />Disamping itu pula, sudah menjadi sunnatullah jika gembong anti Islam selalu menampakkan kebenciannya terhadap setiap upaya untuk memajukan Islam. Kalangan anti Islam dari kelompok faithfreedom.org misalnya, mereka sangat tidak suka ketika jurnal Cardiology itu menerbitkan paper tersebut. Bahkan salah satunya seperti Syed Kamran Mirza sampai menulis surat kepada jurnal tersebut agar menarik paper tersebut. Tentu saja permintaan itu ditolak.<br /><br />Semoga informasi ini bisa menjadi tambahan inspirasi untuk kaum muslimin, untuk selalu menjadi yang terbaik di bidang masing-masing, menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain, dan juga menjadi tambahan keimanan bagi kita, kaum muslimin.<br /></span></div><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><em></em><br /></span></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-29625554252827917192010-11-07T22:51:00.000-08:002011-06-10T06:43:07.354-07:00Mendulang Pahala di Bulan Dzulhijjah<div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Sesungguhnya termasuk sebagian karunia Allah dan anugerah-Nya adalah Dia menjadikan untuk hamba-hamba-Nya yang shalih waktu-waktu tertentu dimana hamba-hamba tersebut dapat memperbanyak amal shalihnya. Diantara waktu-waktu tertentu itu adalah sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah. Berkenaan dengan firman Allah Ta’ala:<br /><br />”Demi Fajar, dan malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr:1-2)<br /><br />Mayoritas ulama berpendapat bahwa dalam ayat ini Allah Ta’ala telah bersumpah dengan “sepuluh hari” pertama dari bulan Dzulhijjah ini. Pendapat ini pula yang dipilih oleh Ibnu Jarir ath Thabari dan Ibnu Katsir rahimakumullah dalam kitab tafsir mereka.<br /><br />Hari-hari sepuluh pertama bulan Dzulhijjah ini memiliki beberapa keutamaan dan keberkahan, dan penjelasannya sebagai berikut:<br /><br />PERTAMA : beramal shalih pada sepuluh hari ini memiliki keutamaan yang lebih dibanding dengan hari-hari lainnya.<br /><br />Imam Al Bukhari telah meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, bahwa beliau bersabda:<br /><br />“Tidaklah ada amal yang lebih utama daripada amal-amal yang dikerjakan pada sepuluh hari Dzulhijjah ini.” Lalu para sahabat bertanya, “Tidak juga Jihad?” Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab,”Tidak juga Jihad, kecuali seseorang yang keluar (untuk berjihad) sambil mempertaruhkan diri (jiwa) dan hartanya,lalu kembali tanpa membawa sesuatupun.” (HR. Bukhari).<br /><br />Dari Said bin Jubair rahimahullah, dan dia yang meriwayatkan hadits Ibnu Abbas radhiallahu anhuma yang lalu, “Jika kamu masuk ke dalam sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah, maka bersungguh-sungguhlah sampai hampir saja ia tidak mampu menguasainya (melaksanakannya).” (HR. Ad Darimi, hadits hasan)<br /><br />Ibnu Hajar berkata dalam kitabnya Fathul Baari: “Sebab yang jelas tentang keistimewaan sepuluh hari di bulan Dzulhijjah adalah karena pada hari tersebut merupakan waktu berkumpulnya ibadah-ibadah utama; yaitu shalat, shaum, shadaqah dan haji. Dan itu tidak ada di hari-hari selainnya.”<br /><br />KEDUA : keutamaan yang lebih khusus pada hari kesembilan sebagai hari ‘Arafah.<br /><br />Pada hari ini para jama’ah Haji melaksanakan wukuf di ‘Arafah, dan wukuf ini merupakan rukun utama dari ibadah Haji. Karenanya hari ini menjadi hari yang memiliki keitamaan yang agung dan keberkahan yang melimpah. Diantara keutamaannya, bahwa sesungguhnya Allah menggugurkan dosa-dosa (dosa kecil) selama dua tahun bagi orang yang berpuasa pada hari ‘Arafah.<br /><br />Dari Abu Qatadah al Anshari radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pernah ditanya tentang puasa pada hari ‘Arafah, maka beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “(Puasa pada hari itu) mengugurkan dosa-dosa setahun yang lalu dan dosa-dosa setahun berikutnya.” (HR.Muslim)<br /><br />Di sunnahkan pula untuk berpuasa ‘Arafah bagi mereka yang tidak ber Haji (yang berada di luar ‘Arafah). Sebagaimana petunjuk Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, adalah beliau berbuka (tidak berpuasa) ketika berada di ‘Arafah pada hari ‘Arafah (sedang ber haji). (lihat shaih Bukhari kitab al Hajj dan shahih Muslim kitab ash Shiyaam)<br /><br />Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan, “Berbukanya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam pada hari ‘Arafah itu mengandung beberapa hikmah, diantaranya memperkuat do’a di ‘Arafah, bahwa berbuka dai puasa yang wajib saja disaat perjalanan safar lebih utama , maka apa lagi dengan puasa yang hanya hukumnya sunnah…” Ibnul Qoyyim melanjutkan, “Guru kami, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengambil jalan yang berbeda dengan orang lain, yaitu bahwa hari ‘Arafah merupakan hari raya bagi mereka yang sedang berwukuf di ‘Arafah dikarenakan pertemuan mereka disana, seperti pertemuan mereka di hari raya (yaumul ‘Ied), dan pertemuan ini hanya khusus bagi mereka yang berada di ‘Arafah saja, tidak bagi yang selain mereka…” (Zaadul Ma’aad)<br /></span></div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br />Dan di antara keberkahan hari ‘Arafah berikutnya, pada hari itu banyak orang yang dibebaskan oleh Allah Ta’ala, dia mendekat ke langit dunia dan membangga-banggakan para jama’ah Haji di hadapan para Malaikat. Dari ‘Aisyah radhiallahu anha, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br /><br />“Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hamba-Nya dari adzab neraka daripada hari ‘Arafah. Sesungguhnya Dia (pada hari itu) mendekat, kemudian menbangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) dihadapan para Malaikat.” Lalu Dia bertanya,”Apa yang diinginkan oleh para jama’ah Haji itu?” (HR. Muslim)<br /><br />Dan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Pada hari ‘Arafah sesungguhnya Allah turun ke langit dunia, lalu membangga-banggakan mereka (para jama’ah Haji) di hadapan para Malaikat, maka Allah berfirman,’Perhatikan hamba-hamba-Ku, mereka datang kepada-Ku dalam keadaan kusut berdebu dan tersengat teriknya matahari, datang dari segala penjuru yang jauh. Aku bersaksi kepada kalian (para Malaikat) bahwa Aku telah mengampuni mereka.’” (HR.Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, al Laalikai, dan Imam al Baghawi, hadits shahih)<br /><br />KETIGA : keutamaan hari ke sepuluh bulan Dzulhijjah, yaitu ‘Iedul Adh-ha yang disebut juga yaumul Nahr.<br /><br />Dalil yang menunjukkan keutamaan dan keagungan hari ‘Iedul Adh-ha adalah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Qurth radhiallahu anhu, dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa beliau bersabda:<br /><br />“Hari teragung di sisi Allah adalah hari ‘Iedul Adh-ha (yaumul Nahr) kemudian sehari setelahnya…” (HR. Abu Dawud)<br /><br />Dan hari yang agung ini dinamakan juga sebagai hari Haji Akbar. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:<br /><br />pic2.jpg<br /><br />“Dan (inilah) suatu pemakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada manusia pada hari haji akbar.” (QS. At Taubah:3)<br /><br />Dan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga menyebut hari agung ini dengan sebutan yang sama. Karena sebagian besar amalan-amalan manasik Haji dilakukan pada hari ini, seperti menyembelih kurban, memotong rambut, melontar jumrah dan Thawaf mengelilingi Ka’bah. (Zaadul Ma’aad). Pada hari yang penuh berkah ini, kaum muslimin berkumpul untuk melaksanakan shalat ‘Ied dan mendengarkan khutbah hingga para wanita pun disyari’atkan agar keluar rumah untuk kepentingan ini. Sebagaimana dalam ash Shahihain, bahwa Ummu ‘Athiyyah Nusaibah binti al Harits berkata:<br /><br />“Kami para wanita diperintahkan untuk keluar pada hari ‘Ied hingga hingga kami mengeluarkan gadis dalam pingitan. Juga mengajak keluar wanita-wanita yang sedang haidh, berada di belakang orang-orang. Mereka bertakbir dengan takbirnya dan mereka berdo’a dengan do’anya. Mengharapkan keberkahan dan kesucian dari hari yang agung ini.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Al Hafidz Ibnu Hajar berkomentar tentang maksud dari kehadiran para wanita tersebut di hari agung ini, sehingga para wanita berhalangan tidak luput dari perintah keluar untuk menghadirinya: “Maksud dari kehadiran mereka adalah menampakkan syi’ar Islam dengan memaksimalkan berkumpulnya kaum muslimin agar barakah hari yang mulia ini dapat meliputi mereka semua.” (Fathul Baari)<br /><br />Pada hari ini dan setelahnya, yaitu pada hari-hari tasyriq, kaum muslimin bertaqarrub kepada Allah Ta’ala melalui penyembelihan hewan kurban. Dan menyembelih hewan kurban merupakan sebuah syi’ar yang agung dari syi’ar Islam.<br /><br />Namun apakah sepuluh hari Dzulhijjah ini lebih mulia dari sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan? Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjawab persoalan ini dg jawaban yg tuntas, dimana beliau menyatakan, “Sepuluh hari Dzulhijjah lebih utama daripada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Dan sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam bulan Dzulhijjah.” (Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah)<br /><br />Muridnya Ibnul Qoyyim rahimahullah juga menyatakan,” Ini menunjukkan bahwa sepuluh malan terakhir dari bulan Ramadhan menjadi lebih utama karena adanya laitatul Qadr, dan lailatul Qadr ini merupakan bagian dari waktu-waktu malamnya. sedangkan sepuluh hari Dzulhijjah mejadi lebih utama karena hari-harinya (siangnya), karena didalamnya terdapat yaumun Nahr (hari berkurban), hari ‘Arafah dan hari Tarwiyah (hari ke delapan Dzulhijjah). (Zadul Maa’ad)<br /><br />MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARI’ATKAN<br /><br />1. Shalat<br /><br />Disunnahkan untuk bersegera dalam melaksanakan hal-hal yang wajib dan memperbanyak amalan-amalan sunnah, karena itu adalah sebaik-baik cara untuk mendekatkan diri kepada Allah. Telah diriwayatkan dari Tsauban radhiallahu anhu, ia berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br /><br />“Hendaklah kamu memperbanyak sujud untuk Allah. Karenaa kamu tidak bersujud kepada Allah sebanyak satu kali sujud kecuali Allah akan mengangkatmu satu derajat dan Allah akan menghapuskan darimu satu kesalahan.” (HR. Muslim)<br /><br />Ketetapan ini berlaku umum, untuk segala waktu.<br /><br />2. Melaksanakan Haji dan ‘Umrah<br /><br />Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, salah satunya adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:<br /><br />“Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yg dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah surga.” (HR. Muslim)<br /><br />3. Berpuasa Pada Hari-Hari Tersebut, Terutama Pada Hari ‘Arafah<br /><br />Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yg paling utama dan yg dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadits qudsi, artinya:<br /><br />“Puasa itu adalah untuk-Ku, dan Akulah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku.”<br /><br />Diriwayatkan dai Abu Said Al Khudri radhiallahu anhu, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br /><br />“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Diriwayatkan dari Abu Qatadah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br /><br />“Berpuasa pada hari ‘Arafah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya.” (HR. Muslim)<br /><br />Dari Hinaidah bin Khalid radhiallahu anhu, dari istrinya dari sebagian istri-istri Rasululllah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dia berkata:<br /><br />“Adalah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berpuasa pada tanggal sembilan Dzulhijjah, sepuluh Muharram dan tiga hari setiap bulan.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasa’i)<br /><br />Imam Nawawi berkata tentang puasa sepuluh hari bulan Dzulhijjah: “Sangat di sunnahkan.”<br /><br />4. Takbir, Tahlil dan Tahmid Serta Dzikir<br /><br />Sebagaimana firman Allah Ta’ala:<br /><br />pic3.jpg<br /><br />“…dan agar mereka menyebutkan nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (QS. Al Hajj:28)<br /><br />Para ahli tafsir menafsiri bahwa yang dimaksud dengan “hari-hari yang telah ditentukan” adalah sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Oleh karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma yang artinya, “maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir, dan tahmid.”(HR. Ahmad)<br /><br />Imam Bukhari rahimahullah berkata:” Ibnu Umar dan Abu Hurairah radhiallahu anhum keluar ke pasar pada hari-hari sepuluh (sepuluh hari pertama) dalam bulan Dzulhijjah seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orang pun mengikuti takbir keduanya.”<br /><br />Dia juga berkata,” Umar bertakbir dikubahnya sampai orang-orang masjid mendengarnya, maka mereka bertakbir dan bertakbir pula orang-orang yang ada di pasar-pasar sampai gemuruh takbir itu menguasai pendengaranku.”<br /><br />Ibnu ‘Umar bertakbir di Mina pada hari-hari itu, bertakbir juga setelah melakukan shalat, saat berada di atas ranjangnya, di perkemahannya, di majelisnya, dan diwaktu berjalan di jalan-jalan sepanjang hari-hari itu. Disunnahkan pula untuk bertakbir dengan suara yang keras berdasarkan perbuatan Umar, anak lelakinya dan Abu Hurairah.<br /><br />Bentuk Takbir<br /><br />Telah diriwayatkan tentang bentuk-bentuk takbir yang diriwayatkan oleh para sahabat dan tabi’in diantaranya:<br /><br />a. Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar kabiraa<br /><br />b. Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar wa lillaahil hamdu.<br /><br />c. Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, laa ilaaha illallaahu wallaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar, wa lillaahil hamdu.<br /><br />Tidak boleh mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majelis dan mengucapkannya dengan satu suara. Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para salaf. Menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Hal tersebut berlaku pada semua dzikir dan berdo’a, kecuali jika ia tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.<br /><br />5. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat dan Dosa, Sehingga Akan Mendapatkan Ampunan dan Rahmat Allah Ta’ala.<br /><br />Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba Allah Ta’ala dan ketaatan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah Ta’ala kepadanya. disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br /><br />“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakal seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />6. Banyak Beramal Shalih<br /><br />Memperbanyak amalan-amalan shalih berupa ibadah sunnah seperti: shalat, sedekah, jihad, membaca Al Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipatgandakan pahalanya. Amalan yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah utama. Sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang utama, kecuali jihadnya orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.<br /><br />7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban dan Hari-Hari Tasyriq<br /><br />Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam yakni ketika Allah menebus putranya dengan sembelihan yang agung dan juga sunnah Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Tentang keutamaan hari raya kurban , telah di jelaskan diatas dalam pasal ketiga (keutamaan yaumul Nahr) keutamaan sepuluh hari bulan Dzulhijjah.<br /><br />8. Melaksanakan Shalat Idul Adh-ha dan Mendengarkan Khutbahnya.<br /><br />Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyari’atkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti: nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukkan dan sejenisnya. Dimana hal tersebut akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukannya selama sepuluh hari. Tentang keutamaan hari ini , telah dijelaskan sebagiannya diatas.<br /><br />Selain hal-hal yang telah disebutkan diatas, hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.<br /><br />KEUTAMAAN HARI-HARI TASYRIQ<br /><br />Hari Tasyriq adalah tiga hari (tgl 11,12,13 dzulhijjah) setelah yaumun Nahr, dinamakan hari tasyriq karena pada hari itu orang-orang mengeringkan atau mendendengkan dan menyebarkan daging kurban. (Syarhun Nawawi li Shaihi Muslim).<br /><br />Allah Ta’ala berfirman:<br /><br />pic4.jpg<br /><br />“Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam beberapa hari yang berbilang.” (QS. Al Baqarah :203)<br /><br />Berkata Ibnu Abbas radhiallahu anhuma: “’dalam beberapa hari yang berbilang’ adalah hari-hari tasyriq.”<br /><br />Dalam Shahih Muslim dari hadits Nabisyah al Hadzali radhiallahu anhu, ia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Hari-hari tasyriq adalah hari-hari makan dan minum.” Dan dalam suatu riwayat dengan tambahan: “Dzikir kepada Allah.” (HR. Muslim)<br /><br />Dan terdapat pula di dalam as Sunnan dari ‘Uqbah bin Amir radhiallahu anhu bahwa dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:<br /><br />“Hari ‘Arafah, hari raya kurban dan hari-hari tasyriq merupakan hari raya kita pemeluk Islam, dan dia merupakan hari-hari makan dan minum.” (HR. Abu Dawud)<br /><br />Ibnu Rajab rahimahullah menyatakan,” Dalam sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bahwa hari-hari tersebut merupakan ‘hari-hari makan dan minum serta dzikir kepada Allah’, sebagai sebuah isyarat bahwa makan dan minum pada hari-hari raya tersebut merupakan mekanisme yang membantu untuk meningkatkan dzikir kepada Allah dan ketaatan kepada-Nya. Sebagai bagian dari kesempurnaan mensyukuti nikmat Allah, yaitu menjadikan hari-hari makan dan minum sebagai alat yang menolongnya untuk berbuat ta’at kepada-Nya…”(Latha iful Ma’aarif, Ibnu Rajab)<br /><br />Pada hari-hari ini disyari’atkan untuk bertakbir sebagaimana dilakukan oleh para Sahabat radhiallahu anhum dan generasi Salaf yang datang setelah masa mereka (para Sahabat). Takbir ini juga merupakan salah satu bentuk dari berbagai dzikir kepada Allah. Adapun waktu bertakbir, para ulama memiliki beberapa pendapat. Dan pendapat yang paling shahih dan masyhur bahwa takbir dimulai dari pagi hari ‘Arafah sampai akhir hari Tasyriq. (Tafsir Ibnu Katsir dan Fathul Baari).<br /><br />Dalil-dalil yang mengidentifikasikan kemuliaan hari-hari tasyriq ini adalah jatuhnya masa pelaksanaan beberapa amalan manasik Haji pada hari-hari tasyriq tersebut, seperti hari (mabit) di Mina, hari-hari melontar jumrah, hari-hari menyembelih hewan kurban dan lain sebagainya. Dan di antara hari-hari tasyriq sendiri, maka hari yang paling utama pada periode tersebut adalah hari pertamanya, sebagaimana dalam hadits berikut:<br /><br />“Hari teragung di sisi Allah adalah hari ‘Iedul Adh-ha (yaumun Nahr) kemudian sehari setelahnya (yaumul qarri)…” (HR. Abu Dawud)<br /><br />Dinamakan yaumul qarri karena pada hari itu mereka berada di Mina dan berdiam diri disana.<br /><br />Maraji:<br /><br />Kitab At Tabarruk Anwaa’uhu wa Ahkaamuhu (edisi terjemahan, Amalan dan Waktu yg Diberkahi), penulis dr. Nashir bin ‘Abdirrahman bin Muhammad al Juda’i.<br /><br />Kitab Ibadah Kurban Keutamaan dan Koreksi atas Berbagai Kesalahannya, penulis Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al jibrin, Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Rasyid bin Abdullah al Ghufaili.<br /><br />Kitab Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah, Hukum Qurban, Syari’at Aqiqah dan Fiqh Dua Hari Raya, penulis Ustadz Abdullah Shalih Al Hadrami (materi kajian majelis taklim dan dakwah Husnul Khatimah, Malang)<br /><br />Sumber : Keutamaan Sepuluh Hari Pertama Bulan Dzulhijjah (www.abuzubair.wordpress.com)<br /></span></div><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-81451365746143079292010-11-06T21:01:00.000-07:002011-06-10T06:43:07.354-07:00Hati Yang Terbaik<div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;">Oleh :<br />Muhammad Nur Ichwan Muslim<br /><br />Ali radhiallahu ‘anhu berwasiat kepada muridnya, Kumail bin Ziyad,<br /><br />يا كميل بن زياد القلوب أوعية فخيرها أوعاها للعلم احفظ ما أقول لك الناس ثلاثة فعالم رباني ومتعلم على سبيل نجاة وهمج رعاع اتباع كل ناعق يميلون مع كل ريح لم يستضيئوا بنور العلم ولم يلجئوا إلى ركن وثيق<br /><br />“Wahai Kumail bin Ziyad. Hati manusia itu bagaikan bejana (wadah). Oleh karena itu, hati yang terbaik adalah hati yang paling banyak memuat ilmu. Camkanlah baik-baik apa yang akan kusampaikan kepadamu. Manusia itu terdiri dari 3 kategori, seorang yang berilmu dan mengajarkan ilmunya. Seorang yang terus mau belajar, dan orang inilah yang berada di atas jalan keselamatan. Orang yang tidak berguna dan gembel, dialah seorang yang mengikuti setiap orang yang bersuara. Oleh karenanya, dia adalah seorang yang tidak punya pendirian karena senantiasa mengikuti kemana arah angin bertiup. Kehidupannya tidak dinaungi oleh cahaya ilmu dan tidak berada pada posisi yang kuat.” (Hilyah al-Auliya 1/70-80).<br /><br />Hati yang Terbaik<br /><br />Wasiat khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu ini, adalah suatu wasiat yang terkenal di kalangan para ulama yang menjelaskan kategori manusia.<br /><br />Setelah beliau menjelaskan bahwa hati manusia itu adalah bagaikan wadah, maka hati yang terbaik adalah hati yang dipenuhi dengan ilmu. Hati yang dipenuhi oleh pemahaman terhadap Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena mereka yang memahami Al Qur-an dan sunnah rasul-Nya adalah orang-orang yang dikehendaki oleh Allah ta’ala untuk memperoleh kebaikan sebagaimana sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br /><br />من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين<br /><br />“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkannya dalam urusan agama.” (HR. Bukhari nomor 71 dan Muslim nomor 1037).<br /><br />Pada sabda nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tadi, rasulullah menyebutkan lafadz خيرا yang berarti kebaikan dalam bentuk nakirah (indefinitif) yang didahului oleh kalimat bersyarat sehingga menunjukkan makna yang umum dan luas. Seakan-akan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak mengatakan, jika Allah menghendaki seluruh kebaikan diberikan kepada seorang, maka Allah hanya akan memberikannya kepada para hamba-Nya yang Dia pahamkan terhadap agama-Nya. Karena seluruh kebaikan hanya Allah berikan bagi orang-orang yang mau mempelajari dan mengkaji agama Allah ta’ala.<br /></span></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-family:arial;">Dari hadits di atas juga, kita dapat memahami bahwasanya mereka yang enggan mempelajari agama Allah ta’a a, maka pada hakikatnya mereka tidak memperoleh kebaikan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Oleh karenanya, imam Ibnu Hajr Al Asqalani Asy Syafi’i tatkala menjelaskan hadits di atas, beliau mengatakan,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">مَفْهُوم الْحَدِيث أَنَّ مَنْ لَمْ يَتَفَقَّه فِي الدِّين – أَيْ : يَتَعَلَّم قَوَاعِد الْإِسْلَام وَمَا يَتَّصِل بِهَا مِنْ الْفُرُوع – فَقَدْ حُرِمَ الْخَيْر</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Konteks hadits di atas menunjukkan bahwa seorang yang tidak memahami agama, dalam artian tidak mempelajari berbagai prinsip fundamental dalam agama Islam dan berbagai permasalahan cabang yang terkait dengannya, maka sungguh ia diharamkan untuk memperoleh kebaikan” (Fathul Baari 1/165).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Sang Alim Rabbani</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Kemudian khalifah ’Ali bin Abi Thalib radliallahu ‘anhu menerangkan bahwasanya manusia terbagi menjadi tiga kategori. Kategori pertama adalah عالم رباني seorang yang berilmu, mengajarkan, mendakwahkan dan menyebarkan ilmunya. Karena seorang alim rabbani adalah sebagaimana yang diterangkan oleh imam Mujahid rahimahullah ta’ala,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">الرباني الذي يربي الناس بصغار العلم قبل كباره</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">”Ar Rabbani adalah seorang yang mengajari manusia hal-hal yang mendasar sebelum mengajari mereka dengan berbagai hal yang rumit.” (Tafsir Al Qurthubi 4/119).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Maka, seorang rabbani adalah seorang yang mengajarkan ilmunya. Maka dialah seorang yang selayaknya kita ikuti. Dialah seorang yang berilmu dengan ilmu yang benar yaitu yang berupa Al Qur-an dan sunnah rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena ilmu adalah sebagaimana yang dikatakan oleh imam Asy Syafi’i rahimahullah</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">كُلُّ الْعُلُوْمِ سِوَى الْقُرْآنِ مُشْغِلَةٌ إِلاَّ الْحَدِيْثَ وَ عِلْمَ الْفِقْهِ قِي الدِّيْنِ</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">اَلْعِلْمُ مَا كَانَ فِيْهِ قَالَ حَدَّثَنَا وَ مَا سِوَى ذَاكَ وَسْوَسُ الشَّيَاطِيْنَ</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Setiap ilmu selain Al Qur-an akan menyibukkan, kecuali ilmu hadits dan fiqih</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Ilmu adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat ungkapan ‘Haddatsana’ (yaitu ilmu yang berdasar kepada wahyu)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Adapun ilmu selainnya, hal itu hanyalah bisikan syaithan semata (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Namun yang patut dicamkan oleh mereka yang berilmu adalah ilmu yang mereka ketahui dan ajarkan kepada manusia selamanya tidak akan bermanfaat hingga mereka mengamalkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">مثل العالم الذي يعلم الناس الخير و ينسى نفسه كمثل السراج يضيء للناس و يحرق نفسه</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Permisalan seorang alim yang mengajari kebaikan kepada manusia namun melupakan dirinya (karena tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lilin yang menerangi manusia namun justru membakar dirinya sendiri.” (Al Jami’ush Shaghir wa Ziyadatuhu nomor 10770 dengan sanad yang shahih).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Penuntut Ilmu di Atas Jalan Keselamatan</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Jika kita bukan termasuk kategori yang pertama, maka hendaknya kita menjadi orang yang termasuk dalam kategori kedua, kategori yang beliau katakan sebagai متعلم على سبيل نجاة yaitu seorang yang mau belajar dan orang inilah orang yang berada di atas jalan keselamatan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Maka benarlah apa yang beliau katakan, karena sesungguhnya seorang yang terus mau belajar adalah orang yang sedang meniti jalan menuju surga sebagaimana yang disabdakan oleh nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به طريقا إلى الجنة</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mendapatkan ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. Muslim nomor 2699).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Maka seorang yang selalu belajar dan belajar, maka dialah على سبيل نجاة orang yang berada di atas jalan keselamatan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Hamajun Ra-a’ (Gembel yang Tidak Berguna)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Adapun orang yang selain kedua golongan ini. Maka hal ini adalah sesuatu yang memalukan dan sangat berbahaya.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Kata beliau mereka ini adalah orang-orang yang gembel dan tidak begitu berguna. Mereka ini adalah orang-orang yang memiliki sifat mengikuti setiap orang yang berkomentar dan mengikuti kemana arah angin bertiup.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Artinya, siapa saja yang memberikan komentar kepadanya, maka dia akan mengikutinya tanpa mempertimbangkannya terlebih dahulu. Orang ini tidak memiliki pendirian, ketegasan sikap karena ia tidak memiliki ilmu. Maka dia adalah seorang yang bingung.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Maka beliau katakan bahwa orang ini layaknya seperti pohon yang mengikuti kemana arah angin bertiup. Itulah orang-orang yang tidak menjalani kehidupannya dengan cahaya ilmu, dengan cahaya firman Allah dan sabda rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang ini adalah orang yang tidak berada dalam posisi yang kokoh dan kuat sehingga ia adalah seorang yang cepat berubah dan tidak memiliki pendirian. Orang yang mengikuti apa saja yang dikatakan oleh orang yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Maka boleh jadi dan bisa jadi dia celaka dikarenakan hal tersebut.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Persis seperti kejadian yang terjadi di masa rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ada seorang yang terlempar dari untanya, maka kepalanya pun terluka. Namun pada malam hari, dia bermimpi sehingga dia memasuki pagi hari dalam kondisi junub. Akan tetapi ia tidak tahu bagaimana bersikap dikarenakan minimnya ilmu yang dia miliki. Akhirnya dia pun bertanya kepada orang yang berada di sampng kanan dan di samping kirinya. Apakah ia harus mandi untuk bersuci atau dia diperbolehkan bertayammum karena kepalanya terluka.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Ternyata dia bertanya kepada orang yang salah, sehingga dia memperoleh jawaban yang salah. Pihak yang ditanyai menyarankan bahwa dia tetap harus mandi karena tidak ada rukhshah (dispensasi) bagi dirinya. Akhirnya orang ini pun mandi, dan ia pun meninggal. Karena ketidaktahuannya tentang suatu hal yang mendasar bagi seorang muslim, yaitu bagaimana cara seorang muslim harus bersuci, kapan dia harus mandi dan bertayammum, akhirnya … keadaan naas pun menimpanya.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Demikian pula, seorang yang tidak menuntut ilmu agama pada hakekatnya dia bagaikan jasad yang tidak bernyawa. Hal ini dikarenakan ilmu agama adalah nutrisi bagi hati yang menentukan keberlangsungan hidup hati seorang. Seorang yang tidak memahami agamanya, dia layaknya sebuah mayat meski jasadnya hidup. Tidak heran jika al Imam asy Syafi’i rahimahullah sampai mengatakan,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">مَنْ لَمْ يَذُقْ مُرَّ التَّعَلُّمِ سَاعَةً تَجَرَّعَ ذُلُّ الْجَهْلِ طُوْلَ حَيَاتِهِ</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">وَ مَنْ فَاتَهُ التَّعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Barangsiapa yang tidak pernah mencicipi pahitnya belajar</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Maka dia akan meneguk hinanya kebodohan di sepanjang hidupnya</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Barangsiapa yang tidak menuntut ilmu di masa muda</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Maka bertakbirlah empat kali, karena sungguh dirinya telah wafat (Diwan al Imam asy Syafi’i, Dar al Kutub al ’Ilmiyah).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Urgensi Menuntut Ilmu Agama</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Wasiat Amir al-Mukminin, Ali radhiallahu anhu di atas pada dasarnya menghasung kita sebagai umat Islam untuk mempelajari agama ini dengan benar, karena diri kita sangatlah butuh akan ilmu agama ini.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Al Imam Ahmad rahimahullah mengatakan,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">الناس محتاجون إلى العلم قبل الخيز و الماء لأن العلم محتاجون إليه الإنسان في كل ساعة و الخبز و الماء في اليوم مرة أو مرتين</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Manusia sangat membutuhkan ilmu melebihi kebutuhan terhadap roti dan air, karena ilmu dibutuhkan manusia di setiap saat. Sedangkan roti dan air hanya dibutuhkan manusia sekali atau dua kali” (Al Adab asy Syar’iyyah 2/44-45).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Faktor yang membuat kita memahami urgensi menuntut ilmu syar’i di saat ini adalah jika kita mengamati realita keagamaan di sekitar kita. Jika kita mau mengamati, betapa banyak pada zaman sekarang orang-orang yang berbicara tentang agama Allah ini tanpa dilandasi dengan ilmu.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Mantan artis yang baru saja berkubang dengan kemaksiatan, kemudian merubah penampilan sehinga nampak shalih dijadikan ikon keshalihan dan dijadikan tempat bertanya mengenai permasalahan agama. Seorang yang tidak pernah mengenyam pendidikan agama secara formal, tidak memiliki background pendidikan agama, tidak tahu bahasa Arab, tidak menghafal al Qur-an begitupula tidak tahu-menahu mengenai hadits-hadits nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dimintai pendapatnya dalam permasalahan agama.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Sungguh benar apa yang disabdakan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia, beliau telah mensinyalir hal ini akan terjadi dalam sebuah haditsnya,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">سيأتي على الناس سنوات خداعات يصدق فيها الكاذب ويكذب فيها الصادق ويؤتمن فيها الخائن ويخون فيها الأمين وينطق فيها الرويبضة . قيل وما الرويبضة ؟ قال : الرجل التافه ؛ يتكلم في أمر العامة</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Akan datang tahun-tahun yang dipenuhi penipuan. Pada saat itu, seorang pendusta justru dibenarkan dan seorang yang jujur malah didustakan. Seorang pengkhianat malah dipercaya dan seorang yang amanah malah dikhianati. Pada saat itu, ar-ruwaibidhah akan angkat bicara. Para sahabat bertanya, “Apa ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Ar-rumwaibidhah adalah seorang yang (pada hakekatnya) dungu, namun berani bicara mengenai urusan umat.” (Ash-Shahihah nomor 1887).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Begitupula jika kita menyimak firman Allah yang mencela kebodohan seorang terhadap agama-Nya, maka kita akan memahami bahwa setiap muslim dituntut untuk mengetahui perkara agama. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لا يَعْلَمُونَ (٦)يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ (٧)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (Ar Ruum: 6-7).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">أي: أكثر الناس ليس لهم علم إلا بالدنيا وأكسابها وشؤونها وما فيها، فهم حذاق أذكياء في تحصيلها ووجوه مكاسبها، وهم غافلون عما ينفعهم في الدار الآخرة، كأن أحدهم مُغَفّل لا ذهن له ولا فكرة</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Maksudnya kebanyakan manusia tidak memiliki pengetahuan melainkan tentang dunia dan pergulatan serta kesibukannya, juga segala apa yang di dalamnya. Mereka cukup cerdas untuk mencapai dan menggeluti berbagai kesibukan dunia, tetapi mereka lalai terhadap urusan akhirat dan berbagai hal yang bermanfaat bagi mereka di alam akhirat, seakan-akan seorang dari mereka lalai, tidak berakal dan tidak pula memikirkan (perkara akhiratnya)”</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">>والله لَبَلَغَ من أحدهم بدنياه أنه يقلب الدرهم على ظفره، فيخبرك بوزنه، وما يحسن أن يصلي</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Demi Allah, seorang dari mereka akan berhasil menggapai dunia, dimana ia bisa membalikkan dirham di atas kukunya, lalu dia mampu memberitahukan anda tentang beratnya. Namun dia tidak becus dalam mengerjakan shalat”</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Dampak dari kebodohan terhadap agama Allah adalah berkurangnya keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Seorang muslim yang ‘alim terhadap perkara agama akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang keridlaan Allah subhanahu wa ta’ala terhadap dirinya, dan begitupula ia akan mengetahui berbagai perkara yang dapat mengundang kemurkaan Allah sehingga ia dapat menjauhinya.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Berbeda halnya dengan seorang muslim yang tidak tahu perkara agama, karena ketidaktahuan dirinya dan sedikitnya ilmu agama yang ia miliki terkadang ia menerjang kemaksiatan, mendahulukan perkara-perkara yang tidak penting, atau rela menjual agamanya demi mendapatkan dunia. Dia tidak mengetahui apa yang dikehendaki oleh Allah, sehingga terkadang orang yang jahil terhadap agama, akan menyembah Allah sekenanya saja, ia tidak terlalu mempedulikan apakah ibadah yang ia lakukan telah diterima oleh Allah.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Terkadang, dia beranggapan bahwa ibadahnya telah diterima, sehingga dirinya sangat minim untuk menginstropeksi berbagai amalan yang ia lakukan dan mengukurnya dengan barometer syari’at, dengan barometer yang ditetapkan oleh Allah ta’ala. Hal ini dikarenakan barometer yang ada pada dirinya telah terbalik.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Berdasarkan hal ini, kita dapat menyimpulkan bahwa ilmu agama merupakan sumber dari setiap kebaikan, sedangkan kebodohan terhadap agama ini merupakan sumber dari setiap keburukan.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Jika kita menyimak ayat-ayat Al Qur-an, maka kita pun akan menemukan bahwa berbagai bentuk kesyirikan –yang notabene adalah dosa terbesar- dan kemaksiatan bersumber dari ketidaktahuan seorang terhadap perkara agamanya. Diantaranya adalah firman Allah ta’ala,</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">وَجَاوَزْنَا بِبَنِي إِسْرَائِيلَ الْبَحْرَ فَأَتَوْا عَلَى قَوْمٍ يَعْكُفُونَ عَلَى أَصْنَامٍ لَهُمْ قَالُوا يَا مُوسَى اجْعَلْ لَنَا إِلَهًا كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (١٣٨)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Bani lsrail berkata: “Hai Musa. buatlah untuk kami sebuah sesembahan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa sesembahan (berhala)”. Musa menjawab: “Sesungguh-nya kamu ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Rabb)” (Al A’raaf: 138).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ (٥٤)أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ (٥٥)</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?” “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)” (An Naml 54-55).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Coba anda perhatikan kedua ayat di atas, bukankah permintaan Bani Israil kepada nabi Musa ‘alaihis salam agar dibuatkan sesembahan (berhala) dan tindakan homoseks kaum nabi Luth berangkat dari ketidaktahuan mereka terhadap agama? Oleh karenanya, nabi Musa dan Luth menyatakan bahwa mereka adalah kaum yang jahil!</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Oleh karena itu, setiap orang wajib untuk menuntut ilmu agama. Siapa pun dia, apa pun profesinya wajib menuntut ilmu agama untuk menghadapi dan melepaskan diri dari berbagai fitnah yang akan dia temui di dunia.</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, para sahabatnya dan umat beliau yang berjalan di atas sunnah beliau.</span></span><br /><br />Sumber : www.muslim.or.id<br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-70919104684718227432010-10-30T21:58:00.000-07:002011-06-10T06:41:50.935-07:00Belajar Menulis Bag. 1<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP0ahw3n8ylfxgSDWTzuOr5yCP9pA-KoLP4GbavAsqKkiRLEW2QgPG8XpbfHqIpG6MtHe51gSDit4lwQ4yvpSfngAfZ8_7sLtTxm55W8mS9-s_iJL0ifmoaz1d4UnlrkFcdN8UP8Z3tEs/s1600/4012693639_a288abcbd4_z.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 317px; height: 244px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjP0ahw3n8ylfxgSDWTzuOr5yCP9pA-KoLP4GbavAsqKkiRLEW2QgPG8XpbfHqIpG6MtHe51gSDit4lwQ4yvpSfngAfZ8_7sLtTxm55W8mS9-s_iJL0ifmoaz1d4UnlrkFcdN8UP8Z3tEs/s400/4012693639_a288abcbd4_z.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5534073109072852178" border="0" /></a>Menulis merupakan kegiatan menuangkan ide dari pikiran ke dalam rangkaian kata-kata penuh makna. Menulis menjadi salah satu sarana komunikasi dalam menyampaikan pesan dan informasi ke orang lain. Seiring perkembangan zaman telah banyak orang yang menggeluti kegiatan ini, dari yang profesional hingga sekedar menyalurkan hobi atau kesenangan saja.<br /></div><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br />Sesungguhnya menulis merupakan bakat alami yang dimiliki oleh setiap orang sebagai makhluk yang berpikir. Perkembangan dunia maya sebagai dampak dari derasnya arus informasi telah menjadi bukti dari hal tersebut. Situs dan blog sebagai sarana menulis di dunia maya kian bertambah bak jamur di musim hujan. Begitu pula dengan trend jejaring sosial yang berkembang saat ini, disadari atau tidak telah memunculkan banyak penulis baru. Dengan begitu, menulis kini menjadi gaya hidup masyarakat.<br /><br />Di sisi lain, masih banyak juga orang yang tidak terjun ke dunia tulis-menulis ini karena berbagai macam alasan. Di antara alasan tersebut misalnya karena tidak tahu, tidak punya waktu, atau merasa menulis merupakan kegiatan yang tidak bermanfaat bagi diri mereka. Akhirnya bakat menulis yang ada pada diri mereka jadi sia-sia karena tidak tersalurkan.<br /></span></div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify;font-family:arial;"><span style="font-size:100%;"><br />Berbagai alasan tersebut sesungguhnya bukanlah penghalang besar yang membuat kita tidak menggeluti kegiatan menulis. Ketika ada di antara kita yang belum juga menulis dan mengatakan “saya tidak tahu caranya”, “saya belum tahu teori ini dan teori itu”, “saya tidak tahu harus memulai dari mana”, maka ketahuilah bahwa modal yang pertama dan utama dalam menulis adalah kemauan. Ketika anda memulai menulis saat pertama kali, saat itulah anda telah menjadi penulis bukan saat anda bisa menghasilkan tulisan dengan berbagai macam teori dan teknik penulisan.<br /><br />Dengan tidak bermaksud menafikan berbagai macam teori dan teknik penulisan untuk menghasilkan tulisan yang berkualitas, tetapi pengalaman membuktikan bahwa para penulis itu memulai karirnya dari kemauan mereka untuk memulai menulis sedangkan orang yang terpaku pada teori dan teknik malah cenderung lambat dan pasif dalam menghasilkan tulisan. Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh mas Jonru, seorang penulis, tentang kiat menulis, mengungkapkan sebuah rahasia terbesar dalam dunia menulias adalah otak kanan. Otak kanan merupakan bagian dari otak yang merupakan pusat dari kreativitas sedangkan otak kiri lebih fokus kepada teori-teori. Ketika anda ingin membuat sebuah tulisan, mulailah segera dengan menuangkan segala hal yang ada di pikiran anda tanpa harus mempertimbangkan teori dan teknik apa yang harus digunakan dalam menulis. Jika semua tulisan telah selesai dibuat barulah diterapkan teori dan teknik dalam tulisan tersebut. Inilah kerja dari otak kanan yang mendahului otak kiri. Dengan demikian, boleh jadi anda tidak hanya menghasilkan sebuah tulisan tetapi berbagai macam tulisan sesuai dengan aliran ide-ide di kepala anda yang dituangkan melalui rangkaian kata-kata penuh makna.<br />Ketiadaan waktu bukanlah sebuah hal yang menjadi kendala. Jika kita perhatikan, menulis bukanlah sesuatu kegiatan yang membutuhkan waktu yang banyak. Kita dapat menulis di sela-sela rutinitas kegiatan kita atau dengan menyediakan waktu khusus dengan menyisihkan sedikit dari waktu kita untuk menulis. Saya jadi teringat dengan hadits Rasulullah yang mengungkapkan bahwa amalan yang dicintai Allah adalah amalan yang sedikit namun rutin dilakukan secara terus menerus. Menulis juga dapat mengikuti pola tersebut. Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit seperti jarum jam yang mampu berputar ratusan ribu kali per hari karena rutin bergerap tiap detiknya.<br /><br />Suatu hal juga yang perlu diingat dalam menulis bahkan dalam setiap kegiatan yang kita lakukan adalah motivasi. Motivasi akan memberikan semangat dan dorongan bagi kita dalam menulis. Salah satu hal yang dapat menjadi motivasi dalam menulis adalah rajin membaca. Jika kita jarang membaca maka hanya ide-ide lama yang terus berputar dalam pikiran kita yang akhirnya menimbulkan kejenuhan berpikir sehingga membuat kita malas menulis. Dengan rajin membaca akan memberikan banyak masukan bagi pikiran kita sehingga banyak pula yang dapat kita tuangkan dalam tulisan kita.<br /><br />Ternyata menulis itu mudah, menyenangkan dan bermanfaat ya. Begitulah yang terpikir di benak orang-orang yang memutuskan untuk terjun ke dalam dunia kepenulisan termasuk saya yang penulis pemula dan senantiasa belajar menulis ini. Jadi tunggu apa lagi, mulailah menulis dari sekarang bersama kami.<br /></span></div><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-16522555728367343362010-10-24T04:23:00.000-07:002011-06-10T06:57:20.036-07:00Pelajaran Kesabaran dari Pohon<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMmO29TURG5OuggPuvqMuC2BDghQ-c2E0r2pYFitz2jeWSQsPfgUaCQ-JQBBObVwxF4_103Qj_aCaja-u4HgrSuI5SGybv7uLnXr0K-nzTkIQ5kTqX7-9Ej3C89gokU1FlhNQLioTLNZQ/s1600/date_palm_tree.101144323_std.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 239px; height: 283px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhMmO29TURG5OuggPuvqMuC2BDghQ-c2E0r2pYFitz2jeWSQsPfgUaCQ-JQBBObVwxF4_103Qj_aCaja-u4HgrSuI5SGybv7uLnXr0K-nzTkIQ5kTqX7-9Ej3C89gokU1FlhNQLioTLNZQ/s400/date_palm_tree.101144323_std.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5531577717369953074" border="0" /></a>Coba perhatikan pertumbuhan sebatang pohon, mulai dari sebuah benih hingga menjadi sebatang pohon yang besar dan menjulan tinggi. Pertumbuhan itu bukanlah terjadi seketika saja, tetapi sudah menjadi sunnatullah bahwa kejadian yang terjadi di dunia ini membutuhkan sebab dan membutuhkan proses.<br /><br />Dalam pertumbuhannya, dari sebuah benih hingga menjadi sebatang pohon merupakan sebuah proses yang bahkan membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Dalam jangka waktu tersebut, sebuah benih harus menghadapi panas teriknya matahari, dinginnya guyuran air hujan, serta kencangnya terpaan angin.<br /></div><div style="font-family: arial; text-align: justify;"><br />Begitulah proses itu berjalan. Panasnya terik matahari terkadang begitu menyengat, membuat tanah tempat tumbuhnya mengering. Air hujan terkadang turun begitu deras yang bisa merusak tubuhnya bahkan membuatnya layu. Terpaan angin terkadang begitu kencangnya yang sewaktu-waktu dapat menumbangkannya. Hal ini terus dialami selama proses itu yang terkadang membutuhkan waktu yang lama.<br /></div><div style="text-align: justify;" class="fullpost"> <span style="font-family:arial;"><br /><br />Akan tetapi tahukah kita, segala kejadian dalam proses itulah yang membuat sebuah pohon dapat bertumbuh. Pada panas teriknya matahari ada energi cahaya matahari yang dibutuhkan pohon untuk melakukan fotosintesis. Fotosintesis tersebut menghasilkan zat-zat yang dibutuhkan pohon untuk tumbuh.. Pada hujan itu bukankah ada air yang sangat dibutuhkan oleh pohon untuk tumbuh. Terpaan angin akan membuat batang pohon semakin kokoh dan kuat. </span> <span style="font-family:arial;"><br /><br />Ketika sebuah benih berhasil melalui segala proses yang terjadi hingga tiba waktunya maka daun-daun pun menghijau, bunga-bunga bermekaran, buahnya kian ranum dengan batang yang kokoh menjulang tinggi serta akar yang kuat menghujam ke tanah. Kini benih itu telah menjadi sebuah pohon yang rerimbunan daunnya senantiasa memberikan kesejukan dan keteduhan bagi lingkungan sekitarnya. Oksigen yang dihasilkannya menopang kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Bunga-bunganya yang bermekaran menjadi sebuah pemandangan yang indah serta buahnya yang ranum siap untuk dipetik dan dinikmati kemanisan dan kelezatannya.</span> <span style="font-family:arial;"><br /><br />Begitulah perjalanan kehidupan sebatang pohon yang kita dapat mengambil pelajaran padanya. Perjalanan kehidupan sebuah benih hingga menjadi sebuah pohon memberikan pelajaran kepada kita bahwa dalam menjalani kehidupan senantiasa membutuhkan proses. Setiap dari kita tentunya memiliki cita-cita dan harapan. Untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan usaha dan waktu. Cita-cita dan harapan itu tidak dicapai begitu saja dalam sekejap. Dalam usaha mencapainya bukanlah suatu hal yang mudah tanpa kendala, bahkan begitu banyak hal yang akan menjadi rintangannya. Inilah sebuah keniscayaan dalam proses tersebut. </span> <span style="font-family:arial;"><br /><br />Untuk menghadapi itu semua diperlukan kekuatan hidup yang bernama kesabaran. Kesabaran akan membuat kita memandang proses yang terjadi sebagai sebuah ketentuan Allah yang harus dihadapi. Jika itu adalah ketentuan Allah, maka kita akan ridha dengan segala yang terjadi. Rintangan dan kesulitan yang dialami bukanlah sebagai beban yang membuat kita berputus asa lalu berhenti tapi sebuah isyarat kebaikan dari Allah. Dengan kesulitan itu Allah menghendaki adanya perbaikan dan peningkatan bagi diri kita. Bukankah segala kesulitan yang dialami membuat kita bersungguh-sungguh dalam meningkatkan kapasitas diri serta memaksimalkan potensi diri kita untuk melaluinya hingga ketakutan berubah menjadi keberanian, kebodohan menjadi kecerdasan, kemiskinan menjadi kekayaan, kelemahan menjadi kekuatan. Hikmah lain dari kesulitan hidup adalah Allah hendak menyucikan diri kita dengan mengampuni dosa-dosa kita.</span> <span style="font-family:arial;"><br /><br />Ketika tiba waktu yang ditentukan, apa yang Allah kehendaki tidak akan luput dari kita. Barangsiapa mengharapkan kebaikan dan mengusahakannya maka akan mendapatkan kebaikan itu. Terjadinya kepastian itu hanyalah urusan waktu. Hingga waktunya tiba, harapan itu akan terwujud dan kita akan menikmati buah dari apa yang kita usahakan selama ini. Penghidupan yang baik itu pun terwujud melalui ketenangan dan keteguhan hati dalam menjalani kehidupan. Kita pun akan terlahir menjadi pribadi-pribadi kuat, melindungi yang lemah, mengajari yang tidak tahu, member I yang membutuhkan, senantiasa menebarkan manfaat bagi sesama.</span> <span style="font-family:arial;">Betapa beruntungnya kita yang berhasil memaknai proses kehidupan ini. Kita yang mampu memahami dan mengaplikasikan dalam hidup bahwa ujian adalah bagian dari proses kehidupan. Proses yang mengantarkan kita pada kebahagiaan hakiki dengan menjadi manusia yang terbaik yaitu yang memberikan manfaat bagi yang lain.</span><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-23972828894757860512010-10-18T06:34:00.000-07:002011-06-10T06:57:20.037-07:00Obsesi Akhirat<div style="text-align: justify;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-family:arial;">Dunia dengan berbagai keindahan dan kelezatannya memang sangat menggiurkan dan menjanjikan, maka tak ayal orang yang lemah pondasi imannya akan terseret bahkan menjadi budaknya, semuanya demi dunia. Agar dapat lolos dari jerat ini, maka seorang Muslim hendaklah membekali dirinya dengan keimanan dan ketakwaan serta memompa dirinya agar memiliki ambisi akhirat yang sangat tinggi. </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Karena, siapa saja yang ambisinya akhirat, maka ia akan selalu mengingatnya dalam setiap kondisi di dunia. Anda akan mendapatinya tidak bergembira, tidak bersedih, tidak ridha, tidak marah dan tidak berusaha, kecuali untuk akhirat. Ia akan selalu mengingat akhirat dalam mencari rizki, berjual beli, bekerja,memberi, dan dalam semua urusannya. Siapa saja yang demikian kondisinya, maka Allah subhanahu wata'ala akan menganugerahinya tiga kenikmatan yaitu: </span></span><br /></div><br /><div style="text-align: justify; font-family: arial;">Pertama, Anugerah Persatuan.<br />Allah subhanahu wata'ala akan menganugerahinya ketenteraman dan ketenangan, menghimpun pikirannya, mengurangi kelupaannya, menyatukan keluarga nya, menambah rasa kasih antara dia dan mereka, memudahkan mereka untuknya, mempersatukan semua kerabatnya, menghindarkannya dari perpecahan dan pemutusan hubungan rahim. Dengan begitu, seluruh dunia bersatu untuknya. Dunia bersatu untuk kepentingannya dan semua apa yang diinginkannya di dalam berbuat ta'at kepada Allah subhanahu wata'ala.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Kedua, Anugerah Kaya Hati. </span><br /><span style="font-family:arial;">Ini merupakan nikmat yang amat besar yang dianugerahkan Allah subhanahu wata'ala khusus bagi hamba yang dikehendaki-Nya. Allah subhanahu wata'ala berfirman, </span><br /><span style="font-family:arial;"><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">"Maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An-Nahl:97)</span>. </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Ibn Katsir menafsirkan ayat tersebut dengan keridhaan dan kepuasan hati yang tidak lain adalah kaya diri dan kepuasannya dengan apa yang dianugerahkan melalui doa yang sungguh-sungguh. </span><br /><span style="font-family:arial;">Kekayaan bukan segala-galanya, bahkan terkadang ada orang yang dibuat letih oleh hartanya. Sedangkan orang yang menjadikan akhirat sebagai ambisinya, kita dapati dia selalu ridha, puas diri, bahagia, ceria dan baik jiwanya. Ia tidak tamak kepada dunia dan bekerja sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, "Bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah di dalam mencari (rizki)." Yakni, berusahalah dengan usaha yang diterima, yang dibolehkan di dalam mendapatkan dunia. Janganlah seseorang menjadikannya sebagai ambisi yang menyibukkan dirinya yakni ia habiskan semua waktunya untuk dunia. </span><br /></div><br /><div class="fullpost"><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Ke tiga, Dunia Datang dan Cinta Kepadanya. </span><br /><span style="font-family:arial;">Dunia ini memang aneh; bila anda kejar, ia akan lari tetapi bila anda berpaling darinya, ia akan mengejar anda, dan ini sesuatu yang sudah terbukti. Banyak orang shalih menyebut kondisi mereka dengan dunia, "Kami sibukkan diri dengan urusan dien, lalu dunia pun menyongsong kami." </span><br /><span style="font-family:arial;">Sebaliknya, siapa saja yang menjadikan dunia sebagai ambisinya dan segala sesuatu ia jadikan demi dunia; seperti ridha, marah, senang, benci, ceria, bicara, mencela dan sebagainya, maka orang yang kondisinya demikian akan diberi hukuman oleh Allah subhanahu wata'ala dengan tiga hukuman yang disegerakan: </span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Pertama, Mencerai-beraikan Persatuannya. </span><br /><span style="font-family:arial;">Ia akan menjadi orang yang hatinya tercerai-berai, pikirannya kacau, banyak cemas terhadap urusan-urusan dunia, sekalipun hanya sepele. Harta, keluarga dan tanggungannya membuatnya terpisah, sekalipun mereka berada di hadapan matanya, sebagai akibat dari mementingkan dunia saja. </span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Kedua, Dilanda Kefakiran. </span><br /><span style="font-family:arial;">Ia tidak pernah merasa puas, sehingga membuatnya selalu berhajat di balik kesenangan dunia dan perhiasannya. Ini tentu saja membuat nya semakin letih, sedih dan cemas. Ia boros terhadap kesenangan dunia dan hal yang bersifat hura-hura, namun amat bakhil di dalam bersedekah dan berbuat kebajikan.</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Ketiga, Dunia Lari Darinya. </span><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Ia mencarinya namun dunia menjauhinya. Ia berlari mengejar dan meminum darinya seperti orang yang menimba air di laut untuk diminum; namun setiap diminum, ia semakin merasakan haus dan dahaga. 'Utsman bin 'Affan radhiyallahu 'anhu berkata, "Ambisi dunia adalah kegelapan di hati, sedangkan ambisi akhirat adalah cahaya di hati." Dalam masalah ini, manusia terbagi kepada tiga jenis: </span><br /></div></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;"><br />Pertama, Orang-orang yang dikalahkan oleh ambisi akhirat sehingga mereka bekerja untuk dunia menurut kacamata akhirat dan menyadari bahwa dunia hanyalah jembatan yang membawa mereka sampai ke akhirat. </span><br /></div><br /><div style="text-align: justify; font-family: arial;">Ke dua, Orang-orang yang dikalahkan oleh cinta dunia hingga akhirat terlupakan oleh mereka, dan ambisi dunia telah menyibukkan hati mereka.<br /><br />Ke tiga, Orang-orang yang disibukkan oleh dunia dan juga akhirat. Mereka ini adalah para pencampur-aduk urusan, dan betapa banyaknya manusia tipe seperti ini di zaman sekarang. Mereka berada dalam posisi yang tidak aman bahkan dalam bahaya.<br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-family:arial;">Kriteria Orang yang Memiliki Ambisi Akhirat </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">a. Memiliki Rasa Takut dan Sedih. </span><br /><span style="font-family:arial;">Sekalipun mereka berharap akan rahmat Allah subhanahu wata'ala dan ta'at kepada-Nya, hanya saja mereka tidak terpaku pada hal itu saja. Mereka dilanda kesedihan atas segala hal yang telah disia-siakan dan menyesali dosa yang dilakukan sekalipun hanya sepele. Mereka selalu dalam kondisi sadar dan ingat. Mereka bersedih atas kezhaliman, kekerasan, keterlantaran, keterhinaan dan semua kondisi yang dialami kaum muslimin. Dan yang paling mereka takutkan adalah buruknya akhir hidup (Su`ul Khatimah). </span><br /><span style="font-family:arial;">Sufyan ats-Tsaury berkata, "Aku takut kalau tercatat di Lauh al-Mahfuzh sebagai orang yang sengsara, aku takut terampas iman ketika akan mati." </span><br /><span style="font-family:arial;">Kesedihan itu membawa mereka untuk kembali kepada Allah subhanahu wata'ala dan menyucikan diri dari segala dosa. Mereka selalu sedih bila melakukan suatu perbuatan dosa hingga dapat melakukan suatu kebaikan yang menghapusnya. Namun orang yang gandrung dengan dunia, semua kesedihan-kesedihan dan ambisinya hanyalah demi dunia. </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">b. Terus Beramal untuk Akhirat.</span><br /><span style="font-family:arial;">Kesedihan mereka karena ambisi akhirat, rasa takut dan ingat mati tidak pernah menahan tangis di rumah-rumah mereka atas diri mereka. Rasa takut mendorong mereka untuk menambah frekuensi amal shalih. Sedangkan orang yang merasa aman, tergoda dan terpedaya dengan amalannya, dikuasai oleh sifat malas dan berandai-andai serta kurang memiliki sifat wara' karena mengandal kan perma'afan Rabb-nya semata. </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">c. Tersentuh dengan Pemandangan Kematian dan Selalu Mengingatnya. </span><br /><span style="font-family:arial;">Kondisi ini menyebabkan hati mereka hidup sebab mereka mengaitkan semua apa yang mereka lihat di dunia dengan akhirat. Hal yang paling menyentuh hati mereka adalah pemandangan kematian dan saat-saat sekarat. </span><br /><span style="font-family:arial;">Lain halnya dengan orang-orang yang ambisinya hanya dunia dan hati mereka sudah keras, mereka tidak mau mendengar kematian disebut bahkan merasa terganggu karena mengira dapat lolos dari kematian. Al-Qur'an menolak anggapan orang yang berpikiran seperti ini,(baca: QS. Al-Jumu'ah:8).</span><br /><br /><span style="font-family:arial;">Faktor-Faktor yang Menghalangi Perhatian terhadap Akhirat </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">a. Mengejar Dunia dan Antusias Terhadapnya. </span><br /><span style="font-family:arial;">Tidak dapat diragukan lagi bahwa sibuk dengan urusan dunia merupakan faktor paling besar yang dapat menyebabkan lemahnya persiapan untuk melakukan amalan setelah mati. Yang dicela dari hal ini bilamana kesibukan-kesibukan duniawi itu semata-mata menjadi tujuan; dicinta dan dipatuhi selain Allah subhanahu wata'ala. </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">b. Tidak Mau Mengingat Kematian dan Dahsyatnya Kiamat. </span><br /><span style="font-family:arial;"> Tidak pernah terlintas sedikit pun di pikiran orang-orang yang gandrung dengan dunia ini pemandangan akhirat, mengingat mati dan setelahnya. Hal ini membuat mereka menyia-nyiakan waktu dan umur. </span><br /><br /><span style="font-family:arial;">c. Terpedaya dengan Kesehatan Jasmani. </span><br /><span style="font-family:arial;"> Di antara orang-orang yang gandrung dengan dunia ada yang terpedaya dengan kesehatan jasmani dan masa mudanya. Mereka tidak menyadari bahwa kesehatan itu hanya pinjaman dan barangkali pinjaman itu harus dikembalikan, sementara ruh masih berada di dalam jasad. Bila yang terpedaya dengan kesehatannya ini adalah orang yang memiliki jabatan dan kekayaan, tentu ia akan bertambah lupa terhadap akhirat dan lalai untuk meraih perbekalannya. </span><br /><br /></div><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-70192886990086528062010-10-18T05:51:00.000-07:002011-06-10T06:43:07.355-07:00Hikmah & Pentingnya Tidur Siang<div style="text-align: justify;font-family:times new roman;"><span style="font-size:100%;">Tidur adalah salah satu dari bukti kebesaran Sang Pencipta Tabaraka Wata’ala. Namun, mengapakah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan kita untuk tidur sebentar di siang hari? Adakah hikmah secara ilmiyah yang terkandung dalam hal tersebut? Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam telah memerintahkan kita untuk tidur sebentar di siang hari. Beliau bersabda :<br /></span></div><br /><span style="font-style: italic; font-weight: bold;font-family:times new roman;" >“Lakukanlah Qailulah (tidur siang), karena sesungguhnya syetan itu tidak melakukan qailulah” (HR. Ath-Thabrani)</span><br /><br /><div style="text-align: justify; font-family: times new roman;">Penelitian ilmiah yang baru telah menunjukkan bahwa tidur siangnya seseorang waktu kerja bisa mengurangi resiko masalah jantung yang berbahaya, dan mungkin fatal. Para peneliti mengatakan bahwa tidur siang (qailulah) di tempat kerja bermanfaat bagi jantung, karena bisa mengurangi stress dan goncangan jiwa, dimana pekerjaan adalah merupakan sumber utama stres.<br /></div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify; font-family: times new roman;"><br />Pada penelitian yang lain, para ilmuwan menekankan bahwa tidur siang sangatlah penting, agar seseorang bisa mengganti yang kurang dari tidur malamnya. Tidur malam tidaklah cukup dan terkadang bisa berbahaya kalau waktunya terlalu lama. Oleh karena itu para dokter menyarankan untuk bangun malam disertai dengan melakukan sedikit kegiatan dan agar tidak tidur dengan waktu yang lama, karena itu bisa membahayakan jantung.<br /><br />Marilah kita renungkan hikmah Nabi yang indah dalam hal tidur siang ini dan renungkanlah ayat yang mulia berikut ini yang telah mengabarkan kepada kita tentang bukti kebesaran Allah pada tidur di malam dan siang hari. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman :<br /></div><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-weight: bold; font-style: italic;font-family:times new roman;" >“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya.Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan” (Ar-Ruum :23)</span><br /></div><br /><span style="font-family:times new roman;">Wallahu A’lam</span><br /><br /><span style="font-family:times new roman;">Dikutip dari http://artikelassunnah.blogspot.com</span><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-51335326720307595232010-09-30T23:57:00.000-07:002011-06-10T06:55:24.232-07:00Untuk Kita Renungkan : Keseharian MuslimSaudaraku....<br />Dengan penuh pengharapan bahwa kebahagian dunia dan akhirat yang akan kita dapatkan, maka kami sampaikan risalah yang berisikan pertanyaan-pertanyaan ini kehadapan anda untuk direnungkan dan di jawab dengan perbuatan.<br /><br />Pertanyaan-pertanyaan ini sengaja kami angkat kehadapan anda dengan harapan yang tulus dan cinta karena Allah Subhanahu wa Ta'ala, supaya kita bisa mengambil mannfaat dan faedah yang banyak darinya, disamping itu sebagai bahan kajian untuk melihat diri kita, sudah sejauh mana dan ada dimana posisinya selama ini.<br /><br />Saudaraku...<br /><br />Risalah ini dinukilkan dari buku saku yang sangat bagus dan menawan yaitu Zaad Al-Muslim Al-Yaumi (Bekalan Muslim Sehari-hari) dari hal. 51 - 55, bab Hayatu Yaumi Islami yang diambil dari kitab Al-Wabil Ash-Shoyyib oleh Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah dan diterjemahkan oleh saudara kita Fariq Gasim Anuz semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala membalasnya dengan pahala dan surganya.<br /><br /><div class="fullpost"><br />Kehidupan Sehari-hari Yang Islami :<br />1. Apakah anda selalu shalat Fajar berjama'ah di masjid setiap hari .?<br />2. Apakah anda selalu menjaga Shalat yang lima waktu di masjid .?<br />3. Apakah anda hari ini membaca Al-Qur'an .?<br />4. Apakah anda rutin membaca Dzikir setelah selesai melaksanakan Shalat wajib .?<br />5. Apakah anda selalu menjaga Shalat sunnah Rawatib sebelum dan sesudah Shalat wajib .?<br />6. Apakah anda (hari ini) Khusyu dalam Shalat, menghayati apa yang anda baca .?<br />7. Apakah anda (hari ini) mengingat Mati dan Kubur .?<br />8. Apakah anda (hari ini) mengingat hari Kiamat, segala peristiwa dan kedahsyatannya .?<br />9. Apakah anda telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebanyak tiga kali, agar memasukkan anda ke dalam Surga .? Maka sesungguhnya barang siapa yang memohon demikian, Surga berkata :"Wahai Allah Subhanahu wa Ta'ala masukkanlah ia ke dalam Surga".<br />10. Apakah anda telah meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali .? Maka sesungguhnya barangsiapa yang berbuat demikian, neraka berkata :"Wahai Allah peliharalah dia dari api neraka". (Berdasarkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam yang artinya :"Barangsiapa yang memohon Surga kepada Allah sebanyak tiga kali, Surga berkata :"Wahai Allah masukkanlah ia ke dalam Surga. Dan barangsiapa yang meminta perlindungan kepada Allah agar diselamatkan dari api neraka sebanyak tiga kali, neraka berkata :"Wahai Allah selamatkanlah ia dari neraka". (Hadits Riwayat Tirmidzi dan di shahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami No. 911. Jilid 6).<br />11. Apakah anda (hari ini) membaca hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .?<br />12. Apakah anda pernah berfikir untuk menjauhi teman-teman yang tidak baik .?<br />13. Apakah anda telah berusaha untuk menghindari banyak tertawa dan bergurau .?<br />14. Apakah anda (hari ini) menangis karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala .?<br />15. Apakah anda selalu membaca Dzikir pagi dan sore hari .?<br />16. Apakah anda (hari ini) telah memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa ta'ala atas dosa-dosa (yang engkau perbuat -pen) .?<br />17. Apakah anda telah memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati Syahid .? Karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda yang artinya :"Barangsiapa yang memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan benar untuk mati syahid, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala akan memberikan kedudukan sebagai syuhada meskipun ia meninggal di atas tempat tidur". (Hadits Riwayat Tirmidzi, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dalam shahihnya, Al-Hakim dan ia menshahihkannya).<br />18. Apakah anda telah berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar ia menetapkan hati anda atas agama-Nya. ?<br />Apakah anda telah mengambil kesempatan untuk berdo'a kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala di waktu-waktu yang mustajab .?<br />19. Apakah anda telah membeli buku-buku agama Islam untuk memahami agama .? (Tentu dengan memilih buku-buku yang sesuai dengan pemahaman yang dipahami oleh para Shahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena banyak juga buku-buku Islam yang tersebar di pasaran justru merusak pemahaman Islam yang benar, pent).<br />20. Apakah anda telah memintakan ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala untuk saudara-saudara mukminin dan mukminah .? Karena setiap mendo'akan mereka anda akan mendapat kebajikan pula.<br />21. Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala (dan bersyukur kepada-Nya, pent) atas nikmat Islam .?<br />22. Apakah anda telah memuji Allah Subhanahu wa Ta'ala atas nikmat mata, telinga, hati dan segala nikmat lainnya .?<br />23. Apakah anda hari-hari ini telah bersedekah kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkannya .?<br />24. Apakah anda dapat menahan marah yang disebabkan urusan pribadi, dan berusaha untuk marah karena Allah Subhanahu wa Ta'ala saja .?<br />25. Apakah anda telah menjauhi sikap sombong dan membanggakan diri sendiri .?<br />26. Apakah anda telah mengunjungi saudara seagama, ikhlas karena Allah Subhanahu wa Ta'ala .?<br />27. Apakah anda telah menda'wahi keluarga, saudara-saudara, tetangga, dan siapa saja yang ada hubungannya dengan diri anda .?<br />28. Apakah anda termasuk orang yang berbakti kepada orang tua .?<br />29. Apakah anda mengucapkan "Innaa Lillahi wa innaa ilaihi raji'uun" jika mendapatkan musibah .?<br />30. Apakah anda hari ini mengucapkan do'a ini : " Allahumma inii a'uudubika an usyrika bika wa anaa a'lamu wastagfiruka limaa la'alamu = Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan Engkau sedangkan aku mengetahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu terhadap apa-apa yang tidak aku ketahui". Barangsiapa yang mengucapkan yang demikian, Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menghilangkan darinya syirik besar dan syirik kecil. (Lihat Shahih Al-Jami' No. 3625).<br />31. Apakah anda berbuat baik kepada tetangga .?<br />32. Apakah anda telah membersihkan hati dari sombong, riya, hasad, dan dengki .?<br />33. Apakah anda telah membersihkan lisan dari dusta, mengumpat, mengadu domba, berdebat kusir dan berbuat serta berkata-kata yang tidak ada manfaatnya .?<br />34. Apakah anda takut kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam hal penghasilan, makanan dan minuman, serta pakaian .?<br />35. Apakah anda selalu bertaubat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan taubat yang sebenar-benarnya di segala waktu atas segala dosa dan kesalahan .?<br /><br />Saudaraku ..<br />Jawablah pertanyaan-pertanyaan di atas dengan perbuatan, agar kita menjadi orang yang beruntung di dunia dan akhirat, inysa Allah.<br /><br />diambil dari: milis assunnah, message ke-277; posting dari Saudara Yayat Ruhiyat.<br /><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-27007595534523991332010-09-26T07:19:00.000-07:002011-06-10T06:43:07.356-07:00Urgensi Waktu dan Muhasabah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqMDj_kAj4ky212azJFvpya-JDK1Hagzj6bVpdQidSB80-cGT_w1UYv-3-DteBKCtwtWWp-gjQiV50O1Ovz-ZbxKkrITx07HlgMEi3tUVIVM3zqk4nfaarXLcCgXBCrbg_3TKPkC1PZRg/s1600/4346902388_48588f4fac_z.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 284px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqMDj_kAj4ky212azJFvpya-JDK1Hagzj6bVpdQidSB80-cGT_w1UYv-3-DteBKCtwtWWp-gjQiV50O1Ovz-ZbxKkrITx07HlgMEi3tUVIVM3zqk4nfaarXLcCgXBCrbg_3TKPkC1PZRg/s400/4346902388_48588f4fac_z.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5521251024359639458" border="0" /></a><br /><br /><div style="text-align: justify;font-family:times new roman;"><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">Al-Waqtu Huwa al-Hayah</span><br /><br />Ada sebuah kata hikmah yang singkat namun sarat terhadap makna hidup yang sangat luas dan mendalam, yang terdiri dari 3 (tiga) suku kata arab, namun sangat representatif untuk menggambarkan arti pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, yaitu ungkapan <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">'al-waqtu huwa al-hayah (waktu adalah kehidupan)'</span>. Sekali lagi, yaitu 'waktu adalah kehidupan.' Yang dimaksud dengan kehidupan adalah, waktu yang dilalui manusia saat ia dilahirkan hingga ia wafat. Dengan definisi kehidupan seperti di atas, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa, seseorang yang membiarkan waktunya berlalu sia-sia, dan lenyap begitu saja, sama artinya ia dengan sengaja atau tidak sengaja- telah melenyapkan sisa-sisa masa kehidupannya. <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Al-Hasan al-Bashri </span>berkata,<br /><br /><span style="font-style: italic;">“Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah kumpulan hari-hari, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.”</span><br /><br />Sekali bahwa ketika kita menyia-nyiakan dan membuang waktu kita tanpa hal yang berarti untuk agama dan kemaslahatan umat, maka ketika itu juga sesungguhnya kita telah membunuh diri kita sendiri. Betapa waktu itu sangat berharga dan jangan biarkan ia berlalu begitu saja.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Allah Subhanahu wa Ta'ala Bersumpah dengan Waktu dan Bagiannya</span><br /><br />Begitu pentingnya waktu bagi kehidupan manusia, sampai-sampai Allah Subhanahu wa Ta'ala bersumpah di banyak tempat dalam al-Qur`an al-Karim, dengan waktu dan bagian-bagiannya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala, jika ia bersumpah dengan sesuatu, maka dengan sumpahnya itu, dengan sesuatu tersebut dimaksudkan untuk memalingkan atau mengalihkan pandangan kita kepada arti pentingnya hal tersebut sampai kita bertafakkur (berfikir) di dalam setiap bagian waktu seluruhnya, ketika fajar, ketika dhuha, ketika malam, dan ketika siang dll, seperti Ulil Albab di dalam firman-Nya :<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Sesungguhnya dalam penciptaan langit langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (QS. 3:190); (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata):"Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS. 3:191)</span><br /><br /></span></div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify;font-family:times new roman;"><span style="font-size:100%;"><br /><span style="font-weight: bold;">Instrokpesi Diri</span><br /><br />Maka sudah selazimnya menjadi kewajiban bagi seorang muslim terhadap dirinya untuk melakukan <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">muhasabah an-nafsi</span> 'intropeksi diri', yaitu menghitung-hitung dirinya atas tahun dan hari-hari yang telah ia lalui. Apa yang telah ia perbuat semasa itu, dan keuntungan apa yang peroleh, kerugian apa yang ia derita. Seperti apa yang dilakukan oleh seorang bisnisman yang menginginkan kesuksesan dengan modalnya pada setiap tahunnya, ia menghitung-hitung kembali perdagangannya, berapa modal yang telah ia keluarkan, berapa pemasukannya, di mana ia mengalami kerugian dan apa masalahnya, dan di mana keuntungannya, berapa besar keuntungannya dari pada kerugiannya, ketika kerugiannya lebih besar dari pada keuntungannya maka ia menjadi sangat menyesal sekali dan mengalami kesedihan yang luar biasa, dan sebaiknya ketika keuntungannya lebih besar dari pada kerugiannya maka ia merasa senang dan bergembira sekali, untuk selanjutnya ia melakukan kalkulasi bisnisnya kembali, memenag dan membuat schedule untuk tahun berikutnya. Yang demikian itu pada <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">amrun dunyawi </span>(urusan duniawi), begitu <span style="font-weight: bold;">ihtimaam</span> (concern)nya dan sangat telitinya ia dalam urusan dunia ini. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan anda tidak akan dianiaya sedikitpun." (QS. An-Nisaa:77).</span><br /><br />Nabi Musa berkata di dalam al-Qur`an :<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, sesungguhnya akhirat itulah kesenangan yang kekal." (QS.40 : 39) </span><br /><br />Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh," (QS. 4:78)</span><br /><br />Karena itu <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">muhasabatunnafsi </span>merupakan suatu keharusan, seandainya tidak sanggup setiap hari untuk instropeksi/menghitungkan dirinya hendaklah dilakukan pada setiap pekan, maka kalaupun setiap pekan ia masih juga tak dapat melakukannya, maka hendaklah setiap bulan, dan kalau tidak bisa juga maka hendaklah ia melakukan instropeksi diri pada setiap tahun.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ulama dan Waktu</span><br /><br />Para salafus soleh meninggalkan banyak pelajaran berharga dalam menghargai waktu.. <span style="font-weight: bold;">Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (223H-310H)</span> sepanjang hidupnya tercatat telah mengumpulkan 358 ribu halaman dari berbagai karangannya. Jika kita perkirakan masa kanak-kanak beliau sebelum baligh 14 tahun, maka dapat disimpulkan beliau menulis 14 halaman setiap harinya. Begitu perhatiannya beliau dengan waktu, sampai-sampai ketika kurang lebih sejam sebelum kematiannya beliau masih menyempatkan diri menulis suatu do`a yang baru ia dengar dari Ja`far bin Muhammad.<br /><br />Begitu pula dengan <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Imam Ibnu al-Qayyim</span> yang tidak rela kehilangan waktunya karena safar (suatu perjalanan), sehingga selama safarnya beliau mengisinya dengan menulis sehingga menghasilkan karya <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Zaadul Ma`aad</span>.<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Imam Nawawi </span>yang tidur dengan bersandarkan sebuah buku yang ditegakkan pada dagunya, begitu buku itu terjatuh maka beliau terjaga dan kembali menggoreskan tintanya.<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Majduddin Abu al-Barakat `Abdussalam</span>, kakek dari <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Imam Ibnu Taimiyah</span>, tiap kali masuk ke kakus, beliau memerintahkan anaknya (orang tua Imam Ibnu Taimiyah) untuk membacakan suatu kitab dengan suara keras, hingga terdengar olehnya. Tak aneh jika sikap sang kakek ini tertular kepada cucunya..<br /><br />Suatu ketika <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Imam Ibnu Taimiyah</span> jatuh sakit, dokter menyarankan agar beliau untuk sementara waktu menghentikan dulu kegiatan belajar mengajarnya karena hal itu dikhawatirkan dapat memperparah kondisinya. Berkata <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Imam Ibnu Taimiyah </span>kepada dokternya, "bukankah jika jiwa yang bahagia dan gembira dapat memperkuat daya tahan tubuh", sang dokter membenarkannya. "Maka sesungguhnya jiwaku merasa tenang jika berinteraksi dengan ilmu, dan tubuhku terasa kuat dan hanya dengan itu saya dapat beristirahat."<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Optimalkan Amal</span><br /><br />Waktu hidup manusia di dunia adalah umurnya, dan umur manusia merupakan rahasia Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kualitas umur seseorang sangat menentukan posisinya di alam kehidupan berikutnya. Jika dari waktunya diperuntukkan hanya karena Allah (lillah) maka kematiannya adalah baik baginya. Namun sebaliknya jika waktu dan umurnya dihabiskan untuk menuruti kesenangan nafsu dan dan ambisi syahwat hewaninya maka kematiannya merupakan petaka besar baginya. <span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Al-Hasan al-Bashri </span>berkata,<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Wahai Bani Adam (manusia), sesungguhnya anda hanyalah kumpulan hari-hari, maka jika hari telah berlalu berarti telah berlalu sebagian dirimu.</span>"<br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Ibnu Mas`ud Radhiyallahu 'Anhu</span> (salah seorang sahabat besar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa sallam) berkata:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Tidak ada yang lebih aku sesali, kecuali bila matahari telah terbenam maka berkuranglah masa ajalku, namun tidak bertambah sedikitpun amalanku."</span><br /><br /><span style="font-weight: bold; font-style: italic;">Berkata Khalifah Umar bin Abdul Aziz Rahimahullah</span>,<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Sesungguhnya malam dan siang terus bekerja dalam dirimu, maka bekarjalah di dalam siang dan malammu."</span><br /><br />Bekerjalah pada siang dan malammu, janganlah mengakhirkan pekerjaan siang untuk dikerjakan di malam harinya, dan janganlah mengakhirkan pekerjaan malam ke siang harinya. Janganlah pekerjaan hari ini di akhirkankan hingga esok harinya dan janganlah pekerjaan esok karena malas diakhirkan hingga lusanya. Jangan katakan, "Nanti akan kuamalkan, sebentar lagi akan kukerjakan." Karena setiap manusia akan ditanya pada hari kiamat, mengenai umurnya untuk apa ia habiskan, tentang masa mudanya untuk apa ia gunakan, tentang ilmunya sudahkah ia amalkan, dan tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ?. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa sallam:<br /><br /><span style="font-style: italic;">"Tidak akan bergeser kedua kaki manusia pada hari Kimat hingga (ia) ditanya ttentang umurnya, untuk apa ia habiskan, tentang ilmunya, sudahkan ia amalkan ? tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan ? tentang jasadnya, untuk apa ia gunakan ? "(HR. At-Tirmidzi)</span><br /><br />Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :<br /><br />"Demi masa. (QS. 103:1) Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, (QS. 103:2) kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran. (QS. 103:3)"<br /><br />Sungguh terbukti kebenaran ucapan <span style="font-style: italic; font-weight: bold;">Imam Syafi`i </span>mengenai firman Allah Subhanahu wa Ta'ala ini, bahwa seandainya (al-Qur`an) tidak diturunkan kecuali (hanya) surat (al-Ashr) ini, maka hal itu sudah cukup memadai bagi manusia sekalian.<br /><br />Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan taufik, hidayah dan keberkahan-Nya dalam hidup dan umur kita. Amiin.<br />(HSR. Muslim I:149 atau Syarah Shahih Muslim no.246).<br /><br /><span style="font-style: italic;">.. Hendaklah seseorang melihat kepada siapa ia mengambil ilmu, carilah guru yang berakidah dan bermanhaj sebagaimana para sahabat, memegang teguh sunnah Rosululloh shollAllahu˜alaihi wa sallam, jauh dari hawa nafsu, lepas dari kebidahan dan memiliki cara mengajar yang baik..</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Sumber : Milis Assunnah Qatar</span><br /></span></div><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2826258416992565902.post-29146267096786312092010-09-08T13:19:00.000-07:002011-06-10T06:43:07.357-07:00Ramadhan dan Harapan<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoQpJivd1UEzCTjPa61RqEjg4RoEUY7p3VBEGRTc8RM8-Mrw9y0lYjivxKSTv2AsxpFItyhVamm0NouXl7WTdq2DLSuvWo50JTbhBeBhG215daGFhjN6Oet-8Y5DdHEagAsK29hikhvZU/s1600/doa.gif"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 400px; height: 267px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhoQpJivd1UEzCTjPa61RqEjg4RoEUY7p3VBEGRTc8RM8-Mrw9y0lYjivxKSTv2AsxpFItyhVamm0NouXl7WTdq2DLSuvWo50JTbhBeBhG215daGFhjN6Oet-8Y5DdHEagAsK29hikhvZU/s400/doa.gif" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5514742736587571794" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;">Setelah sekian lama untuk kesekian kalinya vakum menulis dan nge blog, di penghujung bulan Ramadhan ini, akhirnya kembali dapat kesempatan untuk membuat tulisan. Semoga tulisan ini bisa menjadi awal yang baik untuk memotivasi saya kembali aktif membuat tulisan. Tulisan saya kali ini berjudul “Ramadhan dan Harapan”.<br /><br />Bagi umat Islam, bulan Ramadhan merupakan bulan yang dinanti-nanti kedatangannya. Bulan Ramadhan merupakan bulan yang dijadikan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai bulan yang paling mulia dan memiliki banyak keutamaan yang membuat setiap muslim senantiasa mengharapkan untuk dipertemukan dengan bulan ini. Setiap bulan Ramadhan itu datang, memberikan warna dan pesona tersendiri dalam kehidupan yang kita jalani selama setahun. Hal yang paling terasa tentunya ada pada suasana religius dan spiritual. Hari-hari di bulan Ramadhan diisi dengan berbagai macam ibadah yang secara kuantitas maupun kualitas memiliki nilai yang lebih tinggi daripada bulan-bulan lainnya. Siangnya dijalani dengan ibadah puasa dan malamnya diisi dengan shalat malam (qiyamul lail) serta berbagai macam amal ibadah lainnya. Tidak hanya dari aspek spiritual tapi hampir di setiap aspek kehidupan, Ramadhan memberikan pesona tersendiri. Misalnya dari aspek sosial, suasana kebersamaan itu pun semakin terasa pada saat buka puasa tiba. Hal itu juga terasa ketika kita yang memiliki kelebihan harta bersedekah kepada orang-orang yang kekurangan, pemandangan yang juga kita sering jumpai di bulan Ramadhan.<br /><br />Kedatangan bulan Ramadhan selalu memberikan harapan bagi orang-orang yang menantikannya. Setiap orang masing-masing memiliki harapan tersendiri akan bulan Ramadhan. Maka setiap orang akan menjalani bulan Ramadhan sesuai dengan harapannya masing-masing akan bulan Ramadhan. Anak-anak sorak sorai bergembira, bisa bermain bersama teman-teman dengan riang di mesjid. Dalam keluarga kebersamaan itu semakin terasa ketika sahur dan berbuka bersama. Begitu pula di masyarakat, ketika shalat tarawih bersama di mesjid-mesjid. Umat Islam, ramai-ramai memperbanyak ibadah, setiap mesjid hampir semuanya dipenuhi jamaah. Pengurus mesjid berusaha melaksanakan tanggung jawabnya memberikan pelayanan maksimal kepada para jamaah. Dakwah islamiyah dari para ulama dan da’i menjadi penyejuk dan penyegar serta penawar dahaga rohani yang haus dan kering selama ini. Kaum dhuafa pun turut bergembira karena saat inilah orang-orang yang punya kelebihan harta lebih banyak yang menyedekahkan hartanya untuk mereka. Suatu hal yang juga menarik di bulan Ramadhan ini adalah aktifitas ekonomi masyarakat yang meningkat, membanjirnya pedagang musiman dan meningkatnya pengeluaran belanja dari masyarakat.<br /><br />Akan tetapi jika kita mencoba mencermati bahwa Allah dalam menurunkan perintah berpuasa di bulan Ramadhan memberikan sebuah harapan. Hal ini dapat kita lihat di penghujung surah Al Baqarah ayat 183, “agar kamu bertaqwa”. Sinyal-sinyal harapan dari Allah ini hanya dapat ditangkap dan diterima oleh hati manusia sebagai receiver yang di dalamnya terdapat software keimanan yang berfungsi dengan baik sebagaimana dalam ayat yang sama yang diseru oleh Allah untuk menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah orang-orang yang beriman. Taqwa merupakan buah dari keimanan yang senantiasa dipupuk dengan ilmu dan amal shalih yang senantiasa disuplai dengan rasa cinta, rasa takut dan pengharapan kepada Allah. Hal ini menempatkan orang-orang yang bertaqwa sebagai golongan orang-orang yang termulia di sisi Allah. Dengan demikian, pribadi mukmin yang lahir dari keislaman yang sempurna akan senantiasa mengharapkan untuk dapat mencapai predikat taqwa ini dalam setiap langkah kehidupan yang dijalaninya khususnya melalui ibadah puasa di bulan Ramadhan.<br /><br /></div><div class="fullpost"><div style="text-align: justify;"><br /><br />Melihat fenomena yang terjadi pada bulan Ramadhan, ada begitu banyak harapan dan begitu beragam cara kita dalam menjalani bulan Ramadhan ini, saya kembali teringat dengan sebuah hadits, hadits pertama dari kumpulan Hadits Arbain karya Imam Nawawi : Dari Amirul Mu’minin, (Abu Hafsh atau Umar bin Khottob rodiyallohu’anhu) dia berkata: ”Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu’alaihi wassalam bersabda: ’Sesungguhnya seluruh amal itu tergantung kepada niatnya, dan setiap orang akan mendapatkan sesuai niatnya. Oleh karena itu, barangsiapa yang berhijrah karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrahnya kepada Alloh dan Rosul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah karena (untuk mendapatkan) dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya itu kepada apa yang menjadi tujuannya (niatnya)” (HR Bukhari). Setiap orang akan mendapatkan hasil dari amal perbuatannya dari niatnya sedangkan niat itu sendiri muncul dari pengharapan. Kita bisa mengambil beberapa contoh sederhana, dari beberapa orang kaya yang bersedekah di bulan Ramadhan misalnya ada diantaranya menyumbang di mesjid kemudian dengan ekspresi wajah menuntut kepada panitia mesjid untuk namanya wajib diumumkan sebagai penyumbang, pakai speaker luar supaya semua masyarakat bisa mengetahuinya, tapi ada juga yang tidak ingin disebutkan namanya dan mengatasnamakan sebagai hamba Allah. Sebuah contoh lagi, diantara para da’i yang diundang membawakan ceramah di mesjid misalnya ada yang orientasinya hanya untuk mengumpulkan amplop.<br /><br />Setiap orang akan memperoleh hasil dari ibadah puasa yang dijalaninya di bulan Ramadhan. Boleh jadi anak-anak bisa bergembira bermain di mesjid, orang-orang kaya akan semakin terkenal dan terpuji di masyarakat, para dai juga semakin terkenal dan banyak memperoleh penghasilan tambahan, banyak pujian bagi orang-orang yang jadi rajin beribadah, kaum dhuafa banyak mendapatkan sumbangan, para pedagang mendapatkan keuntungan yang besar. Akan tetapi siapakah di antara kita yang betul-betul memperoleh keutamaan bulan Ramadhan?<br /><br />Bagi seorang mukmin, momentum bulan suci Ramadhan memberikan sebuah harapan akan betapa rahmat Allah itu Maha Luas. Sejatinya harapan ini muncul bukan hanya sesaat dengan datangnya bulan Ramadhan saja tapi itu terbentuk dari perjalanan kehidupan seorang muslim. Perjalanan itu ibarat sebuah aliran sungai yang berhulu dari pribadi hamba dengan rasa cinta, takut dan harap kepada Allah kemudian berakhir dan bermuara pada pribadi taqwa. Dari harapan inilah muncul tekad yang kuat sehingga menjadi dorongan untuk berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan ibadah puasa itu.<br /><br />Momentum Ramadhan merefleksikan perjalanan hidup manusia di dunia dan seakan menjadi miniatur kehidupan. Setidaknya ada beberapa hal yang merefleksikan hal tersebut yang menjadi bahan renungan kita bersama. Sebagaimana momentum ramadhan yang memberikan harapan, kehidupan manusia setiap waktu berjalan dan digerakkan oleh harapan-harapan manusia itu sendiri. Akan begitu banyak harapan yang muncul tetapi kita dapat membagi harapan-harapan itu bisa kita bagi menjadi dua, yaitu harapan manusia akan kehidupan dunia dan harapan manusia akan kehidupan akhirat.<br /><br />Sebagai seorang mukmin yang memahami hakikat perjalanan kehidupannya, bahwa hidupnya di dunia bagaikan rangkaian dari sebuah perjalanan menuju suatu tempat itulah kehidupan akhirat. Bagai suatu tempat persinggahan,ada saatnya mendatangi tempat ini namun ada saatnya kelak akan meninggalkan tempat ini pula. Tempat persinggahan ini hanya sekedar tempat untuk mengumpulkan bekal agar dapat sampai ke tempat tujuan.<br /><br />Dengan demikian perjalanan hidup seorang mukmin digerakkan oleh harapan akan rahmat Allah berupa kebahagiaan abadi di akhirat yang kemudiaan menjadi ukuran keduniaannya adalah taqwa. Seorang mukmin dengan sepenuh iman dan kesungguhan berusaha mewujudkan harapannya. Upaya itu dalam hal agar senantiasa dapat istiqomah/konsisten dalam keimanan serta dapat senantiasa berkarya dan berkontribusi melalui amal shalih yang tercermin melalui perbaikan hidup secara berkesinambungan, hari esok lebih baik dari hari kemarin, menuju kepada pencapaian kesempurnaan hidup di dunia, itulah taqwa agar dapat sampai kepada tujuan perjalanan hidup yang hakiki, itulah kehidupan akhirat. Hanya bagi orang-rang yang senantiasa berharap dan bersungguh-sungguh yang akan mendapatkan yang diharapkannya.<br /></div><br /></div>Thalabul Ilmi Al Makassaryhttp://www.blogger.com/profile/01658266703421683793noreply@blogger.com0